Penyediaan Rumah MBR Perlu Integrator

Dari Webinar Kolaborasi ABCG dalam Penyediaan Perumahan MBR di Kabupaten Kendal 

Jakarta, 25 Juni 2020.-

Keberhasilan kolaborasi ABCG dalam pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kabupaten Kendal menarik minat banyak daerah lain untuk melakukan replikasi. Hal itu terungkap dalam acara Webinar bertajuk “Kolaborasi ABCG dalam Penyediaan Perumahan MBR di Kabupaten Kendal” yang berlangsung Kamis, 25 Juni 2020. “Kami menerima banyak permintaan dari berbagai daerah untuk replikasi model Kendal untuk diterapkan di daerah-daerah lain,” ungkap Kresnariza Harahap, ST, MEng, Sc dari Direktorat Rumah Swadaya Kementerian PUPR, salah satu narasumber webinar yang diselenggarakan oleh Pokja PPAS tersebut. Pernyataan minat juga diungkapkan oleh banyak peserta webinar.

Minat replikasi kolaborasi ala Kendal ini tentu harus disikapi positif. Hanya saja, perlu diingat bahwa prosesnya tidak mudah dan perlu waktu. Peringatan tersebut diungkapkan oleh Dr Ing Asnawi Manaf, Kepala Pusat Riset Inclusive Housing and Urban Development Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. “Dari proses yang kita jalani sejak 2016, kita mendapat pelajaran dan pengalaman bahwa kolaborasi ini mengandalkan komunikasi informal dalam kerangka networking orang-orang yang terlibat. Tidak mudah meyakinkan semua pihak untuk mau berkolaborasi,” ungkapnya.

Masalah networking itu juga digarisbawahi oleh Nurul Wajah Mujahid, ST, MPA,Kasubdit Perumahan, Direktorat Perkotaan, Perumahan dan Permukiman BAPPENAS. “Networking itu trust, saling percaya. Kalau misalnya Pemda Kendal hanya surat-suratan formal dengan BTN atau pemerintah pusat, saya yakin perumahan komunitas di Kendal ini tidak akan terlaksana,” tegasnya.

Dari keberhasilan Kendal, kunci keberhasilan membangun networking ini terletak pada adanya pihak yang berperan sebagai integrator. Tugasnya mengintegrasikan semua sumber daya yang ada dan menggerakkan untuk bersama berjalan ke satu tujuan yang sama. Di Kendal, tugas integrator ini dipegang oleh akademisi, dalam hal ini Asnawi dan tim Undip. Dalam kolaborasi ABCG (Academic, Business, Community, Government), tim Asnawi yang memetakan para pihak, mengidentifikasi tupoksi yang dikolaborasikan, dan menyusun strategi kolaborasi.

Melalui serial focused group discussion (FGD) yang melibatkan berbagai OPD terkait di Kabupaten Kendal, Kementerian PUPR, Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional, Bank BTN, dan para akademisi Undip, akhirnya disepakati program pengadaan rumah bagi MBR. Model yang diterapkan adalah masyarakat harus membentuk kelompok komunitas. Komunitas tersebut harus dibuat layak mendapatkan pinjaman perbankan, meskipun penghasilan mereka di bawah upah minimum kabupaten (UMK). Yang tidak mereka miliki adalah aset untuk jaminan kredit. Satu-satunya cara adalah menjaminkan tanah yang akan mereka tinggali.

Maka pemda mencarikan lahan calon lokasi perumahan. BTN membiayai pembelian lahan. Lahan tersebut dikapling-kapling, kemudian pihak bank membantu pengurusan sertifikat. Akhirnya sejumlah anggota komunitas yang sudah diverifikasi kelayakannya dapat memiliki lahan yang bersertifikat, di mana sertifikat tersebut ditambah IMB cukup menjadi jaminan kredit kepemilikan lahan (KPL) BTN tersebut.

Untuk membangun rumahnya, para anggota komunitas sudah mencicil membeli bahan bangunan. Lalu pemda mengajukan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) ke pemerintah pusat untuk pembangunan rumahnya. Pemda juga bertanggung jawab untuk pembangunan jalan akses dan drainase. Di sini tugas pemda adalah memastikan para penerima bantuan memenuhi kriteria penerima BSPS, antara lain sudah berkeluarga tetapi belum memiliki rumah, dan memiliki atau menguasai lahan untuk dibangun rumah di atasnya. Dengan tanah yang diperoleh dengan KPL BTN tersebut, akhirnya komunitas dapat menikmati BSPS sebesar Rp 30 juta per rumah.

Di Kendal pola tersebut sudah terwujud dengan terbangunnya Perumahan Komunitas Curug Sewu Asri di Kecamatan Patean. Saat ini sudah terbangun 64 unit rumah tipe 36 di atas kapling 84 meter persegi. Perumahan tersebut didominasi anggota komunitas guru non PNS dan sebagian pekerja sektor informal lain. Lahan seluas 1 hektare dibeli dengan pembiayaan kredit mikro KPL BTN. Setiap bulan mereka mencicil Rp 571 ribu selama 10 tahun. “Saat ini sudah ada pembicaraan dengan lembaga keuangan lain yang bersedia memperpanjang masa pinjaman sampai 20 tahun. Jadi cicilan bulanan bisa makin ringan,” ungkap Asnawi.

Perlu waktu 2 tahun bagi komunitas Curug Sewu sampai akhirnya mereka dapat menempati rumah milik sendiri di lingkungan yang sehat. “Memang perlu waktu lama. Proses yang harus dijalani banyak sekali. Karena itu kalau tidak ada pihak yang berperan sebagai integrator, sulit rasanya terlaksana,” pungkas Asnawi.

Perjalanan panjang perumahan komunitas Kendal berawal pada 2016. Pada 2018 lahirlah kolaborasi ABCG yang ditandai dengan penandatanganan MOU antara Pemerintah Kabupaten Kendal, Bank BTN dan Universitas Diponegoro. Mereka sepakat untuk bersama-sama melaksanakan program Pemenuhan Kebutuhan Rumah dan Lingkungan yang Layak Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Melalui Kolaborasi ABCG.

Setelah itu mereka mulai melakukan sosialisasi ke berbagai komunitas di Kendal, seperti komunitas nelayan, petani, pedagang dan guru. Tidak mudah meyakinkan masyarakat untuk memiliki rumah dengan pola baru tersebut. “Banyak yang tidak mau melanjutkan proses karena merasa prosedurnya sangat rumit,” ungkap M. Noor Fauzie, ST, MT, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Kendal. Tetapi setelah upaya rintisan mulai mewujud di Curug Sewu, rupanya banyak masyarakat yang tertarik dengan pola ini. “Saat ini kami sedang mengembangkan di 6 kawasan lain dengan pola serupa,” jelas Fauzie.

Di ujung webinar, Asnawi sekali lagi mengingatkan pentingnya peran integrator ini dalam program penyediaan perumahan bagi MBR. “Jadi kalau pemda mau replikasi program, jangan lupa melibatkan perguruan tinggi,” pungkasnya. ***