Pemprov Kalsel Rangkul 13 Kabupaten/Kota untuk Tingkatkan Dana Sanitasi & Air Minum

BANJARMASIN — Kamis, 7 Desember 2017

Menyongsong tren APBD yang diprediksi menurun di tahun 2018, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel) berinisiatif mencanangkan MoU peningkatan alokasi dana untuk sanitasi. Lewat MoU ini, Pemprov Kalsel merangkul Pokja AMPL dari 13 kabupaten/kota untuk berkomitmen mengusahakan peningkatan alokasi untuk sanitasi dari kisaran 2-3% hingga mencapai 5-10% dari total belanja langsung kabupaten/kota.

Di samping dari segi pendanaan, Sekda Provinsi Kalimantan Selatan Haris Makkie turut menekankan pentingnya meyakinkan masyarakat untuk mengubah kebiasaan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) yang saat ini. Menurutnya, proses itu yang akan memerlukan waktu agak lama.

"Karena pengalaman kita, Banjarmasin sebagai ibukota provinsi--kita sudah anggarkan 5 milyar kemarin. Lalu ditolak, kan? Mereka alasannya pipa pembuangan itu menggunakan tanah mereka, lalu ada kekhawatiran mengeluarkan bau yang tidak enak," papar Sekda Provinsi Kalimantan Selatan Haris Makkie.

"Artinya, dia (pendanaan & sosialisasi masyarakat) harus berjalan simultan, dia harus berjalan sinergi."

Tak hanya berhenti di situ, Pemprov Kalsel juga berupaya memastikan keberlangsungan komitmen ini dengan menjadwalkan roadshow sosialisasi peningkatan pendanaan sanitasi air minum kepada walikota/bupati se-Kalimantan Selatan. Puncaknya, di awal tahun 2018 nanti, bupati/walikota & gubernur diharapkan akan turut menandatangani komitmen peningkatan anggaran ini.


Dengan perhatian bupati/walikota & gubernur yang terarah pada isu sanitasi, tak hanya anggaran daerah yang akan meningkat. Niscaya, pendanaan lewat skema alternatif seperti CSR pun akan lebih mudah.

Spesialis CSR Yusuf Suharso pun mengilustrasikan pentingnya 'restu' bupati/walikota & gubernur. Menurut spesialis CSR yang pernah menangani CSR di perusahaan Repsol, Medco, & Sinarmas ini, sosok bupati/walikota & gubernur berperan besar sebagai 'endorser' program pemerintah yang diajukan untuk skema CSR.

"Program itu kalau messengernya bagus, endorsernya ada, itu susah untuk ditolak," ungkap Yusuf. "Kalau enggak ada endorsernya, susah. Misalnya saya dipindahkan atau saya pindah, selesai sudah."

Sebelum menandatangani komitmen, perwakilan Pokja AMPL dari 13 kabupaten turut menerima pelatihan menyeluruh dalam rangkaian 'Workshop AMPL Provinsi Tahun 2017: Alokasi Pendanaan Menuju Universal Akses 2019'. Rangkaian pelatihan yang berlangsung selama 6-7 Desember tersebut antara lain mencakup kiat mendapatkan dana melalui skema CSR, opsi teknologi revitalisasi jamban khusus masyarakat bantaran sungai, serta paparan mengenai kondisi eksisting sungai-sungai di Kalimantan Selatan.

Per 2016, tingkat akses sanitasi Provinsi Kalimantan Selatan berada di angka 66,95% dari target Akses Universal 2019 sebesar 87%.


***