Air Minum di Ibukota Negara Baru



1 Agustus 2019, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kembali mengadakan Dialog Nasional Ibu kota Negara ke-3 dengan topik pembahasan tentang konsep masterplan dan strategi perencanaan kota, bangunan, serta lingkungan. Dalam paparannya pada Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro memaparkan bahwa ibu kota negara nantinya akan berstandar internasional dengan infrastruktur  dan fasilitasi yang dirancang dengan konsep modern.

 

Untuk fasilitas air minum misalnya, pemerintah akan mengembangkan smart water treatment system yang akan menghasilkan air minum yang langsung dapat dikonsumsi. “Jadi, nanti konsepnya sama seperti ibu kota di negara maju yang air kerannya bisa langsung diminum,” ujar Bambang.

 

Ibu kota negara baru juga akan mengembangkan konsep smart and green waste management, sustainable urban drainage system, serta green housing and buildings yang memiliki efisiensi energi dan air yang tinggi dan ramah lingkungan.

 

Selain itu, untuk pasokan  listrik dan gas rencananya akan menggunakan sistem jaringan bawah tanah. “Sehingga, nanti tidak lagi menggunakan tabung gas, karena disediakan sambungan gas di setiap rumah,” jelasnya.

 

“Bukan hanya itu, pada ibu kota negara baru juga akan dikembangkan sarana Pendidikan, sarana olahraga dan sarana kesehatan, termasuk rumah sakit yang berstandar internasional dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kancah dunia,” tambah Bambang dalam paparannya.

 

Pembangunan Ibu kota negara sendiri akan dilakukan secara bertahap mulai 2021-2045. Adapun pada tahap pertama 2021-2024 akan fokus di zona kawasan inti seperti pusat pemerintahan, istana, serta sejumlah kantor lembaga negara.

 

Kemudian, pada tahap kedua 2025-2029 akan mulai dibangun perumahan ASN, TNI dan Polri, pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan, seperti pusat perbelanjaan, pusat olahraga, hingga convention center.

 

Sedangkan pada pembangunan tahap akhir di 2030-2045 akan difokuskan pada perluasan ibu kota negara seperti pembangunan national park, kawasan permukiman non-ASN, serta pengembangan wilayah sekitarnya.

 

Menurutnya, pembangunan ibu kota negara harus bisa mencerminkan identitas  bangsa "Pembangunan Ibu kota harus benar-benar representasi dari identitas bangsa, baik dari monumennya, museum maupun galeri budaya. Sifatnya juga harus inklusif atau terbuka untuk semua tidak boleh ada pembatasan," terang Bambang.

Terkait pemindahan ibu kota negara ini, Bambang menegaskan bahwa tidak akan membawa seluruh aspek yang sudah terbangun di Jakarta. ‘Ibukota baru hanya akan menjadi pusat pemerintahan saja. Sedangkan aktivitas bisnis  dan keuangan seluruhnya masih akan berpusat di Jakarta.” ungkas Bambang

Pembangunan ibu kota negara akan didorong menggunakan konsep Forest City yang memiliki Ruang Terbuka Hijau minimal 50% dari total luas daerah. Dalam hal ini, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia Bernardus Djonoputro menyatakan perencanaan pembangunan ibu kota ini perlu melihat pedoman pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). 

Menurutnya ada beberapa konsep forest city yang bisa menjadi contoh. Misalnya di London, gerakan masyarakat lokal mengampanyekan London National Park City.  "Bukan taman kota tapi mendeklarasikan seluruh kota di London menjadi taman," jelas Bernadus.

Guna menghadapi segala tantangan, Presiden RI, Joko Widodo juga mengarahkan beberapa pihak terkait untuk mempelajari pengalaman pemindahan ibu kota dari negara lain.  "Saya juga minta agar pengalaman negara lain dalam pemindahan ibu kota juga dipelajari, faktor-faktor apa yang jadi hambatan sehingga kita bisa antisipasi sedini mungkin," pungkas Joko Widodo pada  pembukaan rapat terbatas Pemindahan Ibu Kota di Kantor Presiden, Jakarta (6/8/2019).