Revolusi Mental Melalui KURASSAKI (Kurangi Sampah Sekolah Kita) di Kabupaten Tangerang


Persoalan sampah masih menjadi masalah pelik di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020 menyebutkan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 67,8 juta ton timbunan sampah dengan sampah plastik diperkirakan mencapai 9,52 ton. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Sebagian dari timbunan sampah ada yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), ada yang didaur ulang, dan sisanya bahkan tidak dikelola.

Urgensi Pengelolaan Sampah di Indonesia

Persoalan sampah masih menjadi masalah pelik di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020 menyebutkan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 67,8 juta ton timbunan sampah dengan sampah plastik diperkirakan mencapai 9,52 ton. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Sebagian dari timbunan sampah ada yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), ada yang didaur ulang, dan sisanya bahkan tidak dikelola. Permasalahannya adalah limbah yang dihasilkan oleh masyarakat akan selalu meningkat, namun lahan sebagai tempat pembuangan sampah sangat minim sehingga dapat menyebabkan penumpukan sampah bahkan yang lebih buruk sampah-sampah tersebut bisa berakhir di lautan dan mengancam kehidupan makhluk didalamnya. Penumpukan atau pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan masalah besar karena dapat mencemari lingkungan, air, tanah, dan udara.

Sebagian besar pengelolaan sampah di Indonesia menggunakan metode open dumping dan landfill, namun pengelolaan dengan metode ini dirasa tidak menjadi solusi secara berkelanjutan dan justru menimbulkan masalah lingkungan. Langkah awal dan yang menjadi utama yang dapat dilakukan pemerintah bersama-sama masyarakat adalah meminimalisir jumlah produksi sampah yang dihasilkan setiap harinya, terutama sampah yang tidak bisa didaur ulang.

Strategi Penanganan Permasalahan Persampahan Kabupaten Tangerang

Pada tahun 2017, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang mencatat sebanyak 1200 ton sampah per hari yang dihasilkan oleh Kabupaten Tangerang. Jumlah ini dihasilkan oleh populasi 3,6 juta jiwa yang tinggal di wilayah kabupaten tersebut. Kondisi ini membuat Pemerintah Kabupaten Tangerang mencari cara untuk mereduksi jumlah sampah yang dihasilkan. Berdasarkan studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA), buku putih sanitasi, dan dokumen-dokumen lain terkait sanitasi, Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Kabupaten Tangerang menggulirkan beberapa inisiatif program seperti Gerakan Bersama Rakyat Atasi Kawasan Padat, Kumuh, dan Miskin (Gebrak Pakumis), Seribu Sarana Sanitasi (Serasi), Sanitasi Berbasis Pondok Pesantren (Sanitren), Kurangi Sampah Sekolah Kita (Kurassaki), dan beberapa program lainnya. Daripada mengurangi sampah, Pemerintah Kabupaten Tangerang memilih untuk mengatasi masalah ini dengan menangani dari akar masalahnya langsung, yaitu timbulnya sampah itu sendiri. Hal tersebut dilakukan dengan mengubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat dari yang biasanya meninggalkan atau mengolah sampah, menjadi tidak perlu menimbulkan sampah lagi karena menangani soal persampahan akan lebih mudah dengan pembentukan generasi yang sadar lingkungan.

Kurassaki Sebagai Terobosan Sekolah Bebas Sampah

Program Kurangi Sampah Sekolah Kita atau yang dikenal dengan Kurassaki adalah salah satu program unggulan yang diinisiasi oleh Pokja AMPL Kabupaten Tangerang untuk membentuk perilaku generasi yang sadar lingkungan dimulai dari siswa-siswa sekolah dan sudah mulai dilakukan sejak tahun 2016. Sasaran dari program ini adalah mengurangi volume sampah di sekolah hingga 75% dan bertujuan agar warga di lingkungan sekolah terbiasa untuk tidak menghasilkan sampah. Target program ini sendiri yaitu seluruh sekolah tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah  Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tangerang.

Gambar 1. Edukasi Program Kurassaki Melalui Media Spanduk
Sumber: Bahan Paparan Narasumber Pemerintah Kabupaten Tangerang pada Acara Ngelantur
Gambar 2. Siswa Sekolah yang Membawa Alat Makan dan Minum dari Rumah
Sumber: Bahan Paparan Narasumber Pemerintah Kabupaten Tangerang pada Acara Ngelantur
 
   
Gambar 3. Lingkungan Sekolah Tanpa Tempat Sampah
Sumber: Bahan Paparan Narasumber Pemerintah Kabupaten Tangerang pada Acara Ngelantur

Kegiatan awal yang dilakukan dalam pelaksanaan program ini adalah mengundang beberapa kepala sekolah dan para komunitasnya untuk sosialisasi awal, serta melakukan kunjungan ke beberapa sekolah untuk melihat potensi dan peluang. Salah satu bentuk upaya dari program ini adalah dengan meniadakan tempat sampah di sekolah karena bagi Pemkab Tangerang, penyediaan tempat sampah sama saja dengan memfasilitasi timbulnya sampah. Hingga saat ini sudah terdapat ratusan sekolah di Tangerang yang menerapkan program ini dengan baik. Selain meniadakan tempat sampah, program ini juga mewajibkan para siswa membawa tempat makan dan minum dari rumah. Begitu juga dengan pedagang di kantin sekolah yang dilarang melayani siswa-siswi yang tidak membawa tempat makan sendiri. Hal ini diharapkan dapat membentuk kebiasaan baru bagi para siswa dan bisa membawa kebiasaan tersebut diluar sekolah. Sekolah juga membentuk satkes dengan beberapa kelompok kerja untuk menjaga kebersihan lingkungan sekolah, salah satunya adalah pembuatan kompos dari sisa daun kering di lingkungan sekolah.

Setelah setahun menjalankan program ini, pihak sekolah mengaku tidak perlu lagi dipusingkan oleh masalah sampah seperti dulu karena sudah berkurang hingga 90% terutama sampah anorganik yang tidak ramah lingkungan. Pemerintah Kabupaten Tangerang juga merasakan perubahan yang cukup signifikan, termasuk perubahan perilaku siswa yang membawa bekal hingga 95%. Hal ini berdampak otomatis pada penurunan volume timbulan sampah per hari karena meskipun ada siswa yang tidak membawa bekal dari rumah, mereka dapat membeli makanan dan minuman di lingkungan sekolah menggunakan tempat makan dan minum yang dibawa sendiri. Secara tidak langsung, perilaku ini memberi keuntungan bagi para pedagang di lingkungan sekolah karena tidak perlu mengeluarkan modal untuk menyediakan bungkus makanan dan minuman sekali pakai. Beberapa sekolah bahkan melakukan penyambutan siswa didepan sekolah pada pagi hari sekaligus mengecek apakah siswa membawa tempat makan dan minum dari rumah. Upaya ini merupakan bentuk pengawalan sekolah terhadap keberlanjutan program.

  
Gambar 4. Pengolahan Sampah Plastik dengan Pola Ecobrick
Sumber: Bahan Paparan Narasumber Pemerintah Kabupaten Tangerang pada Acara Ngelantur


Pedagang di lingkungan sekolah dilarang untuk melayani siswa yang tidak membawa tempat makan dan minum sendiri. Hal ini juga berlaku untuk pembelian makanan berkemasan, dimana isi makanan dituangkan atau dipindahkan ke tempat makan siswa, dan bungkusnya akan dikumpulkan oleh pedagang. Beberapa sekolah berkreasi mengolah sampah bungkus makanan dan minuman tersebut menjadi kerajinan tangan menggunakan pola ecobrick atau botol plastik yang dikemas dengan sampah plastik dengan kepadatan tertentu untuk membuat blok bangunan yang dapat digunakan kembali. Misalnya menggunakan kemasan air mineral 600 – 1.500 ml yang diisi dengan bungkus plastik dan dipadatkan, lalu dijajarkan dan diikat sehingga terbentuklah tumpukan yang bisa digunakan sebagai bangku atau meja.

Keberhasilan Program Kurassaki dalam mengurangi jumlah sampah di lingkungan sekolah ini ternyata menarik perhatian sejumlah negara tetangga. Pada tahun 2019, delegasi empat negara, yakni Nepal, Bangladesh, Tanzania, dan Zambia melakukan kunjungan ke salah satu sekolah percontohan yang telah sukses menjalankan Program Kurassaki, yaitu SMP Negeri 2 Curug, Kabupaten Tangerang. Kunjungan dilakukan untuk meneliti dan mempelajari tentang Program Sanitasi Sekolah (Sanisek) dan Kurassaki. Diharapkan kedepannya Program Kurassaki ini dapat menginspirasi dan direplikasi, baik oleh daerah-daerah lain di Indonesia maupun negara-negara lain.

Tentang Perkimpedia


Perkimpedia adalah wadah dan sumber pengetahuan dan pengalaman penyelenggaraan bidang perumahan dan permukiman berbasis Web sebagai referensi pengembangan perencanaan program bagi para pemangku kepentingan. [Lebih Lanjut]

Perkimpedia juga sebagai hub pengetahuan yang merupakan platform kolaborasi multipihak , dimana para pemangku kepentingan yang bergabung sebagai anggota dapat menambah dan mengedit isi situs dengan syarat dan ketentuan dari pengelola situs.

Dokumen yang ditampilkan di portal ini adalah dokumen hiperteks yang akan secara otomatis menjadi referensi silang dengan dokumen lainnya (hyperlink), baik dengan dokumen yang termuat dalam halaman lain di Nawasis maupun website mitra dan/atau non mitra yang relevan.