Peremajaan Kota Buka Banyak Peluang di Masa Depan


Rabu, 7 April 2021
-Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) melalui Direktorat Perumahan dan Permukiman baru– baru ini menggelar webinar tentang peremajaan kota (urban renewal) dalam skala kawasan. Proyek ini menjadi salah upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan kesehateraan hidup masyarakat di kawasan perkotaan. Peremajaan kota diperlukan karena arus urbanisasi di Indonesia yang terbilang cukup tinggi, dimana hal ini menyebabkan sebaran penduduk menjadi tidak merata antara pedesaan dan perkotaan sehingga mengakibatkan banyak penduduk di kawasan perkotaan yang hidup dengan rumah tidak layak huni.

Dilansir dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), dan World Bank Report, menyatakan bahwa pada tahun 2019 capaian rumah tidak layak huni di Indonesia ialah 56,51% untuk skala nasional, 50,70% untuk skala perdesaan, dan 61,09% untuk skala perkotaan yang artinya masih terdapat 38,9% atau setara dengan 15,5 juta rumah tangga di perkotaan tinggal dirumah tidak layak huni, dan sebagiannya berada di permukiman kumuh.

Setelah melihat data tersebut, peremajaan kota atau urban renewal menjadi salah satu program pemerintah untuk mengatasi permasalahan tempat kumuh yang diakibatkan oleh arus urbanisasi. Tri Dewi Vrigiyanti selaku Direktur Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN menyampaikan bahwa

 “Peremajaan kota merupakan upaya terintegrasi, transformatif, dan efisien yang dapat dilakukan pemerintah untuk pencapaian target RPJMN 2020-2024. Dalam aspek sosial dan ekonomi, peremajaan permukiman kumuh dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena secara tidak langsung membuka potensi untuk penyerapan tenaga kerja dalam pembangunan kontruksi, yang berdampak pada kenaikan income penduduk serta peningkatan nilai properti yang ada. Selain itu , peremajaan permukiman kumuh juga memberikan tambahan suplai hunian layak bagi seluruh kalangan.”

Selanjutnya Tri Dewi Virgiyanti menambahkan bahwa dalam peremajaan permukiman kumuh skala kawasan, rencananya akan menggunakan konsep campuran (mixed used) yang terdiri dari kawasan komersial dengan hunian vertikal untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dan masyarakat menengah ke atas. Untuk mencapai kompleksitas yang lebih tinggi, masyarakat akan menjadi shareholder yang nantinya akan menggunakan skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha).

Indonesia juga dapat mencontoh negara lain yang sudah lebih dulu melakukan urban renewal, salah satunya ialah kota Eskisehir di negara Turki. Dalam pelaksanaanya, pemerintah negara Turki melakukan pendekatan kepada masyarkat terlebih dahulu, serta turut melakukan mitigasi resiko bencana, peningkatan layanan dasar, modernisasi transpotasi, serta revitalisasi perkotaan. Dalam hal pembiayaan,  pemerintah Turki bekerjsama dengan private bank serta menggunakan skema KPBU untuk restorasi kawasan yang diremajakan.

Pada kesempatan kali ini, Kementerian PPN juga turut mengundang Profesor Kemal Taruc, sebagai senior dan juga ahli dalam bidang peremajaan kota. Dalam paparannya, ia menyampaikan bahwa Indonesia pernah menempati rate tertinggi pada tahun 2016 dalam kategori new urbanisation.

“Dalam melakukan peremajaan terhadap kawasan kumuh di Indonesia,  jenis pendekatan yang paling efektif ialah social capital. Contohnya, seperti Presiden RI, Bapak Joko Widodo saat masih menjadi walikota Solo, beliau sempat menjadi perbincangan ketika berhasil memindahkan 989 PKL (Pedangan Kaki Lima) tanpa aksi penggusuran, setelah sebanyak 54 kali melewati proses diplomasi meja makan dengan para PKL,  beliau memindahkan mereka ke tempat dagang yang baru dengan menggunakan prosesi kirab budaya ala keraton.” tutur Profesor Kemal Taruc.

Beliau juga menambahkan bahwa salah satu tantangan dalam melakukan peremajaan kawasan skala besar yaitu diperlukan kapasitas pemerintahan daerah yang memadai untuk efektifitas implementasi, yang berarti harus tercipta kerjasama yang baik antar pemerintah pusat sampai ke pemerintah daerah. Selanjutnya,  pemerintah pusat dan daerah sebagai planners harus memperhatikan cara yang dipilih, sehingga yang tercipta bukan hanya strategic action melainkan communicative action.

“Dalam pelaksanaannya, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yang pertama, ialah penggunaan etos komunikasi dengan mengedepankan spirit of inquiry, yaitu mampu dan bersedia mendengarkan secara aktif, serta bersifat reflexive. Kedua, ialah pengembangan local forums sebagai ruang dialog dengan para pihak yang terlibat. Ketiga, secara aktif mengembangkan berbagai cara pendekatan yang lebih membuka kesempatan dialog diantara para pihak untuk mencapai consensual action.”jelasnya.

Peremajaan kota sudah seharusnya menjadi agenda besar bersama, dimana kolaborasi antar pihak terkait menjadi kunci utama kesuksesan. Sudah selayakanya masyarakat mendapatkan kualitas hidup yang layak dengan rumah layak huni bagi setiap kalangan.