Tingkatkan Kualitas LSS Lewat Coaching Clinic

Provinsi memiliki peran strategis dalam pembangunan sanitasi di wilayahnya. Kamis (29/8) pekan silam, misalnya, Kelompok Kerja Perumahan Permukiman Air Minum dan Sanitasi (Pokja PPAS) Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan lokakarya berkaitan dengan implementasi Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo. Acara ini, pertama dari tiga coaching clinic yang dilaksanakan Pokja DIY di tahun 2019, merupakan salah satu wujud pelaksanaan peran advisori dan supervisi provinsi bagi kabupaten/kota di wilayahnya.

Selaku 'bapak', Pokja Provinsi berperan memfasilitasi kabupaten/kota merealisasikan atau mengimplementasikan dokumen SSK mereka. Prosesnya dimulai dari: mendapatkan komitmen bupati, menyiapkan paket kebijakan yang mendukung, menetapkan prioritas dan skala layanan, hingga menerapkan model layananpada skala yang lebih luas.

Proses fasilitasi atau pendampingan kabupaten/kota oleh provinsi telah disosialisasikan pada Kick Off PPSP Nasional, April 2019 lalu. Coaching clinic di provinsi (dan kabupaten/kota) merupakan bentuk penyegaran kembali peran Pokja Provinsi sebagai 'bapak' sekaligus merupakan bantuan teknis secara langsung untuk kabupaten/kota. 

Coaching Clinic 1 ini menghadirkan dua perwakilan kementerian, Bappenas dan PUPR, sebagai fasilitator dan narasumber untuk memberikan input. Acara yang difasilitasi Pokja DIY ini juga mendapat dukungan teknis beberapa tenaga ahli Urban Sanitation Development Program (USDP) sebagai bagian dari Program PPSP. Secara khusus, acara ini dimaksudkan untuk membekali kedua kabupaten dalam mempersiapkan audiensi dengan bupati guna mendapatkan dukungan penuh dalam implementasi SSK.

Komitmen kepada daerah merupakan kunci utama untuk menyelesaikan persoalan sanitasi. Sayangnya, belum semua kepala daerah menunjukkan dukungannya pada implementasi SSK.

“Dukungan kepala daerah yang masih kurang, kualitas dokumen SSK yang belum bagus, dan kurangnya komitmen Pokja dalam mengawal isu sanitasi merupakan faktor yang banyak ditemukan,“ tegas Djoko Ariyanto, Kepala Bagian Pengelolaan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan, Biro PIWP2 DI Yogyakarta. “Inilah alasan mengapa coaching clinic ini dibutuhkan.”


Ada dua hal yang dipresentasikan Gunung Kidul dan Kulon Progo pada acara ini, yaitu kondisi sanitasi saat ini dan rekomendasi paket kebijakan untuk mengatasi gap dan persoalan yang masih ada. Kedua kabupaten mendapatkan banyak input selama diskusi berlangsung menyangkut kebenaran dan validitas data yang dituangkan dalam sebuah “laporan status sanitasi/LSS” serta usulan paket kebijakan yang akan diadvokasikan kepada kepala daerah. LSS inilah yang menjadi modal utama kabupaten/kota untuk meraih komitmen kepala daerah.

Pengalaman lapangan mengajarkan, LSS yang berkualitas dapat membantu proses advokasi Kepala Daerah secara efektif. "Karena itu data kondisi sanitasi dan paket kebijakan (LSS) harus valid dan tidak ada kesalahan, sehingga Kepala Daerah mudah memahaminya," ujar Djoko Aryanto saat membuka sesi coaching clinic.

Dalam upaya meningkatkan akses sanitasi, Gunung Kidul dan Kulon Progo menghadapi beragam masalah. Salah satunya adalah aspek regulasi yang belum mampu mendukung penyelenggaraan layanan air limbah secara berkelanjutan. Pada sisi lain, penerbitan regulasi seperti peraturan bupati, membutuhkan komitmen kuat Kepala Daerah. LSS diharapkan dapat menjadi menjadi modal utama untuk meraih komitmen ini

Kabupaten Gunung Kidul, misalnya, berhadapan dengan kondisi wilayah yang sebagian besarnya merupakan perdesaan. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri dalam merancang skema pelayanan pengangkutan sampah dan penyedotan tangki septik yang efisien.

“Karena itu target penanganan sampah yang mencapai 70% sangat sulit kami capai. Yang lebih realistis adalah memperbesar porsi pengurangan,tidak dibatasi 30% seperti Jakstra,” tegas Kabid Lingkungan Hidup Kabupaten Gunung Kidul Wiwik.

Sementara itu, Kabupaten Kulon Progo dihadapkan dengan permasalahan banyaknya layanan sedot tinja swasta yang belum terdaftar dan tidak membuang hasil sedotannya ke IPLT yang notabene belum berfungsi maksimal. Pendataan dan skema kerjasama pemerintah kabupaten (Dinas atau UPTD) dengan layanan sedot tinja swasta ini menjadi pekerjaan rumah Kabupaten Kulon Progo.


Tak pelak lagi, input provinsi, kementerian, dan para tenaga ahli yang mencakup beragam aspek: aspek teknis dan pengelolaan infrastruktur, kelembagaan, regulasi, pendanaan, dan aspek komunikasi dapat dijadikan dasar untuk memperbaiki LSS dua kabupaten.Pada proses selanjutnya, Pokja Kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul dapat menyiapkan materi advokasi yang akan di-audensi-kan di depan bupati dalam waktu dekat.

D.I. Yogyakarta merupakan yang ke-9 dari 10 provinsi yang menerima pendampingan coaching clinic sebagai bagian dari rangkaian pendampingan implementasi SSK. Di akhir tahun 2019, 23 kabupaten/kota dari 10 provinsi tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan sanitasi mereka: peningkatan akses dan penyelenggaraan layanan. Meskipun skala layanannya masih terbatas.