Tingkatkan Pengawasan Kualitas Air Minum, Kemenkes Adakan Rangakaian Orientasi Bagi Sanitarian

Dalam rangka mempercepat pencapaian target 100% universal akses air minum aman yang dimandatkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, pemerintah pusat melakukan berbagai upaya kolaborasi antar program dan kegiatan. Salah satu yang menjadi agenda utama ialah pengawasan kualitas air minum dari hulu (sarana air minum) hingga ke hilir (rumah tangga). Kegiatan ini membutuhkan kolaborasi dan dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan seluruh stakeholder penyelenggara penyedia air minum untuk meningkatan pengawasan kualitas air minum dan menyediakan tools (laboratorium/ alat terkalibrasi) dan tenaga kesehatan lingkungan (kesling)/TSL yang kompeten.
 
Sehubungan dengan hal ini, Kementerian Kesehatan mengadakan orientasi pengawasan kualitas air minum kepada 514 tenaga kesling di Dinas Kesehatan kabupaten/kota dengan dukungan B/BTKL-PP dan BBLK. Tujuan dari orientasi ini ialah untuk meningkatkan Knowledge, Attitude, Practice (KAP) sanitarian/TSL/tenaga kesling di kab/kota dalam program pengawasan kualitas air minum. Kegiatan ini akan diadakan dalam tiga rangkaian besar yaitu 14 juni – 16 Juni 2022 untuk wilayah regional 3, 20-22 Juni 2022 untuk wilayah regional 2 dan 28 – 30 Juni 2022 untuk wilayah regional 1.
 
Dalam pembukaan kegiatan ini, Direktur Perumahan dan Kawasan Permukiman, Tri Dewi Vrigiyanti memberikan arahan kebijakan terkait program prioritas nasional air minum dalam percepatan pencapaian air minum aman. Dalam paparannya, Virgi menyampaikan bahwa penyediaan akses air minum aman saat ini menjadi prioritas nasional yang perlu didukung dengan peningkatan pengawasan kualitas air minum (PKAM)
 
“Pengamanan air minum tidak dapat dilakukan tanpa adanya kebijakan dan strategi yang didasari oleh bukti yang akurat dan jelas (evidence based). Oleh karenanya, dibutuhkan pengelolaan data secara kontinu melalui pemantauan rutin kualitas air minum. Seluruh program tersebut juga perlu didukung oleh SDM dan tools yang handal serta dana yang mencukupi. Penyiapan SDM untuk PKAM harus dilakukan melalui peningkatan kapasitas dan kompetensi OPD dan Sanitarian sebagai pelaksana sekaligus ujung tombak dalam memastikan berjalannya program pengawasan kualitas air minum” jelas virgi
 
Virgi juga menyampaikan bahwa saat ini pemerintah sudah memfokuskan untuk penyediaan layanan air minum aman, dengan pendekatan lima pilar strategi pembangunan akses air minum aman yang mencangkup (i) kebijakan, (ii) pendanaan, (iii) kelembagaan, (iv) regulasi, dan yang terpenting adalah edukasi kepada masyarakat. Terkait pengawasan, Virgi menekankan bahwa dibutuhkan pengelolaan data secara kontinu, serta memperkuat SDM melalui peningkatan kapasitas, terutama untuk tenaga kesling.
 
Paparan dilanjutkan oleh perwakilan dari Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI), Prof Arif Sumantri. Dalam paparannya, Prof Arif menyampaikan bahwa sesuai dengan mandat pada PBB No 65/292, tanggal 28 Juli 2010, bahwa layanan air dan sanitasi adalah hak asasi manusia, “Air minum dan sanitasi ialah hak universal, namun dalam realisasinya belum dilakukan secara kolosal, dimana masih banyak yang belum mendapatkan akses aman yang sama” tambah Prof Arif.
 
Merujuk pada Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAM-RT) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, Prof Amin menyatakan bahwa sumber air di pedesaan masih lebih rentan dibandingkan dengan perkotaan, khususnya untuk sumber air baku dan Bukan Jaringan Perpipaan (BJP). Sehubungan dengan hal ini, Prof Amin menyatakan bahwa HAKLI berkomitmen untuk mendukung pembangunan air minum berkelanjutan melalui dukungan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), kemitraan lintas program dan lintas sektor, serta dukungan sanitarian teregistrasi sebanyak 25.562 yang terdapat di 8.703 puskesmas, dan juga 10.174 sanitarian kit di 465 Dinas Kesehatan. 
 
Sepaham dengan yang disampaikan Virgi dan Prof Amin, Perwakilan Kementerian Kesehatan Koordinator Penyehatan Air dan Sanitasi Dasar (PASD), Direktorat Penyehatan Lingkungan, Ely Setyawati, kembali menekankan bahwa upaya penyehatan air harus dipenuhi oleh penyelenggara atau penanggung jawab lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, tempat dan fasilitas umum serta produsen air minum. 
 
Ely selanjutnya menekankan bahwa terdapat tiga tahap utama yang perlu diperhatikan dalam penyehatan air minum, yang pertama yaitu pengawasan air minum yang termasuk didalamnya proses surveilans, uji kualitas, analisis resiko, dan rekomendasi. Tahap kedua yaitu perlindungan kualitas air minum yang meliputi penyusunan materi KIE, pengembangan teknologi tepat guna, dan rekayasa lingkungan. Serta tahap terakhir yaitu peningkatan kualitas air yang termasuk filtrasi, sedimentasi, aerasi, dekontaminasi dan atau disinfeksi.
 
Menjelaskan lebih dalam terkait pengawasan kualitas air minum, Ely menyampaikan bahwa dalam proses pengawasan kualitas air minum, seluruh pihak hulu sampai ke hilir. Pada hulu, pengawasan dapat dilakukan oleh PDAM/ BUMD, serta non-PDAM seperti Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum (KPSPAM), serta uji kualitasi air minum di laboratorium yang terakreditasi.
 
Selanjutnya pengawasan secara eksternal dapat dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan juga Puskesmas. Kegiatan pengawasan meliputi Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL), pengujian kualitas air minum, analisis hasil dan rekomendasi tindak lanjut.
 
Selain pemerintah, peran masyarakat untuk melakukan pengawasan di hilir juga sangat penting. “Pada tingkat masyarakat dapat dilakukan pendekatan implementasi pilar tiga Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) melalui peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku rumah tangga dalam pengelolaan air. Selain itu masyarakat juga dapat menggunakan sanitarian kit yang sudah terkalibrasi” jelas Ely.
 
Menutup paparannya, Ely menyampaikan harapannya agar pengawasan kualitas air minum  ini dapat dilakukan secara akuntabel, serta seluruh pihak terkait, khususnya pemerintah daerah dan tenaga kesling dapat mendukung secara penuh pelaksanaan di lapangan, agar nantinya pendataan dapat lebih lengkap dan efisien.