Pokja Pusat Kupas Tuntas Pedoman Tata Kelola Program PAMSIMAS 2022

Melanjutkan pembahasan mengenai tata kelola program PAMSIMAS, pemerintah pusat kembali duduk bersama berdiskusi terkait penyempurnaan tata kelola program PAMSIMAS pada hari Rabu (20/07).
 
Membuka diskusi hari ini Tenaga Ahli Bidang Kelembagaan, Indira Sari menjelaskan bahwa pedoman tata kelola ini nantinya berfungsi sebagai rujukan untuk seluruh pihak yang bertugas untuk melakukan pengembangan peraturan dan juga penganggaran untuk keberlanjutan program PAMSIMAS. “Hal ini kami rasa perlu, karena pada pelaksanaan PAMSIMAS sebelumnya, dokumen tata kelola ini efektif membantu memastikan keberlanjutan program di perdesaan. Terdapat 7 bab dalam pedoman tata kelola yang telah dikurasi bersama dari FGD sebelumnya” jelas Sari sembari melanjutkan penjelasan isi dari setiap bab dalam dokumen pedoman tata kelola pedoman.
 
Terdapat tiga belas poin penyesuaian dokumen tata kelola pedoman program PAMSIMAS. Hal ini mendapat banyak masukan dan saran dari kementerian/lembaga yang hadir. Salah satunya dari perwakilan dari Direktorat Pembangunan Daerah, Kementerian PPN/Bappenas, Hindun Barokah, dimana pada komponen dua Hindun menyarankan untuk tidak menyebutkan jumlah desa secara spesifik, namun cukup disebut dengan seluruh desa saja. Hal ini dikarenakan jumlah desa terus mengalami peningkatan. 
 
Pada komponen tiga dan empat terkait kelembagaan dan penganggaran aset, Wakil Ketua 5 CPMU PAMSIMAS dari Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan, Kementerian Desa PDTT, Anastutik Wiryaningsih menekankan agar aset PAMSIMAS yang ada di desa harus harus dipastikan menjadi aset desa atau aset pemerintah desa, sehingga dapat dipastikan keberlanjutannya melalui anggaran desa.
 
Sejalan dengan yang disampaikan Anastutik, Koordinator Bidang Air Minum dan Sanitasi, Kementerian PPN/Bappenas, Nur Aisyah Nasution menambahkan bahwa langkah awal yang diperlukan dalam penentuan aset ialah sosialisasi pendampingan program kepada pengelola terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pencatatan aset serta valuasi aset, dan pemantauan berkala untuk kinerja aset tersebut. 
 
Membahas terkait kelembagaan, Perwakilan dari Direktorat Sanitasi, Kementerian PUPR, Tina mengusulkan terkait bentuk kelembagaan pengelola program untuk bidang sanitasi perdesaan, “Harapannya, agar pada pasca program PAMSIMAS, kelembagaan untuk pengelola program khusus di bidang sanitasi dapat lebih dipertegas atau dapat dikembangkan dari KPP yang saat ini sudah terbentuk di beberapa desa” ungkap Tina.
 
Menanggapi hal ini, Aisyah mengatakan bahwa untuk pengelola KPSPAMS , lingkup kerjanya sebenarnya sudah termasuk bidang sanitasi, namun kedepannya hal ini menjadi tugas bersama agar sanitasi dapat lebih dibahas dalam pengelolaan KPSPAMS.
 
Masih membahas pengelolaan aset dan kelembagaan, Tenaga Ahli Perencanaan dan Penganggaran Air Minum dan Sanitasi, Basah Hernowo menjelaskan bahwa sesuai dengan Permendagri No.1 tahun 2016 tentang pengelolaan aset desa, maka telah ditetapkan lima pilihan bentuk kelembagaan bagi pengelola program, yaitu bentuk (a) Lembaga Kemasyarakatan Desa/LKD, (b) BUMdes yang dapat dianggarkan melalui dan desa dan (c) Koperasi, (d) Perkumpulan, serta (e) Yayasan yang perlu pendanaan dari kerjasama.
 
“Ketika aset PAMSIMAS tersebut sudah dikonversi menjadi aset desa dibawah lima bentuk pilihan kelembagaan tadi, maka sesuai dengan pasal 11, aset- aset ini dapat dikerjasamakan dengan program kegiatan lain agar nantinya pemenuhan akses air minum dan sanitasi aman dapat lebih cepat” jelas Basah.
 
Melanjutkan diskusi pada komponen lain, Koordinator Penyehatan Air dan Sanitasi Dasar, Direktorat Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Ely Setyawati memberi masukan untuk mengintegrasikan komponen STBM 5 ke dalam komponen target pasca program PAMSIMAS. Menanggapi hal ini, Aisyah menyampaikan harapannya bahwa tidak hanya STBM saja yang perlu diintegrasikan, namun RPAM dan juga PKAM juga hsrus dilakukan di perdesaan.
 
Selanjutnya pada komponen lima dan enam terkait komposisi pembiayaan RKM, menurut Anastutik tidak perlu mencantumkan minimal pembiayaan kontribusi dari masyarakat dikarenakan hal ini perlu ditentukan melalui musyawarah desa terlebih dahulu. “Hal ini serupa dengan penentuan bentuk kelembagaan yang telah dibahas sebelumnya, bahwa harus melalui musyawarah desa terlebih dahulu” jelasnya.
 
Kegiatan diskusi kemudian dilanjutkan dengan pembahasan dan kesepakatan pada komponen lainnya sebelum nantinya akan disosialisasikan pada lokakarya pada bulan Agustus mendatang.