Partisipasi Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Mendorong Pembangunan Sanitasi
Penulis
Pokja PPAS Nasional
Pokja PPAS Nasional
Tanggal Terbit
21 November 2021
21 November 2021
Organisasi & Jabatan
Pokja PPAS Nasional
Pokja PPAS Nasional
Dilihat
934
934
Direktorat Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas mengadakan Diskusi Pegiat Air Minum dan Sanitasi yang mengangkat tema “Peran Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dalam Advokasi Berbasis Bukti untuk Pembangunan Sanitasi.”
Dalam diskusi yang berlangsung secara daring tersebut, tampak hadir perwakilan dari Kementerian Kesehatan, Yayasan Konservasi Way Seputih, Komunitas Youth With Sanitation Concern, serta Yayasan Lombok Independent Disabilitas Indonesia (LIDI Foundation).
Dalam sambutan pembukaannya, SNV Sector Leader – WASH, Cécile Laborderie mengharapkan para peserta diskusi dapat memperoleh pembelajaran dari pengalaman beberapa OMS yang hadir sebagai narasumber pada kegiatan tersebut. “Dengan mendengarkan pengalaman dari OMS yang hadir, harapannya dapat diambil pembelajaran serta meningkatkan kapasitas yang lebih baik bagi para pelaku pembangunan,” ujar Cecile.
Cecile juga menyebutkan bahwa diskusi ini memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kolaborasi antara pemerintah pusat maupun daerah dan juga OMS ke arah yang lebih baik lagi. Terutama dalam upaya peningkatan pembangunan dan penyediaan akses air minum dan sanitasi aman bagi masyarakat.
Direktur Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Vensya Sitohang juga berpendapat sama bahwa peran mitra atau OMS ini penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan air minum dan sanitasi untuk masyarakat. “Diperlukan penguatan kemitraan terutama di era saat masih ada pandemi. Oleh karena itu, komitmen pemerintah harus semakin dipertebal dan semakin diperkuat. Sehingga prinsip no one left behind bisa dilakukan,” ujarnya. “Tidak mungkin hanya Kementerian Kesehatan saja yang berjalan sendiri,” tambah Vensya.
Menurut penuturan Vensya, selama ini dalam beberapa kegiatannya Kementerian Kesehatan juga turut menggandeng OMS yang ada dalam mengadvokasi masyarakat. “Dalam kegiatan penguatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), Kementerian Kesehatan telah bekerjasama dengan beberapa OMS. Semoga ke depannya akan semakin banyak lagi OMS yang terlibat,” harapnya.
Segala bentuk inovasi dan capaian dari OMS tersebut juga telah dibawa oleh Kementerian Kesehatan ke level nasional. Bahkan peran dari OMS ini juga mendapat apresiasi tersendiri dari Kementerian Kesehatan.
“Kementerian Kesehatan juga membawa praktik baik dari OMS ke level nasional. Bahkan dalam ajang STBM Award, aspek lembaga masyarakat juga mendapat apresiasi atau penghargaan khusus. Bahkan lembaga Museum Rekor Indonesia (MURI) turut juga memberikan penghargaan untuk semua gerakan masyarakat sipil untuk menggerakkan Stop Buang Air Besar Sembarangan dan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) sebagai sebuah gerakan dalam masyarakat,” jelas Vensya.
Sementara itu, Direktur Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS), Febrilia Ekawati dalam sesi berbagi pengalaman yang dipandu oleh WASH Adviser SNV, Saniya Niska, mengatakan bahwa dalam proses advokasi mereka melibatkan pihak strategis mulai dari mitra, kementerian, dan juga jurnalis.
“Saat kami mendorong kepala daerah, kami turut dibantu bersama dengan mitra seperti SNV dan Simavi. Selain itu kami juga mengajak rekan-rekan jurnalis untuk turut serta mendorong melalui pemberitaan. Kami berikan data faktualnya, teman-teman jurnalis yang mengangkatnya di pemberitaan,” ujar Febri.
Selain media, Febri juga menyebutkan platform komunikasi lainnya seperti media sosial yang juga turut digunakan oleh YKWS untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat. “Baik itu melalui website, Youtube, maupun Instagram, ada juga Facebook. Media sosial ini yang kita gunakan untuk menyebarkan informasi dan pengetahuan terkait air minum dan sanitasi kepada masyarakat, termasuk dalam bentuk podcast yang hingga kini juga masih aktif kita lakukan,” jelasnya.
Sementara itu pegiat sanitasi dari Komunitas Youth With Sanitation Concern, Naili Rahma mengaku menggunakan pendekatan kreatif dalam menginformasikan isu sanitasi. “Karena segmentasi kita adalah anak muda, maka kami memilih menggunakan pendekatan kreatif dalam mengadvokasi pemuda untuk isu sanitasi. Harapannya informasi tersebut akan lebih mudah untuk diterima oleh mereka,” jelasnya.
Rahma menyebutkan beberapa kegiatan-kegiatan kreatif yang dilakukan seperti desain grafis, hunting foto untuk menunjukkan kondisi sanitasi di Bandar Lampung, seminar online dan juga podcast. “Kita memanfaatkan apa yang kita punya untuk bisa mengedukasi masyarakat secara umum, termasuk juga anak-anak muda yang turut masuk dalam target sasaran kita,” terangnya.
Pemilihan segmentasi anak muda ini, menurut pemaparan Rahma, didasari pada kenyataan anak-anak muda yang belum terpapar mengenai isu sanitasi. “Selama tiga tahun berjalan, kami menemukan fakta bahwa anak-anak muda itu bukan tidak mau peduli tentang isu sanitasi, namun karena belum banyak informasi yang mereka dapatkan soal isu tersebut,” ujarnya.
Sesi berbagi pengalaman ini juga turut menghadirkan Yayasan Lombok Independent Disabilitas Indonesia atau LIDI Foundation. Baru berdiri kurang lebih 1 tahun, yayasan ini juga punya misi untuk memberikan atau membangun akses sanitasi untuk masyarakat berkebutuhan khusus.
“Kegiatan kami dalam membangun akses sanitasi, seperti sarana CTPS, lebih banyak ke membangun ulang fasilitas yang sebelumnya sudah dibangun oleh dinas terkait seperti Dinas Kesehatan. Menyesuaikan agar bisa digunakan oleh yang berkebutuhan khusus,” ungkap Ketua LIDI Foundation, Lalu Wisnu Pradipta.
Pelatihan STBM inklusif juga dilakukan oleh LIDI Foundation kepada sanitarian dan kader kesehatan desa. Menurut Wisnu, pelatihan dilakukan karena masih banyak tenaga atau kader kesehatan yang tidak memahami kebutuhan dari warga kebutuhan khusus.
Program lain yang juga dilakukan oleh LIDI adalah membangun unit usaha sanitasi, spesifik membangun jamban di wilayah yang mengalami kekeringan. “Kami juga memiliki usaha sanitasi untuk pembuatan jamban di wilayah kering. Hal ini kami lakukan karena seringkali masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut, mengaku, tidak mau membangun jamban karena kekurangan air,” jelas Wisnu. “Kami membuat inovasi berupa jamban yang satu kali tutup siram sudah bersih,” tambahnya.
Di akhir sesi, ketiga OMS menyatakan harapan yang seragam mengenai pentingnya untuk pemerintah pusat dan daerah mendukung upaya yang sudah dilakukan oleh OMS. Beberapa kemudahan serta dibukanya peluang-peluang untuk kolaborasi lebih intens, juga turut menjadi harapan bagi mereka, agar dapat secara maksimal berkontribusi dalam meningkatkan akses air minum dan sanitasi bagi masyarakat.