Media dan Peran Tak Terpisahkan dalam Pencapaian Akses Air Minum dan Sanitasi
Penulis
Pokja PPAS Nasional
Pokja PPAS Nasional
Tanggal Terbit
29 September 2021
29 September 2021
Organisasi & Jabatan
Pokja PPAS Nasional
Pokja PPAS Nasional
Dilihat
1063
1063
Kolaborasi antar pihak terus digaungkan sebagai salah satu kunci utama realisasi pencapaian akses air minum dan sanitasi layak dan aman. Tak terkecuali, media massa sebagai pihak yang memiliki peran strategis komunikasi dan edukasi, disebut sebagai bagian tak terpisahkan dalam upaya tersebut.
“Isu kita ini bukan hanya lingkungan hidup, tetapi juga komunikasi dan edukasi bahwa air minum dan sanitasi itu harus diprioritaskan,´ terang Oswar Mungkasa, Pejabat Fungsional Perencana Utama di Kementerian Perencanaan Pembangunan Naisional (PPN)/Bappenas sekaligus Pemerhati Bidang Air Minum dan Sanitasi.
Lebih jauh, Oswar menekankan pentingnya pelaku air minum dan sanitasi menjadi komunikator untuk menjembatani informasi dengan media, mengingat masih terbatasnya pemahaman media terhadap isu sanitasi dan air minum. “Kita menyampaikan kepada media massa, lalu media yang paham dapat membahasakannya untuk disampaikan kepada masyarakat umum,” lanjutnya.
Masukan tersebut disampaikan dalam kegiatan Diskusi Pegiat Air Minum dan Sanitasi, Jumat (24/9) lalu, melibatkan para pelaku air minum dan sanitasi dan praktisi media.
Senada, Direktur Perumahan dan Permukiman Bappenas Tri Dewi Virgiyanti mengingatkan peran media sebagai pihak yang tak bisa ditinggalkan dalam upaya pemenuhan akses air minum dan sanitasi. “Jadi media jadilah bagian kita, jangan di luar, tapi dengan tetap punya fungsi kontrol juga,” ujar Virgi. Berdasarkan pemantauan media oleh direktorat yang dipimpin Virgi, sepanjang Agustus 2021, terdapat setidaknya 553 pemberitaan media terkait isu air minum dan sanitasi, dengan pemberitaan terbanyak pada pekan keempat.
Wahana Visi Indonesia sebagai salah satu lembaga yang menggiati air minum dan sanitasi turut membagikan pengalamannya melibatkan media, khususnya dengan mengundang jurnalis untuk langsung meliput praktik-praktik baik ke lokasi program yang tersebar di sejumlah daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T).
“Media kami undang untuk langsung mengekspos cerita baik, harapannya adalah menginspirasi masyarakat lain, wilayah lain, ayo sama-sama perubahan perilaku itu kita wujudkan,” kata Communications Director Wahana Visi Indonesia Priscilla Christin.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menanggapi positif harapan serta upaya dari pegiat air minum dan sanitasi untuk lebih banyak mendapat peliputan media. Ketua AJI Jakarta Afwan Putranto mengungkap, jurnalis selama ini acapkali menemui kesulitan dalam mendapatkan data, pernyataan dari narasumber pengambil kebijakan, maupun pemahaman terhadap isu tertentu. Keterbatasan media dalam menjangkau daerah-daerah yang sulit juga seringkali menjadi kendala dalam peliputan. Ia menegaskan pentingnya peningkatan pemahaman kepada jurnalis demi mendapatkan peliputan yang lebih berkualitas, serta kolaborasi antara media dengan lembaga pemerintahan maupun non pemerintahan.
“Kami selalu menekankan beberapa media untuk melakukan liputan kolaboratif. Ini bisa memutus kesulitan akses media kepada narasumber, data maupun lokasi-lokasi yang sulit,” tukas Afwan.
Redaktur Pelaksana Harian Kompas Andreas Maryoto mengamini hal tersebut. “Mengajak wartawan ke suatu lokasi yang bisa diperlihatkan langsung yang sukses seperti apa, yang masih tertatih-tatih betapa susahnya orang-orang mengakses air seperti apa, dan kemudian ini sebuah gambaran kecil yang mengungkap fakta besar tentang sebuah fenomena,” ujarnya.
Situasi yang kurang ideal, menurut Andreas, memang menjadi salah satu sudut pandang pemberitaan yang tak boleh dilewatkan sebagai bagian dari upaya bersama mewujudkan keberhasilan. “Agar tidak memberikan informasi yang salah bahwa berita tone positif itu seolah-olah menguntungkan kita, tone negatif merugikan kita. Padahal dalam konteks sekarang tone negatif itu malah bisa memunculkan inovasi,” lanjutnya.
Andreas mencontohkan gaya komunikasi aktivis dan mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, Albert Arnold Gore Jr. atau yang lebih popular dengan nama Al Gore, di bidang perubahan iklim. “Konteksnya Al Gore menyampaikan inconvenient truth, Ketika ada sesuatu yang tidak bagus ayo kita harus bereaksi seperti apa. Saya kira cara seperti itu cocok dilakukan di Indonesia. Tidak perlu negatif-negatif terus, tidak bisa juga positif-positif terus,” terang Andreas.
Mengintisarikan diskusi tersebut, Virgi Kembali menggarisbawahi perlunya komunikasi serta transfer pemahaman antar pihak, baik pegiat air minum dan sanitasi maupun pelaku media. “Kerjasama, komunikasi yang cukup intens, supaya pemahamannya sama, serta bagaimana membahasakannya ke masyarakat,” simpulnya.
“Kita akan mencari program bersama dengan insan media, bagaimana agar kita bisa benar-benar meningkatkan kampanye edukasi air minum dan sanitasi,” pungkas Virgi.