Strategi Dinkes OKU untuk Hilangkan Praktek BABS

Program Jamban murah berhasil menjadi jawaban untuk mendukung program Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di tempat terbuka di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Faktanya, lewat program tersebut kini ratusan desa di OKU sudah memiliki jamban.

 

Banyak yang berfikir, membangun kesehatan masyarakat membutuhkan banyak dana, sehingga kalau tidak ada anggaran, maka program tidak bisa berjalan. Pemikiran ini ternyata tidak berlaku bagi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ulu, Husni Thamrin.

 

“Untuk menyehatkan masyarakat saya tidak peduli ada dana atau tidak, yang perlu dilakukan adalah terus mencoba dengan optimal menjalankan program di tengah keterbatasan anggaran, termasuk dalam menjalankan pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM),” tegasnya seperti dikutip dalam Mediakom.

 

Menurut Husni, memang bukan pekerjaan mudah untuk merubah perilaku masyarakat yang sudah berpuluh-puluh tahun melakukan praktek BABS di tempat terbuka, termasuk di sungai. “Tapi, dengan pendekatan budaya dan kekeluargaan  yang terus menerus, masyarakat kini sudah mulai berubah, tak melakukan BABS lagi di sungai. Hal terpenting harus ada kemauan keras,” kata Husni.

 

Sementara itu, Sekretaris Dinas Kesehatan OKU, Rozali mengatakan bahwa merubah perilaku masyarakat di OKU sangatlah unik, belum lagi aliran sungai yang panjang dan banyaknya kebun yang terbentang menjadi tatangan lain yang harus dihadapi. Sekalipun demikian, sejak 2016 secara bertahap sudah ada 39 desa yang sudah berhasil Stop BABS, sementara desa yang lain juga sudah melakukan STBM.

 

Program Jamban Murah Jadi Solusi

 Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Kesehatan OKU, Dedy Wijaya menjelaskan bahwa untuk menstimulan warga agar tidak lagi melakukan praktek BABS, Dinkes pun mengeluarkan program jamban murah. Salah satu tujuannya ialah untuk mendorong masyarakat agar tidak lagi BABS, terutama bagi mereka yang tinggal di pinggir sungai. 

 

Tak disangka program ini mendapat respon bagus dari warga. Alasannya para warga merasa tertantang setelah melihat desa lain bisa terbebas dari praktek BABS, sedangkan desa mereka belum. Apalagi melihat bupati dan pejabat akan hadir pada acara deklarasi stop BABS di suatu desa. “Maka dari itu, di tahun berikutnya mereka berlomba-lomba untuk ikut deklarasi yang dilakukan bersamaan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN), “ kata Dedy.

 

Selanjutnya, Kasi Kesehatan, Dinkes OKU, Fitri Suryani mengungkapkan, untuk mendorong masyarakat peduli dengan program STBM, pihaknya membentuk fasilitator STBM tingkat kabupaten yang bertugas turun ke lapangan untuk menyapa dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Meski awalnya banyak penolakan, tapi seiring berjalannya waktu pemikiran masyarakat mulai terbuka dan menerima dengan senang hati.

 

“Karena di STBM ini semua dikerjakan bersama-sama dan gotong royong, saya pribadi merasa senang. Apalagi saat bisa berbagi pengalaman dan mendapat inspirasi dari warga untuk mewujudkan masyarakat sehat,” ujar Fitri.

 

Dari Dana Desa Hingga Arisan Jamban

 Guna menggerakan masyarakat membuat jamban keluarga, Dinkes juga mulai mengadvokasi untuk menggunakan dana desa dan dana bergulir untuk membangun jamban keluarga.

 

“Saat ini dana desa dan dana bergulir dapat saling melengkapi untuk membangun jamban keluarga. Untuk dana bergulir sendiri besarannya Rp 1 juta untuk setiap kepala rumah tangga,” ujarnya. Fitri menambahkan, keberadaan dana desa dan bergulir ini juga telah berhasil meningkatkan semangat warga untuk memiliki jamban.

 

Sementara itu, tenaga fasilitator STBM, Febri menceritakan bahwa banyak suka duka yang dirinya hadapi saat melakukan pendampingan kepada masyarakat. “Ada yang mudah, ada juga yang susah dan ngeyel,” ungkap Febri.

 

Menurutnya, untuk melakukan pemicuan kepada masyarakat senjatanya hanya satu yaitu sabar. Tapi kini sedikit demi sedikir semuanya telah berubah, bahkan masyarakat desa kita sudh merubah arisan perabotan dan lainnya menjadi arisan jamban.

 

“Itu dilakukan karena mereka sudah menempatkan jamban lebih prioritas dari sekedar hambal, panci, dan lain sebagainya. Selain itu, saat ini masyarakat juga sudah mulai berubah cara pandangnya terhadap kesehatan,” pungkas Febri.

 

 

Penulis : Prawito

Editor : Prima Restri dan Cheerli