Layak, Murah, dan Mudah - Rumah Di Curug Sewu Kabupaten Kendal
Marniar Nes
24 Mei 2020
CCMU
1383
Penyediaan perumahan layak huni bagi masyarakat kalangan bawah masih menjadi persoalan di hampir semua daerah di Indonesia. Kendala lahan dan biaya pembangunan menyebabkan harga rumah melambung tinggi dan tidak terjangkau oleh masyarakat golongan tersebut. Kabupaten Kendal, dengan jumlah penduduk 288.027 KK pada tahun 2018 menghadapi persoalan yang sama, dimana pertumbuhan kebutuhan rumah mencapai 1000 sampai 1200 unit per tahun.
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah daerah Kendal dalam mengatasi pemenuhan kebutuhan rumah layak huni, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang berpenghasilan di bawah Upah Minimal Kabupaten (UMK), sebesar 2 juta rupiah setiap bulan. Kelompok ini menjadi perhatian karena masih kurangnya akses mereka terhadap kredit perumahan yang ada. Asnawi Manaf, salah satu peneliti dari Universitas Diponogoro (UNDIP) , melihat persoalan akses bagi masyarakat kalangan bawah dikarenakan selama ini terjadi monopoli dari developer yang lebih mementingkan keuntungan. Pihak developer pada umumnya mengembangkan perumahan dan permukiman besar yang tidak terjangkau dan meminggirkan kaum miskin di perkotaan. Lebih jauh Asnawi mengemukakan bahwa harus ada alternatif yang memberikan peluang bagi kalangan bawah supaya bisa menempati perumahan dan permukiman yang layak.
Melalui pilot proyek, pada tahun 2018 pemerintah Kabupaten Kendal berhasil memfasilitasi masyarakat yang berpenghasilan di bawah UMK untuk bisa menjangkau perumahan layak huni melalui skema kredit mikro perumahan bank BTN dan bantuan BSPS dari Kementerian PUPR . Pihak pemda berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat, membangun 63 unit rumah tipe 36 di daerah Curug Sewu Kecamatan Patean, kurang lebih 40 km dari ibukota Kabupaten Kendal. Kawasan perumahan dan permukiman baru ini berada pada lahan seluas 1 (satu) hektar. Dengan mengikuti aturan teknis infrastruktur kawasan perumahan dan permukiman dari Kementerian PUPR, tanah yang tersedia dibagi peruntukannya yaitu 55% untuk hunian dan 45% untuk fasilitas umum/fasilitas sosial. Dari tanah yang 55% didapatkan 63 kavling lahan ukuran 6x14 m (84 m persegi) per-kavling. Pada tahun 2018 harga pasaran rumah dengan luas lahan dan bangunan tersebut di Kabupaten Kendal, adalah 150 juta. Dengan pendekatan kolaborasi yang difasilitasi pemerintah daerah penghuni mengeluarkan biaya 50 juta yang dicicil selama 10 tahun melalui bank BTN.
Penerima manfaat perumahan tersebut adalah pegawai pemerintah daerah yang masih berstatus honorer dan masyarakat setempat yang bekerja pada sektor informal seperti pedagang dan jasa harian. Pada awalnya kawasan perumahan tersebut direncanakan untuk mengatasi kebutuhan rumah layak huni bagi guru honorer yang selama ini masih numpang di rumah orang tua atau sewa. Setelah dilakukan sosialisasi ternyata minat kelompok sasaran tidak begitu besar, berdasarkan penuturan Fajang Tenrisau Nurland , Vice President Housing Finance Research Specialist BTN, hanya ada beberapa orang guru honorer yang menyatakan minatnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh UNDIP memperlihatkan masyarakat yang berpenghasilan di bawah UMK, tidak bersedia/memungkinkan untuk pindah terlalu jauh dari tempat asal dan tempat kerjanya. Selain faktor waktu biaya transportasi juga menjadi pertimbangan mereka.
Gagasan pengembangan pilot proyek tersebut berawal pada tahun 2016, dimana Kabupaten Kendal menghadapi persoalan dalam memaksimalkan dana BSPS untuk pembangunan rumah baru yang mensyaratkan penerima bantuan harus sudah mempunyai tanah milik yang dibuktikan dengan sertifikat. Permasalahan ini juga menjadi kegalauan pihak bank BTN , yang menjadi bank penyalur dana BSPS. Fajang menjelaskan pihaknya berdiskusi dengan Asnawi Manaf dari UNDIP , dengan kesepakatan pihak UNDIP akan melakukan kajian mengenai perumahan untuk MBR. LPPM UNDIP yang kebetulan dipercaya sebagai tim percepatan pembangunan Kabupaten Kendal, menyampaikan hal ini kepada Mirna Annisa, kepala daerah Kabupaten Kendal saat itu, dan mendapatkan dukungan untuk memanfaatkan dana BSPS bagi penyediaan perumahan yang berpenghasilan di bawah UMK melalui pendekatan kolaborasi dan berbasis komunitas.
Kolaborasi menjadi pilihan pendekatan karena faktanya sumberdaya untuk penyediaan perumahan bagi MBR bukannya tidak ada, tetapi sayang program-program yang diluncurkan dan berasal dari direktorat yang berbeda kurang terintegrasi dan kebijakannya banyak yang ada tumpang tindih, sehingga hasil yang dicapai tidak optimal. Pada sisi lain peran-peran sektor swasta, perguruan tinggi dan masyarakat sendiri tidak dimainkan, padahal ketiga kelomppok tersebut mempunyai peran yang strategis untuk menjadi mitra pemerintah dalam penyediaan perumahan. Asnawi yakin dengan menggandeng semua pihak di kalangan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) , swasta, masyarakat dan juga akademisi, permasalahan penyediaan perumahan bagi MBR bisa diatasi. “ Dalam kolaborasi semua sektor akan berkontribusi sesuai dengan tupoksi masing-masing dan regulasi yang ada, jadi tidak akan mengganggu pekerjaan masing-masing pihak” begitu dikatakan oleh Asnawi. Karenanya pihak UNDIP membuat kajian dan memetakan tugas pokok dan fungsi masing-masing pihak terkait serta berbagai regulasi.
Sebagai langkah awal, sesuai dengan tupoksi, Dinas Perumahan dan Permukiman menyelenggarakan Focuss Group Disscussion {FGD} dengan berbagai pihak untuk menjaring gagasan penyedian perumahan bagi MBR dengan memanfaatkan dana BSPS dan mengatasi persoalan pengadaan lahan. Para pemangku kepentingan yang terlibat di dalam diskusi terdiri dari pihak akademisi dari Uiversitas Diponegoro, sektor sawsta yaitu BTN dan berbagai Organisasii Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Pertanahan, Bappeda, Dinas Perumahan dan Permukiman, Asosiasi Pengembang, dan masyarakat. Menurut Noor Fauzi, Kepada Dinas Perkim Kabupaten Kendal, FGD tersebut tidak hanya dilakukan satu kali tetapi berkali- kali untuk mendapatkan kesepakatan.
Salah satu tindak lanjut dari FGD adalah kesepakatan kerjasama tiga pihak yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal, Universitas Dipenogoro, dan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kerjasama tersebut dituangkan di dalam MOU Kesepakatan Bersama No 6oo/21/KB/2018; No 5379/UN.7P/KS/2018; N0 001/MOU/SPD/HPC/IX/2018 Tentang Pemenuhan Kebutuha Rumah dan Lingkungan yang Layak Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kabupaten Kendal Melalui Kolaborasi ABCG (Academic, Business, Community, Government).
Ruang lingkup kesepakatan meliputi : (1) penyiapan dan pendampingan calon kelompok sasaran penerima manfaat yang tepat : (2) Penyiapan ketersediaan lahan dalam bentuk kavling tanah matang (KTM) yang dapat dimanfaatkan oleh calon kelompok sasaran penerima manfaat; dan (3) pengembangan konsep inovasi yang dapat mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah dan lingkungan yang layak dan terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) terutama dalam membangun kolaborasi sinergis antar berbagai stakeholder terkait.
Melalu FGD juga disepakati peran masing-masing pihak yang kemudin dituangkan dalam SK Bupati Kendal No 900/2701/2018 Tentang Tim Fasilitasi Pengembangan Perumahan Berbasis Komunitas di Kabupaten Kendal Tahun anggaran 2018. Peran masing-masing pihak dalam kolaborasi tersebut adalah sebagai berikut :
- Sosialisasi menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah daerah, UNDIP, dan juga Bank BTN.
- Pendampingan, bantuan teknis perencanaan, dan pengembangan inovasi program menjadi tanggung jawab UNDIP.
- Bank BTN bertanggungjawab terhadap seleksi dan verifikasi pemohon, memberikan kredit mikro kepemilikan lahan, membantu proses AJB dan sertifikasi tanah, serta memberikan dukungan pembiayaan yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas.
- Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam mengupayakan mencarikan tanah, seleksi dan verifikasi berdasarkan syarat BSPS, membantu mengembangkan site plan, mendampiingi komunitas dalam pengajuan kredit lahan ke BTN, membantu proses jual beli lahan dan pemecahan lahan sampai terbit sertifikat, memproses pengajuan usulan BSPS ke Kementerian PUPR, membantu pengadaan utilitas air, listrik dll, memberikan pendampingan teknis dalam pelaksanaan pembangunan, dan mengupayakan/mengusulkan pembangunan PSU perumahan.
Langkah pertama dalam implementasi adalah mencari lahan yang akan dipakai sebagai lokasi kawasan perumahan dan permukiman baru. Pemerintah dengan dibantu oleh kelurahan mengidentifikasi pemilik lahan (land owner) yang akan menjual lahan mereka. Kemudian dipilih lahan yang memenuhi kriteria (1) sesuai dengan rencana tata ruang wilayah; (2) harga terjangkau; (3) tersedia akses jalan ke lokasi; (4) bukan daerah rawan bencana banjir/longsor; dan (5) tersedia jaringan listrik dan air bersih. Setelah melalui proses evaluasi , dipilih lokasi yang berada di kawasan Curug Sewu Kecamatan Patean degan luas 1 Ha.
Paralel dengan pecarian lahan dilakukan sosialisasi awal untuk menjaring minat dari calon penerima manfaat dan memberikan penjelasan persyaratan- persyaratan yang harus dipenuhi mengacu kepada regulasi mengenai calon penerima manfaat BSPS dan BTN. Persayaratan dari BSPS meliputi (1) WNI yang sudah berkeluarga; (2) MBR berpenghasilan di bawah UMK; (3) memiliki/menguasai tanah; (4) belum memiliki rumah; (5) belum pernah mendapatkan bantuan perumahan dari pemerintah; (6) ditamakan yang memiliki swadaya baik berupa uang maupun bahan bangunan; (7) bersedia membentuk kelompok. Sosialisai dilakukan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan hal ini disosialisasikan kepada guru tidak tetap di seluruh Kabupaten Kendal.
Berdasarkan penuturan Noor Fauzi, guru-guru di sekitar Curug Sewu mengorganisir diri dengan membentuk komunitas/paguyuban dengan struktur organisasi pengurus yang lengkap dan didaftarkan secara resmi di Dinas Sosial kabupaten. Anggota paguyuban terdiri dari calon penerima manfaat yang berminat untuk mendapatkan bantuan yang berasal dari berbagai wilayah di Kabupaten Kendal. Persoalannya berdasarkan syarat BSPS warga yang bisa mengakses bantuan harus mempunyai KTP di lokasi lahan yang akan dibangun. Karena ini merupakan kawasan baru dimana sebagian calon penerima bantuan adalah bukan warga setempat, maka pemerintah daerah melakukan konsultasi kepada Kementerian PUPR. Pemerintah daerah memberikan jaminan yang berupa surat pernyataan dari calon penerima manfaat bahwa jika mereka mendapatkan bantuan akan berdomisili di lokasi kawasan perumahan baru.
Paguyuban yang dibentuk kemudian mengorganisir pendaftaran dan melakukan seleksi awal sesuai syarat admiistrasi bagi para peminat . Verifikasi dilakukan oleh dua pihak, BTN melakukan verifikasi berdasarkan persyaratan Bank dan Dinas Perkim berdasarkan syarat BSPS, dalam hal syarat BSPS Kementerian PUPR melalui Direktorat Perumahan Swadaya melakukan evauasi. Dalam hal pemenuhan syarat kepemilikan tanah, pemerintah daerah bersama peminat yang sudah lolos seleksi administrasi menyelesaikan sertifikasi lahan dan perijinan. Sertifikasi dibuat berdasarkan kavling, yang didasarkan pada site plan yang pengembangannya dibuat oleh paguyuban dengan difasilitasi oleh Dinas PU. Sertifikat masing-masing kavling dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang dan Pertanahan.
Proses sertifikasi dan perijinan yang dikenal memakan waktu, dapat dilakukan dalam waktu yang singkat dan sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang ada. Proses ini menurut Asnawi tidak sulit mengingat program ini merupakan program pemda dan instansi yang berwenang sudah terlibat dalam proses sejak awal. Pihak UNDIP di dalam prosesnya membantu untuk membuka mindset para pemangku kepentingan mengenai transparansi dan akuntabilitas, supaya tidak melakukan mark-up, tidak mempersulit dan akhirnya biaya juga dapat ditekan.
Biaya penyediaan lahan ditanggung oleh calon penerima manfaat melalu kredit mikro perumahan dari BTN. Berdasarkan penuturan Fajang, BTN dari awal sudah mempunyai komitmen untuk memebrikan kredit. Didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh UNDIP , pihaknya melihat faktor resiko masih dalam batas aturan BTN. Pertimbangan dari pihak BTN adalah adanya kejelasan data calon penerima manfaat yang tergabung dalam paguyuban dan berbadan hukum. Keberadaan guru dkuatkan oleh Dinas Pendidikan dan pekerja sektor informal diperkuat oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Pendampingan pemberdayaan ekonomi dari pihak UNDIP bagi calon penerima manfaat yang bekerja di sektor informal dinilai mampu meningkatkan pendapatan , dianggap sebagai salah satu jaminan kontinuitas kredit. Di sisi lain sistem tanggung renteng, dinilai BTN mengurangi faktor resiko kemacetan, karena jika ada yang menunggak paguyuban akan bertanggung jawab untuk mengeluarkan dana talangan. Sedangkan menurut Asnawi , adanya sertifikat dan IMB menjadi jaminan yang cukup bagi BTN.
Paguyuban difasilitasi oleh Dinas Perkim dan PU membuat DED dan menghitung rancangan anggaran belanja yang terdiri dari harga lahan, biaya pematangan lahan, BPHBT, notaris, perijinan, sertifikasi, akad kredit, dan biaya lain secara detail sampai rumah siap dihuni, termasuk biaya listrik dan air. Keseluruhan biaya tersebut dibebankan kepada penerima manfaat. Untuk biaya pembangunan sesuai dengan DED yang sudah dibuat, biaya menggunakan bantuan BSPS dan swadaya berupa bahan bangunan yang sudah dikumpulkan penerima manfaat sebelumnya. Khusus untuk dana APBD digunakan untuk membiayai kegiatan sosialisasi dan kolaborasi.
Setelah semua kelengkapan administrasi selesai, 63 anggota paguyuban yang terpilih sebagai penerima manfaat langsung melakukan akad kredit dengan pihak BTN . Skema kredit tanpa uang muka dengan cicilan 575.000 rupiah setiap bulan selama 10 tahun. Angka cicilan tersebut didapat dari sepertiga nilai pendapatan rata-rata penerima manfaat yaitu 2 juta rupiah per bulan – sesuai dengan UMK Kabupaten Kendal. Setelah seluruh proses administrasi dan masing-masing calon penerima manfaat mempunyai sertifikat kepemilikan lahan, pemerintah daerah mengajukan bantuan program BSPS kepada Kementerian PUPR
Menurut Noor Fauzi, dari mulai diskusi gagasan awal sampai rumah dapat dihuni membutuhkan watu selama dua tahun, yaitu dari tahun 2016 sampai 2018. Sampai saat ini penyempurnaan fasilitas kawasan terus dilakukan. Sisa anggaran paguyuban digunakan unutk perkerasan kondisi tanah yang relatif labil. Pemerintah daerah juga mengupayakan bantuan PSU perumahan kepada Dit RUK Kementerian PUPR, bantuan tersebut kabarnya tahun ini akan turun khusus untuk jalan dan drainase.
Proses kolaborasi multipihak yang dilakukan oleh Kabupaten Kendal, terbukti dapat mendorong MBR untuk mengakses rumah layak huni secara swadaya dengan ahrga yang relatif lebih murah dari harga pasar. Menurut Asnawi selain pendekatan kolaborasi, kuncinya adalah reformasi land management yang memungkinkan pengadaan lahan tidak hanya dikuasai oleh kaum kapital dan market yang tidak berpihak pada kelompok marginal. Dalam kasus ini masyarakat diposisikan sebagai enteupreuneur bukan sebagai objek semata dan negara (pemerintah daerah) mampu mengelola aset lahan dan mempertemukan pemilik lahan dengan masyarakat, sehingga akses untuk kaum marginal jadi lebih terbuka. Dengan keberhasilan ini pemerintah daerah Kabupaten Kendal berencana untuk melakukan perluasan di beberapa kawasan yaitu di Kawileri, Penyangkringan, Ngampel, Kalikumuh, Sukodadi. Kerjasama pembiayaan sedang dibicarakan dengan pihak Bank Jateng. Pendekatan ini juga dilirik oleh Kementerian PUPR yang berencana mengembangkan pilot projek pada 16 kota/kabupaten di Indonesia sebagai pilot proyek (Marnia Nes, Juni )