USAID IUWASH PLUS Gelar Dialog Mendukung Ketersediaan Air Baku Nasional
Penulis
Pokja PPAS Nasional
Pokja PPAS Nasional
Tanggal Terbit
19 Desember 2021
19 Desember 2021
Organisasi & Jabatan
Pokja PPAS Nasional
Pokja PPAS Nasional
Dilihat
849
849
USAID IUWASH PLUS Bersama Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengadakan acara Dialog Kebijakan bertajuk Membangun Sinergitas Sumber Daya Air Untuk Mendukung Ketersediaan Air Baku Nasional, Selasa (1/12). Kegiatan ini berlangsung baik secara luring maupun daring.
Dalam sambutan pembukaannya, mewakili Deputi Sarana dan Prasarana, Kementerian PPN/ Bappenas, Abdul Malik Sadat Idris selaku Direktur Pengairan dan Irigrasi, menyampaikan ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi dalam rangka konservasi air baku. “Di dalam sumber daya air, kita mengalami tiga tantangan, yaitu meningkatnya populasi sehingga konsumsi air semakin naik dan sumber air berubah serta adanya perubahan iklim. Hal ini yang harus diantisipasi bagaimana upaya konservasi sumber daya air yang efektif ataupun program-program lain, untuk kita menjaga kesinambungan air baku,” jelasnya.
Berkaitan dengan kondisi air baku air minum, Abdul menyebut bahwa di Indonesia, ketersediaan air baku tidak merata. Pulau Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi saat ini mengalami defisit air baku. “Seperti Maluku Utara, disana banyak mengandalkan air tanah dan sudah berlebihan, sehingga air semakin surut dan itu juga terjadi di pulau Jawa. Namun, di satu sisi, ketersediaan air permukaan masih ada dan diharapkan bisa mendorong kebutuhan air baku,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk kualitas air baku, terutama yang di permukaan, indeks kualitasnya baru mencapai 52,62 persen. “Terutama kualitas air tanah perlu kita perbaiki karena akan sulit untuk memperbaiki kualitasnya air tanah yang sudah mengalami pencemaran,” ungkap Abdul.
Wakil direktur Lingkungan hidup USAID Indonesia, Mark Newton, dalam sambutannya menyampaikan bahwa penurunan sumber air baku, baik air tanah maupun air permukaan dapat mengganggu distribusi dan kualitas layanan air minum bagi masyarakat. “Hal ini berpotensi untuk menghambat pencapaian target pembangunan nasional bidang air minum sebagaimana yang diamanahkan dalam RPJMN,” ujarnya.
Mark menyebutkan bahwa USAID IUWASH PLUS memiliki program unggulan yang berada di 35 kabupaten kota untuk meningkatkan akses air bersih dan sanitasi serta memperbaiki prilaku hygiene masyarakat miskin dan rentan. “USAID IUWASH PLUS telah berhasil mengembangkan konsep dan teknik konservasi air tanah dan mata air di 14 kabupaten kota dampingan melalui kajian kerentanan mata air dan rencana aksi atau KKMA – RA dan pembangunan sumur resapan. Hal ini telah membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber air baku,” jelasnya.
Keberhasilan dari 14 kabupaten kota lokasi implementasi USAID IUWASH PLUS tersebut, menurut Mark, perlu dilanjutkan dan disebarluaskan ke kabupaten dan kota lainnya. Koordinasi dan dukungan seluruh pemangku kepentingan, serta kepemimpinan dari lembaga nasional, sangat dibutuhkan untuk pengembangan KKMA – RA.
‘Kami sangat senang pada hari ini bisa bertemu dengan semua mitra di tingkat lokal dan nasional, untuk bersama-sama bersinergi dan saling mendukung untuk menjamin ketersediaan ai baku nasional,” harap Mark.
Dalam penyampaian keynote kedua dari Dirjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan, yang diwakili oleh Sri Handayaningsih, Direktur Kerusakan Perairan Darat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kembali mengingatkan bahwa air menjadi sesuatu yang vital bagi kehidupan manusia dan pembangunan suatu negara yaitu untuk memenuhi kebutuhan pertanian, rumah tangga, Industri, pariwisata serta pembangunan ekonomi lainnya.
“Ketersediaan air baku dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat di beberapa pulau di Indonesia, kondisinya hampir kritis, bahkan sampai sangat kritis, terutama di pulau Jawa. Hanya beberapa pulau di Indonesia seperti Kalimantan dan Papua saja yang kondisinya mungkin relatif surplus,” ujar Sri. “Akan tetapi jika sumber air di daerah tersebut kemudian dieksploitasi tanpa mengindahkan aspek-aspek konservasi maka tidak menutup kemungkinan, pada suatu saat, akan mengalami kondisi yang sama,” lanjutnya.
Untuk mencapai ketersediaan air untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan, menurut Sri, diperlukan suatu daya dukung dari Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sehat, dapat berfungsi untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air curah hujan sehingga meresap ke dalam tanah, menjadi mata air sungai, danau dan mengalir ke laut secara alamiah.
“Oleh karena itu pengelolaan DAS dan konservasi lahan perlu untuk dilakukan, untuk memulihkan degradasi hutan dan lahan, serta meningkatkan produktivitas hutan dan melindungi sumber air terutama di aliran hulu,” jelas Sri.
Terkait dengan kebutuhan air baku di Indonesia, Direktur Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti menyebutkan bahwa proyeksi total kebutuhan air baku/air minum untuk domestik maupun industri di tahun 2024 adalah sebesar 660 m3/detik. “Kebutuhan air perpipaan adalah sebesar 231 m3/detik, dengan total ketersediaan sebesar 212,7 m3/detik. Artinya kita punya defisit penyediaan air baku sebesar 18,3 m3/detik. Itu adalah kebutuhan air baku kita hingga tahun 2024,” jelas Virgi.
Untuk pemakaian air tanah, dimana menurut Virgi dominan dilakukan di Indonesia, juga harus dipastikan kualitasnya. “Mayoritas penyediaan air minum kita bukan disediakan oleh jaringan perpipaan namun oleh air tanah, dan tentu saja juga harus kita pastikan kuantitas dan kualitasnya. Tentu saja diperlukan upaya konservasi agar air tanah yang digunakan oleh masyarakat terjaga kualitas dan kuantitasnya,” ujarnya.
Bicara mengenai ketersediaan air baku nasional, Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Kementerian PPN/Bappenas, Nur Hygiawati Rahayu, menilai dengan curah hujan yang cukup besar di Indonesia, ketersediaan air baku masih terbilang mencukupi, namun yang perlu dibenahi adalah lebih ke manajemen airnya. “Semisal pulau Jawa yang jumlah penduduknya banyak sementara pulaunya tidak besar, apakah kebutuhannya tercukupi atau tidak,” ungkapnya.
Wanita yang juga akrab dipanggil Yuke ini juga mengutarakan bahwa air yang diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari adalah air permukaan baru kemudian air tanah. “Sebenarnya jika untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat, kita berharapnya itu dapat dipenuhi oleh air permukaan dulu. Air tanah menjadii tabungan kita,” jelas Yuke. “Permasalahannya, kita sudah terlebih dahulu menggunakan air tanah. Itulah mengapa kita perlu memperbaiki terkait bagaimana manajemen airnya,” tambahnya.