Tingkatkan Akses Air Minum dan Sanitasi Aman, Pokja PPAS Nasional Dorong Keterlibatan Aktif Eksekutif dan Legislatif
Penulis
Pokja PPAS Nasional
Pokja PPAS Nasional
Tanggal Terbit
30 September 2021
30 September 2021
Organisasi & Jabatan
Pokja PPAS Nasional
Pokja PPAS Nasional
Dilihat
750
750
Dalam rangka mendorong peningkatan akses air minum dan sanitasi yang layak dan aman bagi semua masyarakat melalui program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen Bina Bangda), Kementerian Dalam Negeri, yang merupakan anggota Kelompok Kerja Pembangunan Perumahan, Permukiman, Air Minum, dan Sanitasi (Pokja PPAS) Nasional mengadakan kegiatan Workshop Dukungan Eksekutif dan Legislatif yang dilaksanakan secara hybrid (daring dan tatap muka) di Hotel Grand Mercure Yogyakarta, pada 15-17 September 2021.
Sejak dimulai pada tahun 2008, Pamsimas telah menjangkau lebih dari 30 ribu desa/kelurahan di 396 kabupaten dan 11 kota yang tersebar di 33 provinsi. Hingga saat ini, Pamsimas setidaknya telah berhasil menyediakan akses air minum kepada lebih dari 17 juta jiwa dan akses sanitasi kepada lebih dari 15 juta jiwa. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Pamsimas melalui Sistem Informasi Manajemen (SIM), diketahui bahwa 95% dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang terbangun masih memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pada pembacaan laporan ketua panitia, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah (SUPD) II, Ditjen Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri, Iwan Kurniawan, mengatakan, maksud dari kegiatan workshop ini ialah untuk meningkatkan komitmen perencanaan dan penganggaran di sektor air minum dan sanitasi guna mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030. "Adapun secara lebih rinci kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan dukungan dan pemahaman eksekutif dan legislatif di daerah akan pentingnya penyediaan akses air minum dan sanitasi kepada masyarakat," ujarnya.
Selain itu, sesuai Pasal 12 Ayat 1 Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa pelayanan air minum dan sanitasi merupakan kewenangan daerah dan menjadi urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Oleh karena itu, pemerintah derah wajib berperan aktif dalam mewujudkan pelayanan dasar, termasuk penyediaan akses air minum dan sanitasi kepada masyarakat.
Kemudian, dalam sambutannya, Kepala Biro Pengembangan Infrastruktur Wilayah dan Pembiayaan Pembangunan, Bappeda Yogyakarta, Bambang Widhyo Sadmo yang mewakili Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menyatakan bahwa pihaknya mendukung penuh komitmen pusat untuk meningkatkan akses penyediaan air minum dan sanitasi kepada seluruh masyarakat. "Pemda DIY juga berkomitmen untuk mengawal keberlanjutan pembangunan sektor air minum dan sanitasi, terutama di daerah yang masih tinggi gap aksesnya," ungkap Bambang.
Menurutnya, dalam peningkatan akses air minum dan sanitasi bukan hanya dibutuhkan komitmen yang kuat, tetapi diperlukan juga inovasi dan terobosan baik berupa teknologi maupun non-teknologi."Berkaitan dengan itu, dukungan dari semua pihak, terutama dari eksekutif dan legislatif sangatlah dibutuhkan dan melalui acara ini diharapakan bisa timbul komitmen dan sinergitas lintas sektor yang semakin kuat antar semua pemangku kebijakan guna memenuhi target pemenuhan akses air minum dan sanitasi aman untuk semua," ungkapnya.
Sementara itu, pada sambutan pembukaannya, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Hari Nur Cahya Murni, menuturkan bahwa keterlibatan eksekutif dan legislatif dirasa penting karena keduanya memiliki wewenang dalam mengatur penganggaran dalam pembangunan air minum dan sanitasi ini.
Berdasarkan analisa belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM) Pamsimas, diketahui bahwa belanja air minum di tingkat pemerintah daerah relatif masih rendah dibandingkan dengan total APBD secara keseluruhan, yaitu rata-rata sebesar 0,96%, dengan kenaikan alokasi anggaran per tahun sebanyak 1,44%, sementara capaian akses Air Minum, khususnya di wilayah Pamsimas sebesar 58,05% dan untuk sanitasi sebesar 65,50%. Bukan hanya gap yang masih cukup besar, dalam pemenuhan akses air minum dan sanitasi, pemerintah daerah juga diketahui menghadapi sejumlah tantangan lain, seperti masih rendahnya alokasi pendanaan, terbatasnya ketersedian air baku, rendahnya kesadaran masyarakat, hingga masih terbatasnya ketersedian sarana dan prasarana.
"Untuk itu, dalam acara ini kami mengajak para eksekutif dan legislatif untuk melihat dan membedah kembali APBD-nya untuk melihat apakah anggaran kita untuk penyediaan layanan akses dasar air minum dan sanitasi ini sudah sesuai dengan yang dibutuhkan," jelas Hari.
Hari menambahkan, penyediaan akses air minum dan sanitasi kepada masyarakat bukan hanya terbukti dapat meningkatkan kesehatan diri dan lingkungan, namun juga telah terbukti efektif dalam penurunan dan pencegahan stunting. "Harapannya Pamsimas dan juga berbagai program nasional lainnya bisa diadopsi oleh semakin banyak kabupaten/kota, sehingga Indonesia bisa menurunkan angka stunting," katanya.
"Dalam memastikan keberlanjutan program penyedian akses air minum dan sanitasi seperti Pamsimas ini, terdapat sejumlah hal yang perlu dilakukan, yaitu menjaring komitmen eksekutif dan legislatif, meningkatkan peran pemerintah daerah, mengeluarkan kebijakan pendukung, dan terakhir melakukan kolaborasi program dengan berbagai sumber pendanaan," ujar Hari mengakhiri paparan dan sambutannya.
Disisi lain, Direktur Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti menjelaskan bahwa hingga saat ini capaian sektor air minum dan sanitasi layak dan aman di Indonesia masih belum optimal. "Bahkan, jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam, air minum dan sanitasi kita masih tertinggal. Kondisi ini harus kita kejar karena kita harus setara dengan negara lain dan itu juga yang dibutuhkan masyarakat," ungkapnya.
Menurut Virgi, masih tingginya praktik Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di tempat terbuka ini juga yang menyebabkan sungai-sungai di Indonesia masih kotor dan tercemar. Berdasarkan data BPS, Susenas 2020, sebanyak 6,19% Rumah Tangga (RT) Indonesia yang masih melakukan praktik BABS di tempat terbuka. "Karena angka penduduk Indonesia yang tinggi, maka persentase ini sebanding dengan ± 16 juta orang atau setara dengan jumlah penduduk satu negara Belanda. Jadi bisa dibayangkan banyak sekali penduduk yang masih melakukan praktik tidak baik ini," kata Virgi.
Hingga saat ini, telah banyak program-program nasional yang dirancang dan diluncurkan untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi layak dan aman, salah satunya melalui Pamsimas ini. "Dengan adanya target 15 persen akses air minum dan sanitasi aman yang harus terpenuhi pada tahun 2024 mendatang, maka terdapat sejumlah hal yang harus dilakukan. Saya selalu menyebutkan ada lima aspek penting yang harus dilakukan untuk bisa mencapai target pemenuhan akses air minum dan sanitasi layak dan aman yaitu, aspek kelembagaan yang jelas dan kuat. Kedua, adalah regulasi, dimana regulasinya ini harus lengkap. Ketiga, yaitu perlunya edukasi masyarakat. Keempat, perlu adanya ketersediaan infrastruktur, dan terakhir yaitu pembiayaan untuk memberikan layanan yang terus menerus kepada semua masyarakat," ungkap Virgi.