Bappenas Adakan Lokakarya Kemitraan Pengelolaan Persampahan

CPIU ISWM Kementerian PPN/ Bappenas dalam waktu dekat ini baru saja menyelenggarakan Lokakarya Kemitraan Pengelolaan Persampahan yang berlangsung secara daring, Selasa (14/12).  Dalam lokakarya tersebut hadir sejumlah peserta dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PUPR, kementerian Kesehatan dan sejumlah OPD dari Provinsi Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali, serta 19 perwakilan OPD kabupaten kota anggota PPSP yang saat ini masih dalam tahap verifikasi.

Dalam sambutan pembukaannya, Koordinator Sanitasi, Direktorat Perumahan dan Permukiman Kementerian PPN/Bappenas selaku Ketua PMU PPSP, Laisa Wahanudin, menyampaikan bahwa ada target yang harus dicapai dalam rangka pengurangan sampah di Indonesia. “Target ini  telah disesuaikan dengan target SDG’S yaitu 80 persen penanganan sampah k dan 20 persennya adalah pengurangan, di mana target pengurangan sampah di tahun 2021 ini adalah 5,51 persen, kita akan lihat di akhir desember ini,” tambahnya.

Untuk pengelolaan sampah rumah tangga, Udin menyebutkan bahwa 34,85 persennya dibakar, 39,59 dibawa oleh petugas kebersihan, 15,26 persen dibuang ke TPS. “Sementara 2,22 persen di buang ke sungai, 2,51 persen lainnya dibuang sembarangan,” sebutnya.

Sumber data yang sama juga menunjukkan, untuk pengelolaan sampah seperti daur ulang, pembuatan kompos, maupun disetor ke bank sampah, persentasenya tidak besar, di bawah 1 persen. “Meskipun bank sampah kita banyak, ternyata kontribusinya tidak sampai 2 persen dalam pengelolaan sampah,” ujar Udin.

Terkait dengan tantangan dalam pengelolaan sampah, ada beberapa isu dan tantangan yang harus dihadapi, mulai dari masalah perencanaan, kelembagaan, kesadaran masyarakat, pendanaan, regulasi, hingga  persoalan teknis. “Terlebih, saat ini isu perencanaan juga masih belum menjadi prioritas oleh pemerintah daerah. Hal ini bisa dilihat dari prinsip perencanaannya yang masih didominasi oleh kumpul angkut buang,” ujarnya.

Fungsi kelembagaan yang menjadi tantangan, salah satunya adalah kejelasan pembagian wewenang dan peran antara K/L di pusat dinas yang menanggani sampah di daerah. Untuk kesadaran masyarakat, diketahui juga masih rendah. “Persentase rumah tangga yang melakukan pengurangan sampah juga masih belum maksimal. Terkait dengan pemilahan, ada beberapa warga yang sudah melakukan pemilahan, namun sayangnya masih banyak pemerintah daerah yang tidak memfasilitasi hal tersebut,” jelasnya.

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dinilai mampu mengatasi persoalan persampahan, yang memang harus diakui tidak bisa dikerjakan secara terpisah atau sendiri-sendiri. “Perlu melibatkan pihak-pihak lainnya dalam upaya membereskan persoalan pengelolaan sampah ini. KPBU tentu bisa menjembatani hal tersebut,” ujarnya.

Meski begitu, Udin juga mengingatkan, ada prinsip-prinsip dalam KPBU yang harus diperhatikan, seperti KPBU bukan pengalihan kewajiban pemerintah dalam penyediaan layanan kepada masyarakat, tetapi merupakan pembiayaan untuk merancang, membangun, dan mengoperasikan proyek-proyek infrastruktur kepada swasta.

Slain itu, kegiatan ini juga menampilkan 2 narasumber yaitu Kepala Sub Direktorat Kerjasama dan Penyelesaian Perselisihan Antar Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Nita Efrilliana dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo, M Bahrul Amiq. Keduanya berbicara seputar bagaimana implementasi kemitraan pemerintah dengan swasta dalam pengelolaan persampahan.

Menurut Nita, persoalan persampahan ini adalah persoalan seluruh pihak dan tanpa adanya kerjasama dengan pihak lain, maka tidak mungkin berharap agar persoalan ini bisa diselesaikan. “Kementerian Dalam Negeri sendiri selaku pembina pemerintah daerah, sudah cukup memberikan panduan-panduan mengenai bagaimana pemerintah daerah ini melakukan kerjasama dalam upaya meningkatkan pelayanan publik dan juga mengelola sumber-sumber yang ada secara efektif dan efisien di wilayahnya masing-masing, yang ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.

Nita menyebutkan ada sejumlah aturan kerjasama yang dapat dijadikan panduan bagi daerah ketika hendak melakukan kerjasama daerah seperti UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, dimana kerjasama daerah tertuang di pasal 363 sampai 369.“Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama daerah dalam kerangka untuk meningkatkan sumber-sumber yang ada secara efektif dan efisien untuk kesejahteraan masyarakat umum,” jelas Nita. “Di situ disebutkan ada kerjasama wajib dan kerjasama sukarela,” tambahnya.

Senada dengan yang disampaikan oleh Nita, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo, M Bahrul Amiq, tegas mengatakan bahwa persoalan sampah ini tidak bisa ditangani sendiri oleh pemerintah daerah. “Persoalan ini tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah sendiri. Oleh karenanya dibutuhkan partnership, kemitraan, kerjasama itu penting,” ungkapnya.

Bahrul juga mengatakan bahwa kerjasama yang dibutuhkan di daerah itu adalah kerjasama yang sederhana, karena subyek persoalannya adalah sampah yang merupakan persoalan sehari-hari dan membutuhkan penanganan segera. “Akan menjadi kesulitan bagi kami di daerah jika proses kerjasamanya terlalu memakan proses yang lama,” ungkapnya.