Setelah Provinsi NTT, Program FINWASH4UC Bantu Pemprov Kalbar Kembangkan Tata Kelola Pembiayaan Air Minum dan Sanitasi yang Lebih Baik

Dalam rangka mendukung upaya pemerintah mencapai target pembangunan air minum dan sanitasi aman khususnya dari aspek pembiayaan, mitra pembangunan Wahana Visi Indonesia (WVI) melaksanakan kegiatan diseminasi hasil kajian awal untuk memetakan isu dan program air minum dan sanitasi di kabupaten/kota yang dapat didukung oleh program Financing WASH For Universal Coverage (FINWASH4UC) di Kalimantan Barat pada hari Kamis (29/9) dan Jumat (30/9). Kegiatan pada hari pertama dimulai dengan sosialisasi dan konsultasi arah kebijakan dan strategi antara pemerintah pusat dengan pemerintah Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten Sekadau. Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Bappeda Kabupaten Sintang, Kartiyus, yang menyampaikan apresiasinya kepada WVI selaku penyelenggara kegiatan Pertemuan Diseminasi Hasil Kajian Awal serta Alat Bantu Model Pembiayaan Infrastruktur Program Air Minum dan Sanitasi di Provinsi Kalimantan Barat. “WVI merupakan CSO yang sudah lama mendukung Kabupaten Sintang dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap air minum dan sanitasi, termasuk menurunkan praktik BABS. Praktik BABS menjadi prioritas saat ini karena mampu menurunkan angka stunting, dimana stunting masih menjadi isu utama Kabupaten Sintang,” jelasnya.
 
Pada kegiatan ini, pemerintah pusat yang terdiri dari Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian PUPR hadir untuk berdiskusi dan menjawab pertanyaan yang menjadi isu dan tantangan pembangunan air minum dan sanitasi, terutama untuk menyediakan akses air minum dan sanitasi di perdesaan. Pertemuan ini menghasilkan beberapa tindak lanjut, antara lain yaitu diperlukannya pendampingan dari mitra kepada pemerintah daerah untuk mendukung pemerintah daerah dalam mengakses potensi pendanaan non-APBD, seperti Dana Desa, DAK, DAU, serta Hibah Air Minum dan Sanitasi. Ketersediaan informasi terkait persyaratan dan tata cara mengakses pendanaan non-APBD untuk air minum dan sanitasi menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten Sekadau yang disampaikan pada pertemuan tersebut.
 
Kegiatan pada hari kedua dimulai dengan pengantar dari Bupati Sintang, H. Jarot Winarno. Jarot menyampaikan bahwa air minum dan sanitasi sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena terbukti mampu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat agar terbebas dari stunting. Jarot juga menyampaikan harapannya kepada WVI dan program FINWASH4UC di Kabupaten Sintang, Melawi dan Sekadau yaitu untuk mendorong percepatan open defecation free (ODF) di ketiga kabupaten tersebut. Sambutan dari Bupati Sintang dilanjutkan dengan paparan dari Direktur Operasional WVI, Portunatas B Tamba yang menjelaskan bahwa FINWASH4UC memiliki objektif untuk membantu pemerintah daerah meningkatkan tata kelola pembiayaan air minum dan sanitasinya agar lebih efektif. Lebih lanjut, Portunatas juga menyampaikan bahwa kajian awal telah dilakukan sepanjang bulan Agustus sampai September di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat yang melibatkan pemerintah daerah dengan OPD terkait, “Tujuan diadakannya kegiatan hari ini ialah untuk memaparkan hasil kajian awal yang telah dilakukan oleh konsultan, serta menjaring umpan balik/ masukan untuk menyempurnakan kajian ini,” jelasnya.
 
Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan singkat terkait program oleh Project Manager FINWASH4UC, Maya. Dalam paparannya, Maya menyampaikan bahwa implementasi program ini didasari oleh upaya untuk menjawab permasalah-permasalahan air minum dan sanitasi yang dihadapi oleh pemerintah daerah. Sebagai contoh pada sektor air minum, pemerintah daerah masih menghadapi tantangan keterbatasan finansial, serta masih kurangnya komitmen dan dukungan antar pemangku kepentingan. Pada sektor sanitasi juga masih menghadapi tantangan terkait rendahnya kesadaran masyarakat akan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
 
Lebih lanjut, Maya menjelaskan tiga komponen utama program yang mencangkup (a) pengembangan pembiayaan infrastruktur air minum dan sanitasi (b) pengembangan kemitraan untuk investasi air minum dan sanitasi, serta (c) pengembangan sistem dan percontohan akuntabilitas keuangan, “Kegiatan hari ini akan berfokus pada komponen pertama yang akan membahas alat bantu/ tool kit untuk memfasilitasi pemda dalam membangun model pembiayaan infrastruktur, identifikasi kebutuhan, mengintegrasikan dengan kebijakan yang sudah ada, serta kerja sama dengan Pokja AMPL/PKP setempat,” pungkasnya.
 
Hasil kajian yang diambil dari 360 sampel dengan total 4.906 populasi ini kemudian dijelaskan lebih rinci oleh perwakilan konsultan, Rosdian, “Hasil mencatat bahwa anggaran untuk sektor air minum dan sanitasi masih terbilang rendah, dimana dari total anggaran APBD hanya terealisasi sekitar 6,25% untuk air minum dan 2,68% untuk air limbah. Sementara anggaran didominasi oleh pembangunan jalan sebesar 59,28%,” jelasnya.
 
Pada bagian perencanaan, Rosdian memaparkan bahwa masih diperlukan pendekatan yang lebih insentif dengan aktor legislatif yang dapat membantu penyusunan perencanaan, serta  diperlukan juga peningkatan inklusivitas dengan melibatkan kelompok- kelompok marginal.
 
Pada bagian penganggaran, Rosdian menjelaskan bahwa mayoritas pemerintah daerah hanya menggunakan anggaran dari DAK dan APBD, yang sebetulnya potensi penganggaran  lainnya masih bisa dikembangkan seperti dana hibah, dana desa dan pendanaan hasil kerjasama dengan pihak swasta. Pada bagian monitoring dan evaluasi, tercatat bahwa masih ada penggunaan data kualitas air yang tidak terbarukan pada saat melakukan input ke sistem, serta masih terbatasnya dokumentasi praktik baik dari hasil monitoring di lapangan untuk dapat direplikasi kembali. Selain itu, forum PKP di tiap kabupaten juga belum dimaksimalkan untuk pertukaran informasi.
 
Poin terakhir pada hasil kajian menyoal terkait penggunaan SIMDA dan SIPT yang masih membutuhkan perhatian khusus, seperti peralihan dari penggunaan SIMDA ke SIPD, serta kolaborasi yang lebih inisiatif antara pemerintah daerah dengan pusat dalam adaptasi digital. Paparan hasil kajian ini kemudian mendapat masukan dari peserta yang hadir. Salah satunya ialah terkait dengan program PAMSIMAS yang juga beroperasi di lokasi yang sama.
 
Kegiatan dilanjutkan dengan paparan temuan market map/ kondisi pasar yang menggunakan pendekatan pentahelix dengan menyasar 5 aktor utama, yaitu pemerintah, masyarakat, akademisi, bidang usaha dan media. Salah satu hasil temuan yang dipaparkan ialah terkait rantai distribusi sektor air dan sanitasi yang masih berfokus di wilayah ibukota kabupaten. Beberapa PDAM di Kalimantan Barat masih terfokus pada pemeliharaan bangunan penangkap air, reservoir, dan pengolahan air. Sedangkan pada sektor sanitasi, penyedia layanan hanya seputar jasa tukang dan penjualan bahan jamban di toko material yang hanya berlokasi di kota/kabupaten saja, sehingga menyulitkan pada saat proses transfer ke desa. Hal ini berdampak pada tidak optimalnya adopsi akses air minum, dan sanitasi di wilayah pedesaan yang juga dilatarbelakangi oleh  kondisi geografi, ketersediaan infrastruktur dan manajemen, serta perbedaan tingkat pengetahuan.
 
Hasil kajian juga memaparkan urutan tantangan terbesar sampai yang terendah yang dihadapi oleh pemerintah daerah. Dimulai dari tantangan pada kebutuhan permodalan yang cenderung cukup sulit, sampai ke diferensiasi produk yang cukup homogen, sehingga masih banyak peluang untuk membuka layanan bisnis yang lain, seperti jasa penyedotan tinja.
 
Sebelum kegiatan ditutup dengan sesi diskusi dan penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL), Junior WASH Consulting WVI, Ruhun sempat memaparkan terkait alat bantu/ toolkit bagi pemerintah daerah. Salah satu contoh alat yang didemonstrasikan ialah perhitungan biaya penyediaan jamban dan tangki Septik. Dimulai dari pengisian pada kolom pilihan spesifikasi yang memerlukan data ukuran jamban, jumlah anggota keluarga, sampai ke spesifikasi material yang akan digunakan. Kemudian secara otomatis, kalkulasi biaya pembangunan akan terhitung secara rinci dari biaya pekerjaan sipil sampai ke biaya pekerjaan mekanikal dan elektrikal.