Kejar Tayang Susun 8 Perbup dalam Setahun, Mungkinkah?

JAKARTA — Senin, 27 April 2020

Dalam menyusun regulasi dari Perda Air Limbah maupun Persampahan, seringkali Pokja menemukan bahwa terdapat cukup banyak jumlah mandat yang perlu diturunkan ke dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah (perkada). Dalam kasus Kabupaten Sleman, misalnya, Perda Air Limbah Domestik-nya memerlukan 8 turunan dalam bentuk Perbup. Apakah mungkin ini semua disusun dalam waktu setahun? Jika tidak, manakah yang perlu diprioritaskan?

 

Dilema ini pun dibahas pada sesi pelatihan ToT tentang penyusunan regulasi, Senin (20/4) kemarin. Dua minggu sebelumnya, sebanyak 30 peserta ToT tersebut telah terlebih dulu menerima pemaparan prinsip-prinsip pemetaan regulasi. Kemudian, mereka diberikan tugas untuk melakukan analisis regulasi terhadap Perda No. 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik Kabupaten Sleman.

 

Berdasarkan pengalaman pendampingan USDP selama 10 tahun, spesialis Kelembagaan dan Kebijakan Publik Arief Budiman pun tegas menjawab: bisa.

 

Pertama, kabupaten/kota dapat memilih untuk menyusun seluruh substansi mandat perda dalam satu perkada tentang pelaksanaan perda. Semua substansi yang menjadi mandat perda diperjelas detailnya secara lebih operasional dalam 1 (satu) perkada tersebut.

   

Kedua, ada pula pilihan untuk memakai pengelompokkan/klastering,di mana substansi mandat perda yang harus diturunkan dalam perkada dikelompokkan berdasarkan kesesuaian substansi yang memiliki korelasi yang kuat dan/atau berdekatan.

 

Di Kabupaten Indramayu contohnya, pokja berhasil mengkoordinasikan penyusunan 17 mandat turunan perda pengelolaan sampah hingga selesai ditandatangani tidak sampai setahun (hanya sekitar 9 bulan). Capaian ini dilakukan dengan skenario penyelesaian berupa mengelompokkan 17 mandat turunan Perda ke dalam 4 kelompok/klaster Perbup.  

 

Sekiranya memang ada beberapa perkada yang harus diprioritaskan untuk dapat diselesaikan sebagaimana amanat perda, maka penentuan prioritasnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dari pembangunan yang sedang berjalan atau yang sifatnya operasional. Namun, pada akhirnya, kabupaten/kota lah yang paling mengerti prioritas daerah mereka masing-masing.

 

"Kita harus punya keyakinan bahwa proses pengerjaan Peraturan Kepala Daerah ini lebih sederhana dari sisi proses ketimbang perda yang butuh waktu 1-2 tahun," tegas Arief. Dengan demikian, proses penyelesaian perkada seharusnya bisa sangat cepat.

 

Sepanjang sesi pembahasan tugas ini, para peserta pun turut memanfaatkan kesempatan ini untuk memahami cara kerja analisis regulasi lebih dalam.

 

Berikut ini beberapa pertanyaan yang kerap diajukan:

 

1) Apakah Perda Perlu mengatur rantai dari hulu ke hilir?

UU Pengelolaan Sampah dan Permen PUPR tentang Air Limbah Domestik yang menjadi rujukan dalam penyusunan Perda. Keduanya telah memberikan petunjuk yang cukup lengkap tentang bagaimana rantai layanan sampah atau air limbah domestik dapat dijalankan/ditangani dari hulu hingga hilir.

    

Jadi pada prinsipnya, seluruh ketentuan mengenai rantai layanan hulu-hilir dimasukkan ke dalam perda. Sedangkan, pengaturan yang membutuhkan detail teknis dan sangat-sangat operasional dapat menjadi pilihan untuk dilanjutkan pengaturannya melalui perkada.  

 

2) Kalau landasan acuan peraturan dari Perda sudah berubah, apa itu menjadi alasan yang kuat untuk revisi Perda?

Perlu dilihat secara substansi. Kalau memang banyak yang sudah tidak up-to-date, maka revisi perda adalah sebuah pilihan. Misalnya, kalau bicara air limbah domestik maka harus memperhatikan rantai layanan air limbah, baik terkait SPALD-T ataupun SPALD-S. Kalau ini tidak ada, maka rekomendasi untuk revisi menjadi pertimbangan yang penting.

 

Perda adalah sebuah produk peraturan perundang-undangan yang tentunya dipengaruhi dengan  perkembangan zaman. Sebaiknya, sebuah produk peraturan perundang-undangan untuk dapat menjangkau/mempertimbangkan masa depan (ilmu pengetahuan, teknologi, dan dinamika masyarakat yang ada, dll).

 

Untuk mengukur keterdesakkan merevisi Perda, dapat juga digunakan alat bantu matriks dalam modul e-learning.

 

3) Kalau tarif retribusi air limbah domestik belum masuk di Perda Retribusi Jasa Umum gimana?

Kalau memang 2 objek retribusi ini ('penyediaan/penyedotan kakus' & 'pengolahan limbah cair') tidak ada, maka ada beberapa kemungkinan:1) penarikan retribusi belum dipikirkan oleh kab/kota karena berbagai alasan; 2) memangtidak ada pelayanan sehingga tidak ada retribusi yang ditarik; atau 3) memang digratiskan (ada pelayanan, dan gratis).

 

Artinya, kondisi-kondisi di atas perlu digali lebih dalam dan dipetakan masalahnya untuk mengetahui latar belakang/alasan kab/kotabelum memiliki perda dari 2 objek retribusi diatas. 

 

Karena dinamisdan dipengaruhi oleh banyak kondisi (kemampuan masyarakat, indeks harga, perekonomian daerah, kualitas layanan, dll), maka perdaretribusi ini harus direview setiap 3 tahun sekali.

 

KabupatenSleman, misalnya, sudah memiliki Perda 4/2018 terkaitpenyediaan dan/atau penyedotan kakus,namun secara historis, belum ada catatan apakah pemda telah melayani atau melakukan pengenaan tarif dan retribusi terhadap penyedotan kakus sebelum perda ini terbit.

  

***

 

Simak juga rekaman video ToT sesi Pembahasan Tugas Regulasi

 

Modul lengkap tentang penyusunan & pengawalan rekomendasi dapat diakses via modul e-learning (dengan login terlebih dulu):

Sektor persampahan 

Sektor Air Limbah

 

Seluruh rekaman video pelatihan ToT dapat diakses via Google Drive.