Menumbuhkan Kesadaran Masyarakat Indonesia Agar Terbebas Dari Sampah

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perindustrian, serta mitra pembangunan lainnya, mengadakan acara Jambore Indonesia Bersih dan Bebas Sampah. Kegiatan yang dilakukan secara virtual tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan persampahan.

Pada sesi pembukaan, Ketua Umum Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Bagong Suyoto menyampaikan, tantangan yang dihadapi sektor informal di masa pandemi COVID-19 adalah menurunnya hasil pungutan sampah hingga 60 persen. “Salah satunya adalah harga sampah gabrugan yang mengalami penurunan dari Rp2.500/Kg menjadi Rp1.200/Kg,” ujarnya.

APPI juga mengeluhkan belum teraksesnya mereka oleh program-program pemerintah. "Seperti Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), bantuan lunak untuk usaha, sembako murah, dan masih banyak yang lainnya tidak kunjung datang. Hal ini juga menjadi faktor penyebab para pemulung kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan, padahal dari APPI sudah meminta pemerintah memberikan bantuan kepada pemulung,” imbuh Bagong.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Bank Sampah Indonesia (ASOBSI), Saharuddin Ridwan menyebutkan,  perlunya pengelolaan sampah yang komprehensif dan terintegrasi. “Semakin meningkatnya masalah dalam pengelolaan sampah maka masalah persampahan tidak dapat diselesaikan dengan hanya satu pilihan pengelolaan sampah, tetapi harus dengan sistem pengelolaan sampah yang komprehensif dan terintegrasi,” ujarnya.

Selanjutnya Saharuddin menjelaskan, untuk mencapai ekonomi sirkular diperlukan nilai dasar yang dapat menstimulasi perubahan perilaku masyarakat dalam memilah dan melakukan daur ulang sampah, dengan konsep dasar menjadikan sampah sebagai sumber daya utama.

Di sisi lain, Koordinator Bidang Sanitasi, Direktorat Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Laisa Wahanudin menyampaikan bahwa untuk mencapai target akses pengelolaan sampah di perkotaan sesuai RPJMN 2020-2024, maka masih diperlukan peningkatan akses sebesar 19,12% untuk pengurangan dan 25,15% untuk penanganan.

Berdasarkan data BPS Susenas 2019 tentang pengelolaan sampah rumah tangga di perkotaan, sebesar 39,59% sampah diangkut oleh petugas, 15,26% dibuang ke Tempat Penampungan Sampah (TPS), 0,64% sampah disetor ke bank sampah, 0,17% sampah dibuat kompos, dan sebanyak 0,07% sampah didaur ulang.

“Dari data tersebut diketahui, pada sekala kota akses pengelolaan sampah saat ini sebanyak 0,88% rumah tangga memulai melakukan pengurangan sampah, kemudian 54,85% sampah pada rumah tangga mulai tertangani. Sedangkan sebanyak 44,27% sampah rumah tangga tidak terkelola dengan baik,” ujarnya.

Sejalan dengan itu Kepala Sub Direktorat Barang dan Kemasan, Direktorat Pengolahan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ujang Solihin menyampaikan, urusan persampahan sudah menjadi urusan milik bersama baik itu pemerintah di tingkat pusat maupun daerah, pelaku industri khususnya produsen, dan masyarakat.

“Sampah baku berpotensi sebagai bahan baku karena timbunan sampah plastik dan kertas dalam negeri mencapai 19,66 ton/tahun (SIPSN KLHK,2021), sedangkan penggunaan sampah plastik dan kertas dalam negeri untuk industri daur ulang masih tergolong rendah yakni 46,00% (Database BS KLHK, INAPLAS, ITC. Analisis oleh SWI, 2020), dan kebutuhan bahan baku industri daur ulang plastik dan kertas tinggi yakni 7,6 juta ton/tahun (SWI), hal inilah yang menjadi rantai pemasaran sampah plastik dan kertas memiliki harga jual rendah dan bahkan peranan bank sampah terbilang belum optimal,” papar Ujang.

Selanjutnya Ujang menjelaskan jenis pendekatan dalam pengelolaan sampah yang dapat diterapkan kepada masyarakat dan para pelaku industri. Hal ini bisa dimulai dari meminimalisasi sampah dengan mendorong perubahan perilaku masyarakat. Selanjutnya melalui pendekatan ekonomi sirkular, yaitu dengan menjadikan sampah sebagai sumber daya, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat berjalan dengan baik. Serta dapat melalui penerapan pelayanan dan teknologi yang baik.

Kemudian, dalam paparannya Direktur Sanitasi, Kementerian PUPR, Prasetyo, mengatakan bahwa berdasarkan data SISPN pada tanggal 17 September 2021 sebanyak 39,9% sampah didominasi oleh jenis sampah sisa makanan. Lalu jika dilihat dari sumbernya, maka sebanyak 38,3% sampah berasal dari rumah tangga.

Menurut Prasetyo, dalam menjalankan pendekatan ekonomi sirkular, keterlibatan masyarakat dan para pelaku industri dapat menjadi sebuah peluang yang saling menguntungkan. Hal ini dikarenakan dalam peta ekonomi sirkular produsen umumnya menciptakan produk untuk para pelanggan, dan kemudian produk tersebut akan dibuang ke tempat sampah dan diangkut oleh petugas menuju TPS3R untuk dilakukan proses daur ulang. Setelah diproses kemudian barang akan dikirim kembali kepada pihak produsen yang membutuhkan bahan baku untuk membuat produknya, jelas Prasetyo.   

Pada sesi penutupan, Wahanudin menyampaikan bahwa kolaborasi semua pihak adalah salah satu upaya yang perlu dilakukan. "Kolaborasi merupakan langkah yang baik untuk kepentingan bersama, jangan sampai kita sama-sama kerja dan menyelesaikan persoalan di masing-masing lembaganya. Jadi, mari kita saling bekerja sama agar masalah ini bisa cepat terselesaikan” pungkasnya di akhir acara.

Bukan hanya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya persoalan persampahan di Indonesia, kegiatan ini juga merupakan wadah strategis untuk mempertemukan seluruh pegiat persampahan di Indonesia yang mewakili lima aktor perubahan di antaranya, pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak swasta, media, dan berbagai kalangan masyarakat yang ada di Indonesia.