Pemerintah Pusat Dorong Peran Pemerintah Daerah Untuk Memastikan Keberlanjutan Program PAMSIMAS

Sesi kedua  Lokakarya Penguatan Tata Kelola Air Minum dan Sanitasi Perdesaan Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) kembali dilanjutkan dengan mengundang perwakilan dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri. Pada sesi ini lebih banyak membahas terkait peran pemerintah provinsi dalam promosi perubahan perilaku 5 pilar STBM, serta perencanaan dan penganggaran pelaksanaan program pasca PAMSIMAS.
 
Kegiatan dibuka dengan paparan yang dibawakan oleh Kasubdit Penyehatan Air dan Sanitasi Dasar, Kementerian Kesehatan, Ely Setiawati.  Dalam paparannya, Ely menyampaikan bahwa Kementerian Kesehatan memiliki tugas penting dalam memastikan layanan air minum aman dari hulu sampai ke hilir, dimana capaian akses air minum aman saat ini ialah 11,9%. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempercepat pemenuhan akses ini salah satunya melalui program PAMSIMAS yang sudah hadir di hampir 36.000 desa. Ely mengharapkan agar hasil baik yang sudah ada dapat nantinya dapat direplikasikan ke desa-desa lain.
 
“Dalam mendukung program PAMSIMAS, pilar pilar STBM lain juga sudah dimasukan ke dalam indikator PAMSIMAS. Namun tantangannya, saat ini masih sangat sedikit daerah yang sudah menerapkan kelima pilar STBM, kebanyakan baru pada tahap pemicuan, atau fokus pada pilar 1 yaitu stop BABS” tambahnya.
 
Selanjutnya Ely juga menambahkan bahwa pendanaan di desa nantinya akan lebih banyak lagi dibandingkan dengan yang ada saat ini, sehingga diharapkan daerah juga sudah mulai bergerak ke akses aman. “Kementerian Kesehatan sendiri juga sudah memberikan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk daerah, yang dikhususkan untuk pemeriksaan dan pengawasan kualitas air dan sanitasi dasar, serta STBM desa/kelurahan prioritas. Namun tetap diperlukan peran dari pemerintah daerah untuk melakukan pemantauan dan evaluasi yang baik dari daerah, agar output yang diharapkan dapat tercapai” jelasnya.
 
Paparan berikutnya disampaikan oleh Kasubdit Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian Dalam Negeri, Nita Rosalin. Dalam paparannya, Nita menegaskan kembali bahwa layanan air minum dan sanitasi merupakan urusan wajib daerah sesuai dengan UU no 23 tahun 2024, sehingga diperlukan kolaborasi yang baik dari pemerintah daerah untuk mencapai target yang sudah ditetapkan di dalam RPJMN 2020 - 2024.
 
Beberapa tantangan yang ada saat ini adalah masih banyak program di daerah yang belum sepenuhnya mendukung target dalam SDGs, serta belum menargetkan akses air minum dan sanitasi aman dalam dokumen perencanaan daerah. “Dalam penganggaran juga tidak sepenuhnya mengalokasikan untuk air minum dan sanitasi. Contohnya, dalam hasil analisis realisasi APBD, kenaikan untuk sektor air minum dan sanitasi masih dibawah 1%, hal ini dikarenakan sektor air minum dan sanitasi di sebagian besar kabupaten belum menjadi program prioritas” pungkasnya.
 
Sehubungan dengan hal ini, menurut Nita pembagian peranan tiap lembaga dari tingkat pusat sampai daerah dapat menjawab tantangan- tantangan ini. Pada tingkat pusat, Kementerian PPN/Bappenas berperan untuk menetapkan prioritas nasional, indikator dan target. Sementara Kemendagri, berperan untuk mendorong daerah dalam melakukan internalisasi dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah.
 
“Lebih rincinya lagi, setelah peran di tingkat pusat, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk memantau penerapan Standar Pelayanan Minimum (SPM) di daerah untuk  air minum dan sanitasi, serta melakukan koordinasi melalui pokja untuk melembagakan dan menginternalisasi segala kegiatan yang semula ditangani oleh proyek untuk selanjutnya ditangani oleh OPD/ instansi. Pemerintah daerah juga perlu menjamin efektivitas penyelenggaraan pemerintahan terhadap pemenuhan pelayanan dasar bidang air minum dan sanitasi” tambah Nita.
 
Menutup diskusi panel hari ini, Koordinator Bidang Air Minum dan Sanitasi, Nur Aisyah Nasution menyampaikan tentang sistem pemantauan dan evaluasi terpadu. Tujuan pemantauan adalah untuk mendorong komitmen, pelaksanaan peran, dan tanggung jawab dari para pelaku kepentingan program. Sedangkan tujuan pelaksanaan evaluasi adalah memperoleh umpan balik bagi efektivitas kegiatan dan strategi pelaksanaan masing- masing sektor. 
 
Aisyah menegaskan bahwa evaluasi dapat dilakukan sekurang kurangnya sekali dalam setahun dan dikoordinir oleh Pokja PPAS/PKP/AMPL. “Evaluasi ini juga harus menggunakan mekanisme berjenjang dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai ke tingkat desa” jelasnya.
 
Penjelasan yang disampaikan Aisyah sekaligus menutup rangkaian diskusi lokakarya penyempurnaan tata kelola program PAMSIMAS. Perwakilan pokja provinsi selanjutnya akan memberikan masukan dan tanggapan lebih lanjut terhadap dokumen tata kelola sampai akhir Agustus mendatang.