Buku
Shit Matters: The Potential of community-Ied total sanitation
Lyla Mehta, Synne Movik (ed)
05 Desember 2011
849
Sejak dahulu sampai saat ini, sanitasi tetap menjadi salah satu tantangan besar. Banyak hal yang berhubungan dengan sanitasi dianggap tabu untuk dibicarakan oleh masyarakat. Perhatian dan upaya pembangunan sanitasi sudah banyak dilakukan, akan tetapi tidak sedikit yang mengalami kegagalan. Penyediaan jamban atau toilet tidak menjamin penggunanya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
Sejak tahun 2000, pelatihan tentang Sanitasi yang dikenal dengan nama Community Led Total Sanitation (CLTS) di beberapa pedesaan di Bangladesh memberikan alternatif pendekatan yang lain dalam hal sanitasi yaitu dengan berfokus untuk memfasilitasi perubahan perilaku masyarakat melalui teknik teknik partisipatif. Dengan teknik ini diharapkan masyarakat memiliki kesadaran akan hubungan antara buang air di ruang terbuka dengan timbulnya penyakit. Disini masyarakat di dorong untuk menganalisa situasi sanitasi di lingkungan sekitarnya dan mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang terjadi.
Pendekatan yang dilaksanakan di Bangladesh terbukti keberhasilannya. Hal ini banyak diimplementasikan di berbagai negara. Saat ini setidaknya sudah 40 negara yang memiliki potensi yang sama untuk mengatasi masalah CLTS yang juga merupakan salah satu tujuan dari tujuan pembangunan Milenium.
Buku ini merupakan hasil penelitian tentang potensi dan tantangan CLTS di Bangladesh, India dan Indonesia disertai dengan berbagai pengalaman di Afrika yang penting dibaca oleh siapapun yang tertarik dalam pengembangan kesehatan dan kebijakan publik khususnya yang berhubungan dengan sanitasi.
Warta Apkasi "Menanti Kebangkitan Ekonomi Desa", Edisi Desember 2010
Redaksi Majalah Warta Apkasi
2010
940
Dalam edisi kali ini Warta Apkasi mengangkat laporan utama tentang menggerakkan BUMDes untuk perekonomian Desa. BUMDes merupakan lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan membangun kerekatan sosial masyarakat yang dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa.
Selain program BUMDes, Apkasi kali ini menampilkan juga beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan APKASI diantaranya adalah pemilihan pengurus; bantuan bencana untuk Wasior, Mentawai dan merapi; Rakorwil APKASI Kaltim dan Rakorwil Lampung. Dimana pada kegiatan ini peserta dibekali pengetahuan mengenai kebijakan pemerintah tentang barang dan jasa. Selain itu dibahas pula tentang pedoman penyusunan APBD 2010; Mengenal Majelis Kehormatan Kode Etik BPK yang disertai dengan mekanisme kerja kode etik BPK; tokoh kita yang menampilkan H Aang Hamid Suganda S.Sos Sekretaris Umum APKASI; Susunan pengurus APKASI pergantian antar waktu periode 2010-2013; dan program kerja APKASI Oktober-Desember 2010
PHLN, Pinjaman dan Hibah Luar Negeri dalam Disparitas Pembangunan Kesehatan
Endang Rahayu Sedyaningsih (kt Pengantar), Kementrian Kesehatan RI
01 Desember 2011
1.253
Dalam bidang kesehatan, keberadaan modal asing saat ini merupakan salah satu pengaruh dari era globalisasi. Hal ini dapat terlihat dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit, masuknya tenaga kesehatan asing, serta banyaknya masyarakat yang berobat ke luar negeri karena tidak puas dengan pelayanan kesehatan di dalam negeri.
Berhubung Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat dalam hal pelayanan dan pembangunan kesehatan, untuk itu dilakukan kerjasama dengan luar negeri. Salah satu bentuk kerjasama yang dijalankan adalah pinjaman dan hibah luar negeri. Agar kerjasama ini tidak menyimpang dari tujuan pembangunan kesehatan maka diperlukan alokasi dan pendayagunaan yang ditata dengan baik.
Buku ini mencoba merintis pemetaan pinjaman dan hibah luar negeri agar dapat membantu pimpinan untuk mengambil kebijakan dalam penetapan PHLN yang akan datang.
Percik Yunior Edisi 18 Maret 2011 " Beraksi mulai dari Rumah Bumi "
Redaksi majalah Percik Yunior
2011
897
Dari Kesadaran Ke Tindakan - Pembangunan AMPL yang Lebih Sensitif Gender (Review dan Draft Concept Note Mengenai Implementasi Pengarus Utamaan Gender Dalam Pembangunan AMPL
Waspola Facility
05 April 2011
974
Ada sebuah pertanyaan penting yang selalu mengusik selama mengoperasionalisasikan kebijakan nasional AMPL, terutama terkait dengan isu Gender. Pertanyaan tersebut adalah "Apakah kesadaran seseorang atau kelompok mengenai pentingnya peran perempuan dalam pembangunan AMPL selalu diikuti dengan tindakan dalam pelaksanaan di lapangan "
Pertanyaan tersebut menjadi pijakan kegiatan review WASPOLA Facility untuk melihat sejauh mana butir ke-6 dari Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL yang terkait dengan pengarusutamaan gender diimplementasikan. Kegiatan review gender dilakukan dalam rangka melakukan kajian kepustakaan, termasuk dokumen operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL-BM, menyusun concept note dan action plan.
Sampai sejauh ini, yang sudah dilaksanakan adalah melakukan kajian kepustakaan termasuk me-review kegiatan WASPOLA dengan fokus "content kegiatan operasionalisasi Kebijakan Nasional dengan memasukkan dimensi gender sebagai komponen analisisnya sebagaimana yang tercermin dalam dokumen renstra pembangunan AMPL-BM ".
Untuk menguatkan review kegiatan operasionalisasi Kebijakan Nasional dilakukan pendalaman melalui refleksi internal konsultan WASPOLA, dan melalui kajian eksploratif pemahaman gender dan pelaksanaannya dalam pembangunan AMPL. Kajian eksploratif dengan instrumen kuestionaire dilakukan di 3 kabupaten, yaitu : Timor Tengah Utara, Grobogan, dan Kebumen. Selain itu, juga di lengkapi dengan diskusi terfokus (FGD) dan wawancara mendalam dengan masyarakat dan personel Pokja.
Dari hasil review kegiatan gender dalam pembangunan AMPL yang telah dilakukan, maka disusun draft concept note sebagai pijakan untuk menyusun strategi pengarusutamaan gender mendatang sesuai dengan mandat yang diemban WASPOLA Facility untuk melakukan perubahan. Bagaimana kesadaran yang telah ada pada pelaku AMPL diwujudkan atau diubah menjadi suatu tindakan melalui program implementasi yang terarah dan membawa manfaat yang lebih baik kepada masyarakat, menciptakan akses dan manfaat yang setara, baik kepada laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian pembangunan akan lebih berkelanjutan.
DAFTAR ISI :
Daftar Isi
Pengantar
1. Summary Hasil Review Pengarus Utamaan Gender Dalam Pembangunan AMPL
1.1.Dasar Pemikiran Review
1.2.Hasil Review Kegiatan WASPOLA
2. Draft Concept Note Pengarus Utamaan Gender Dalam Pembangunan AMPL
2.1.Pengarusutamaan dan Kesetaraan Gender
2.2.Kebijakan Kesetaraan Gender
2.3.Nilai Tambah Pengarus Utamaan Gender
2.4.Mengintegrasikan Pengarus Utamaan Gender ke dalam RENSTRA, SAMIK dan SSK
2.5.Roadshow
2.6.Kelompok Kerja
2.7.Data Diperlukan
2.8.Rencana Kegiatan WASPOLA Facility
2.9.Draft Tools Fasilitasi Pengarus Utamaan Gender
LAMPIRAN
Stop Buang Air Besar Sembarangan - CLTS Pembelajaran Dari Para Penggiat CLTS
Tim Waspola
30 Maret 2011
5.351
Penyakit berbasis lingkungan khususnya yang berkaitan dengan air (related water borne diseases) seperti DBD, diare, kecacingan dan polio, masih mendominasi prevalensi penyakit di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah belum diterapkannya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS); masyarakat masih berperilaku buruk dan tidak sehat seperti buang air besar sembarangan (BABS/open defecation) antara lain di kebun, sungai, dan lokasi sejenisnya. Data Susenas, 2007 menunjukkan bahwa rumah tangga tidak menggunakan fasilitas BAB adalah 24,8% dan 58,9% punya sendiri, sisanya menggunakan fasilitas bersama dan/atau fasilitas jamban umum. Hasil pembangunan sanitasi hingga lima tahun lalu menunjukkan bahwa penghentian perilaku buang air besar bukanlah merupakan pekerjaan mudah.
Proporsi penduduk BABS tidak menunjukkan penurunan yang berarti. Sampai kemudian pada tahun 2005, melalui fasilitasi proyek Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Plan (WASPOLA), Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) mendapat kesempatan melakukan kunjungan kerja ke Bangladesh untuk mempelajari sebuah pendekatan baru yang dikenal sebagai pendekatan Community Led Total Sanitation (CLTS). CLTS merupakan suatu upaya menghilangkan perilaku buang air besar sembarangan (BABS) melalui perubahan kesadaran masyarakat atau sisi permintaan (demand). Hal ini berbeda dengan pendekatan sebelumnya yang menekankan pada sisi penarawan (supply), yaitu menyediakan subsidi baik berupa dana maupun jamban/toilet. Asumsi utama dari CLTS bahwa perilaku BABS disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat dan bukan karena faktor akses kepada fasilitas.
Kekhawatiran ini kemudian mendorong Pokja AMPL Nasional dengan difasilitasi WASPOLA untuk mengadakan Lokakarya Nasional Konsolidasi Pembelajaran Pelaksanaan Pembangunan Sanitasi dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat di Indonesia di Lido Kabupaten Bogor Jawa Barat pada tanggal 17-19 Februari 2009. Lokakarya tersebut telah menjadi ajang saling berbagi pengalaman diantara penggiat Stop BABS sehingga didapatkan beragam pembelajaran dan praktek unggulan (best practices). Melalui lokakarya ini, diharapkan dapat dihasilkan suatu kesepakatan tentang upaya-upaya menjamin keberlanjutan program CLTS ke depan.
Menyadari pentingnya hasil lokakarya tersebut, kemudian mendorong Pokja AMPL Nasional, dengan dukungan WASPOLA dan Sekretariat STBM untuk mendokumentasikannya agar pembelajaran yang diperoleh tidak hanya dipahami oleh peserta lokakarya semata tetapi juga menyebar ke seluruh pemangku kepentingan. Beberapa hasil studi dokumentasi, kunjungan ke lokasi kegiatan, diskusi dengan Pokja AMPL dan Sekretariat STBM turut melengkapinya.
DAFTAR ISI :
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Singkatan
Bab 1 Sekilas Community Led Total Sanitation (CLTS) di Indonesia
1.1.Umum
1.2.Perkembangan CLTS
1.3.Dari CLTS Menuju STBM
1.4.Agenda
Bab 2 Pembelajaran
2.1.Kelembagaan
2.2.Pendanaan
2.3.Sosial dan Budaya
2.4.Teknologi
Bab 3 Rangkuman Pembelajaran
3.1.Kelembagaan
3.2.Pendanaan
3.3.Sosial dan Budaya
3.4.Teknologi
Daftar Pustaka
Daftar Lampiran
Pembangunan Sarana Air Bersih Berbasis Masyarakat
Pro Air
24 Maret 2011
1.722
Persoalan Sarana Air Bersih & Sanitasi merupakan isu nasional yang tidak hanya dialami oleh sebagian besar Wilayah Timur Indonesia dan daerah perdesaan, akan tetapi juga dialami oleh daerah perkotaan. Dalam konteks isu global, saat ini Indonesia masih memiliki akses terhadap sumber daya air yang masih rendah, dimana data terakhir laporan MDGs menyebutkan masih terdapat 50 persen masyarakat yang belum menikmati air bersih serta menjadi tantangan yang serius dalam mencapai target MDGs 2015.
Untuk mengatasi persoalan ini, Pemerintah Indonesia sejak awal telah mengeluarkan investasi yang cukup besar, namun sarana dan prasarana yang telah terbangun tidak dipelihara dengan baik dan tidak jarang terjadi kerusakan serius. Setelah dilakukan berbagai analisa, ternyata persoalan penyediaan sarana dan prasarana air bersih tidak hanya dilihat dari segi ketersediaan dana, akan tetapi juga terletak pada bagaimana pemeliharaan dan pengelolaannya secara berkelanjutan.
Implementasi ProAir di tiga Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu solusi pendekatan berbasis masyarakat yang memberikan nuansa lain dari program-program sebelumnya. ProAir meletakkan masyarakat penerima manfaat sebagai pelaku kunci dalam pelaksanaan pembangunan sarana air bersih dan sanitasi.
Pengalaman pelaksanaan ProAir yang tertuang dalam buku ini memberikan inspirasi kepada para pihak baik para pengambil kebijakan di daerah maupun masyarakat lain yang melaksanakan program yang sama, dimana fokus utama kegiatan adalah pada bagaimana masyarakat dan pemerintah dapat berpartisipasi aktif dalam setiap agenda kegiatan.
Dengan tersusunnya handbook ProAir ini, kami mengucapkan selamat kepada pimpinan ProAir dan penghargaan kepada tim penulis dan para narasumber yang telah memberikan kontribusi. Semoga pelajaran yang termuat di dalamnya menjadi referensi bagi pelaksanaan pembangunan sarana air bersih yang berbasis masyarakat.
Ringkasan Strategi Sanitasi dan Perubahan Perilaku Kesehatan Proyek CWSH
CWSHP - Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan
2008
1.438
Banyak daerah pedesaan di Indonesia hingga kini masih mempunyai permasalahan serius terkait dengan penyakit diare serta penyakit lain yang berhubungan dengan air dan lingkungan seperti malaria, demam berdarah atau penyakit kulit. Masyarakat miskin, anak-anak serta kelompok orang tua adalah kelompok yang paling banyak terkena penyakit tersebut dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Tahun 2006 angka penyakit diare secara nasional mencapai 300 per 1000 populasi. Penyebabnya adalah sebagian besar rumah tangga, khususnya masyarakat miskin belum mempunyai akses yang baik terhadap penggunaan air bersih dan sanitasi.
Salah satu strategi untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan, produktivitas dan taraf hidup masyarakat ialah Proyek CWSH. Dan salah satu komponen kegiatan penting yang harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan dengan pembangunan sarana air bersih dan sanitasi ialah Komponen Sanitasi dan Perubahan Perilaku Kesehatan (SHBC/Sanitation and Health Behavior Change).
Daftar Isi :
Sanitasi dan Perubahan Perilaku Kesehatan "Strategi dan Pendekatan".
Sanitasi dan Perubahan Perilaku Kesehatan (SHBC) CWSHP "Rencana Kegiatan".