Hargai Toilet dan Akses Sanitasi, Langkah Awal Kesehatan Diri
Penulis
Pokja PPAS Nasional
Pokja PPAS Nasional
Tanggal Terbit
21 November 2021
21 November 2021
Organisasi & Jabatan
Pokja PPAS Nasional
Pokja PPAS Nasional
Dilihat
877
877
Dalam rangka menyambut dan memeriahkan perayaan Hari Toilet Sedunia atau World Toilet Day (WTD) yang diperingati setiap tanggal 19 November, USAID IUWASH PLUS berkolaborasi dengan Pokja PPAS dan Jamban.id, menyelenggarakan kegiatan online workshop bertajuk “Hargai Toilet dan Akses Sanitasi, Langkah Awal Kesehatan Diri” pada Selasa (16/11).
Acara yang berlangsung secara virtual tersebut, turut menghadirkan sejumlah narasumber dari pemerintah pusat seperti Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian PUPR, serta Jamban Indonesia atau Jamban.id dan USAID IUWASH PLUS.
Diskusi dimulai oleh Koordinator Bidang Air Minum dan Sanitasi, Kementerian PPN/Bappenas, Nur Aisyah Nasution yang menyampaikan bahwa Indonesia di tahun 2045 memiliki target untuk menjadi 5 negara ekonomi terbesar di dunia. Untuk sebuah negara maju, semua aspek harus maju termasuk kebutuhan dasar. “Kebutuhan dasar itu, tentu saja dua di antaranya adalah air minum dan sanitasi,” ujarnya.
Sayangnya menurut Aisyah, penyediaan air minum aman adalah salah satu contoh bahwa kebutuhan dasar masih belum menjadi prioritas dan mendapatkan perhatian khusus. “Harusnya sudah menjadi kewajiban, bukan lagi prioritas saja, karena air minum dan sanitasi itu sifatnya dasar dan harus,” katanya.
Padahal menurutnya sanitasi memiliki peran sangat strategis dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs. “Tidak hanya Goal 6, tetapi sanitasi juga berperan penting dalam pencapaian tiap goal. Misal dalam upaya pengentasan kemiskinan atau terkait pendidikan yang berkualitas,” ujar Aisyah.
Dari sisi regulasi, Aisyah menyebutkan bahwa sudah banyak peraturan perundang-undangan terkait pentingnya air minum dan sanitasi sebagai kebutuhan dasar. “Kita punya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 mengenai Sumber Daya Air yang mengatakan bahwa air minum itu menjadi kebutuhan dasar untuk manusia,” jelasnya.
Tidak hanya di pemerintah pusat, daerah pun memiliki pegangan peraturan yang tercakup pada PP Nomor 2 tahun 2018 mengenai Standar Pelayanan Minimal. “Biasanya urusan pemerintah daerah itu banyak sekali, tapi air minum dan sanitasi itu menjadi hal utama yang harus dipenuhi,” ungkap Aisyah. “Jadi mandatnya sendiri sudah sangat banyak, hanya tinggal komitmen dari para pelaku untuk bergerak bersama menuntaskan isu air minum dan sanitasi ini,” tambahnya.
Persoalan stunting yang saat ini juga sedang menjadi fokus, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia, menurut Aisyah juga tidak bisa dilepaskan dari persoalan air minum dan sanitasi. “Semua studi terkait dengan stunting, baik di tingkat global maupun di Indonesia sudah menyatakan bahwa salah satu komponen utama pencegahan stunting adalah air minum dan sanitasi,” ujarnya.
Sementara itu Founder Jamban.id, Rudi, mengatakan bahwa kondisi toilet di Indonesia juga tidak layak dan masih kalah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya.”Data terakhir Bappenas juga mengatakan kita peringkat kedua terburuk di dunia. Ada yang mengatakan kita peringkat pertama di dunia karena negara seperti Tiongkok dan India sudah melakukan perbaikan. Bahkan pandemi Covid-19 pun dipengaruhi kondisi toilet yang tidak baik dan tidak terawat, karena pada proses flushing terbentuk aerosol yang dapat membawa virus Covid-19,” jelasnya.
Rudi juga menyebutkan bahwa Jamban.id pernah melakukan kajian atau penelitian bersama dengan melibatkan IATPI dan akademisi terkait akses toilet umum. “Memang sudah lebih dari 70 persen orang Indonesia itu punya toilet. Tapi ternyata 90,4 persen dari kita, jika harus beraktivitas di luar, susah mendapatkan akses toilet umum yang bersih dan aman,” ungkapnya.
Perawatan toilet juga dinilai Rudi cukup sulit dilakukan, hal ini juga yang menjadi dasar bagi Rudi untuk melakukan riset. “Dari hasil penelitian diketahui ternyata 80 persen petugas kebersihan mengaku susah membersihkan toilet. Mereka belum tahu sistem yang harus digunakan seperti apa,” jelasnya.
Untuk kaum difabel, menurut Rudi, toilet juga menjadi persoalan tersendiri bagi mereka. “Kami juga mengobrol dengan rekan-rekan dari komunitas difabel, yang mengaku bahwa mereka mengalami kesulitan untuk mencari toilet yang dapat mendukung kondisi mereka,” ungkapnya.
Sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang khusus berjualan toilet, Jamban.id juga berkomitmen untuk membangun sebuah sistem yang berkesinambungan agar terjadi percepatan dalam pembangunan sanitasi. “Kami memang lebih menampilkan toilet umum di depan publik. Karena jika disampaikan perihal sanitasi, kadang tidak semua orang jadi mengerti. Sehingga ke masyarakat kami lebih menampilkan aspek toilet yang baik. Ketika mereka kesulitan mendapatkan toilet umum, maka kita buat sistem yang mempermudah untuk menemukan lokasi termasuk cara mudah untuk melakukan perawatannya,” jelas Rudi.
Sementara itu, Asri Indiyani dari Kementerian PUPR menyampaikan bahwa Kementerian PUPR banyak mendukung pemenuhan akses sanitasi dari aspek infrastruktur, terutama pada infrastruktur pendukung. “Misalnya kita punya program sanitasi perdesaan padat karya atau juga kita punya program sanitasi di instansi keagamaan,” ungkapnya.
Untuk sanitasi perdesaan padat karya, Asri menyebutkan bahwa program tersebut selektif dilakukan ke desa-desa yang masih memliki persoalan stunting. “Fokus utama bagi desa yang mendapat program padat karya ini adalah desa-desa stunting, karena stunting salah satu penyebabnya adalah sanitasi buruk,” jelasnya.
Untuk fasilitas seperti jamban, menurut Asri, Kementerian PUPR menyediakan fasilitas pengelolaannya saja. Sedangkan jamban bisa diarahkan kepada masyarakat untuk penyediaannya. “Untuk jamban biasanya kami minta masyarakat untuk menyediakan. Sementara kami, Kementerian PUPR, menyediakan fasilitas pengelolaannya. Karena meski toilet dibangun dengan bagus, jika tidak disertai dengan pengolahan yang baik maka tetap bisa mencemari air minum,” jelasnya.
Konsultan USAID IUWASH PLUS, Adri Ruslan juga senada dengan Asri ketika menyamapaikan bahwa masyarakat cenderung hanya melihat bagian atas toilet tapi melupakan bangunan bawahnya. “Padahal itu merupakan kesatuan yang harus dipenuhi. Bangunan atasnya memenuhi syarat, bangunan bawahnya juga memenuhi syarat,” katanya.
Untuk akses sanitasi di perkotaan, Adri mengatakan bahwa masih banyak masyarakat perkotaan yang belum memiliki akses sanitasi yang layak. Ada yang sudah memiliki akses sanitasi namun tidak layak, dan ada juga yang belum memiliki sama sekali.
Untuk toilet umum, menurut Adri, masih banyak masyarakat yang mengakses toilet umum namun kondisinya cukup memprihatinkan dari segi perawatan dan pengolahan, karena tidak jelas tempat pembuangannya. “Menariknya, di kota-kota besar juga ditemui rumah-rumah yang ada di pinggiran sungai memiliki fasilitas jamban atau toilet yang bagus, tetapi mereka langsung membuang ke saluran,” ungkapnya.
Adri juga menyebutkan masih banyak penampungan individual yang belum layak. “Permintaan penyedotan itu tinggi di musim hujan. Dari kondisi tersebut bisa kita asumsikan bahwa sarana penampungan yang mereka miliki belum kedap, belum layak sebagai sarana penampungan,” jelasnya.
Selain itu Adri juga menyebutkan bahwa ada kondisi sarana perpipaan ke bak penampungan secara komunal sudah terbangun, namun sayangnya belum memiliki pengelolaan yang baik. “Oleh karena itu, USAID IUWASH PLUS telah bekerja sama dengan pemerintah daerah dan juga pusat untukmelakukan pembinaan cara pengelolaan kepada sarana-sarana tersebut supaya sarana tersebut bisa berfungsi secara maksimal,” jelasnya.