Tahun Kedua, Pionir Ajang Penghargaan Sanitasi Provinsi Tingkatkan Standar

MANADO — Senin, 31 Maret 2019

Di tahun kedua penyelenggaraannya, ajang penghargaan sanitasi se-Sulawesi Utara "Sulut Sensanitasional Award (SSA)" maju setingkat lebih berani. Tahun lalu, penganugerahannya dilakukan pada ajang Kick Off PPSP Provinsi Sulawesi Utara di hadapan jajaran pokja dan sekda. Tahun ini, SSA menarik perhatian pegiat sanitasi se-Sulawesi dengan penganugerahan yang dilakukan pada Musrenbang Regional Sulawesi, Senin (31/3) kemarin. Musrenbang Regional yang digelar di Kota Manado tersebut turut menghadirkan perwakilan Kementerian Dalam Negeri, para gubernur serta bupati/walikota lintas provinsi di Sulawesi.

"Jadi, teman-teman peserta [dari] provinsi [lain] kemarin memang terkesan kaget bahwa Sulut ada award khusus untuk sanitasi," ujar Kepala Bidang Infrastruktur & Pengembangan Wilayah (IPW) Bappeda Sulut, Elvira M. Katuuk. "Memang, pada waktu pengumuman pemenangnya, di tayangan itu muncul hasil penilaian, bobot penilaian, dan rincian. Jadi mereka langsung lihat, 'Oh begini ya'."

Menggelar SSA pertama kali di tahun 2017, Provinsi Sulawesi Utara merupakan pionir perhelatan ajang penghargaan sanitasi di tingkat provinsi. SSA ini sendiri awalnya lahir dari semangat Pokja AMPL/Sanitasi Sulut untuk melakukan monitoring evaluasi (monev) atas implementasi Roadmap Sanitasi Sulut. Dengan melakukan monev dalam bentuk pemberian penghargaan, SSA berhasil memicu semangat kabupaten/kota untuk melakukan perbaikan sanitasi di daerahnya. Hal ini terutama terlihat saat Elvira membandingkan antusiasme kabupaten/kota saat SSA tahun lalu dan SSA tahun ini.

"Jadi kita juga kaget, ternyata respon dari kabupaten/kota luar biasa. Dengan adanya award ini, mereka ternyata sudah melakukan indikator penilaian lomba SSA untuk merancang dan menjalankan program di kabupaten/kota," tandas Elvira.



Untuk tahun ini, SSA lebih menekankan pentingnya inovasi dibandingkan aspek-aspek implementasi lain. Bobot penilaian inovasi pun meningkat dari 10% di tahun lalu ke 20% di tahun ini. Elvira menjelaskan, hal ini dilakukan untuk merangkul kearifan lokal kabupaten/kota dalam mencapai sanitasi. Kebiasaan menjaga kebersihan, lanjut Elvira, sebenarnya sudah tertanam pada keseharian masyarakat di beberapa tempat.

"Di Bolaang Mongondow Timur, misalnya, ada beberapa desa yang mensyaratkan pengantin baru untuk bangun jamban bagi warganya. Kalau dulu syaratnya tanam pohon, sekarang bangun jamban," jelas Kasubid Prasarana Wilayah & Permukiman Sulut, Ridwan Anom.

Ridwan melihat, dalam waktu setahun ini perkembangan sanitasi di tingkat kabupaten/kota terbilang pesat. Pada ajang SSA tahun lalu, hanya Kota Bitung yang memperoleh skor di atas 5 dari skala 10. Tahun ini, Kabupaten Minahasa Utara berhasil meraih skor 7,18 dan meraih Juara III. Di posisi Juara II, Kota Kotamobagu meraih skor 7,30. Sementara itu, Kota Bitung kembali meraih Juara I dengan skor 8,43.

Tahun ini, tahapan penilaian SSA juga bertambah 'serius' dengan adanya sesi presentasi dan wawancara di samping pengumpulan data mandiri oleh kabupaten/kota. Rupanya peningkatan standar ini cukup membuat beberapa kabupaten/kota gentar. Alhasil, hanya 10 dari 15 kabupaten/kota di Sulut yang maju ke tahap presentasi.

Menyuarakan pengurangan penggunaan plastik, Pokja Sanitasi/AMPL Sulut turut mengganti bahan tropi SSA. Semula terbuat dari bahan akrilik, tahun ini tropi SSA terbuat dari kayu kelapa yang tahan lama dan tahan rayap. Selain tropi dan piagam penghargaan, para pemenang akan turut menerima alokasi Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dari provinsi untuk menunjang sanitasi di daerahnya. Untuk ke depannya, Elvira berharap, tingkat partisipasi SSA dapat meningkat menjadi 100%.

"Harapan saya, semua kab/kot maju sama-sama," ujar Elvira. "Jadi memang ini kebersamaaan yang mau kita kejar."

***