Buku

Development Asia, Year III, Number VI/ January March 2010 Urban Planning Laboratory

Januari Th. 773

The rise of Asia’s megacities is the upshot of robust economic growth in the region. In turn, the expansion of these centers of industry and commerce is fueling further growth, opening more opportunities for business and employment. With six out of 10 of the world’s largest cities in Asia – and eight out of 10 of the most densely populated – the continent will be the world’s de facto laboratory for urban planning.
   
Yet urbanization does not mean proseperity for all. A great disparity between the rich and the poor – not just in terms of income but also in living conditions – persists. Asia accounts for some 60% of the world’s urban slum residents.
   
Rapid development puts pressure on infrastructure and the delivery of basic services, such as health care, water and sanitation, and energy, particularly for cities with poor urban planning. Investments in public utilities must keep pace with business and population expansion. Otherwise, economic growth cannot be sustained.
   
This edition of Development Asia examines the opportunities and challenges that urbanization presents: how it can drive or disrupt economic growth in Asia. It looks into the case of Viet Nam, one of Asia’s economic stars, which is grappling with problems arising from massive urban migration. In The Cruel  Utility of Slums, we weigh the economic value of informal settlements against the human toll. To round out coverage, we report on the progress of urban renewal programs that seek to revitalize old cities while preserving their cultural heritage.
   
In other stories, we explain the rollout of a form of political risk insurance that covers acts of terrorism. We look at how development organizations are adapting in a networked world. How well are these organizations using social media And how are internet scammers posing as development organizations Finnaly, we put the spotlight on Thailand’s Mr. Condom, Mechai Viravaidya, in our From the Field Story.

Agenda 21 Sektoral: Agenda Energi untuk Pengembangan Kualitas Hidup secara Berkelanjutan

Widjajono Partowidagdo, dkk   05 Maret 2010 1.023

Permasalahan-permasalahan bidang energi pada laporan ini dibahas berdasarkan kegagalan pasar (market failures), permasalahan pemerataan (equity) dan kegagalan pemerintah (government failures). Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di bidang energi diperlukan kebijakan-kebijakan energi yang lebih operasional. Alternatif-alternatif kebijakan untuk mengatasi kegagalan pasar, masalah pemerataan dan kegagalan pemerintah dipilih berdasarkan pola pencarian alternatif solusi kebijakan generik menurut David C. Weimer dan Aidan R. Vining yang terdiri dari mekanisme pasar, insentif, peraturan, pemasokan bukan pasar serta asuransi dan perlindungan.

Untuk pengembangan sektor energi yang berkelanjutan maka sasaran-sasaran  di bidang energi perlu diperlengkap menjadi intensifikasi, diversifikasi, konservasi, pemerataan (meliputi harga energi), lingkungan, sosialisasi, partisipasi, kemampuan nasional dan desentralisasi. Alternatif-alternatif kebijakan pada laporan ini diberikan untuk masing-masing sub sektor, yaitu minyak, gas bumi, batubara, tenaga air, panasbumi, CBM, nuklir, energi terbarukan, listrik dan konservasi beserta agendanya serta pelakunya (stakeholder).

Daftar Isi:

Sambutan
Kata Pengantar
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Daftar Singkatan
Prakata

1. Pendahuluan

2. Pembangunan yang Berkelanjutan an Pemerintahan yang Baik
2.1 pembangunan yang Berkelanjutan
2.2 Pemerintahan yang Baik (Good Governance)

3. Pengusahaan Sumberdaya Energi Primer
3.1 Pengusahaan Sumberdaya Minyak dan Gas Bumi
3.2 Pengusahaan Sumberdaya Batubara
3.3 Pengusahaan Sumberdaya Tenaga Air
3.4 Pengusahaan Sumberdaya Panas Bumi
3.5 Pengusahaan Coal Bed Methane
3.6 Energi Nuklir
3.7 Gambut
3.8 Pengusahaan Sumberdaya Energi Terbarukan

4. Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Akhir serta Sisi Permintaan Eenrgi
4.1 Bahan Bakar Minyak
4.2 Bahan Bakar Gas
4.3 Briket Batubara
4.4 Listrik
4.5 Sisi Permintaan Energi

5. Kebijakan untuk Pengembangan Sektor Energi yang Berkelanjutan
5.1 Dasar Hukum
5.2 Permasalahan-permasalahan di Bidang Energi
5.3 Evaluasi Permasalahan-Permasalahan Energi Berdasarkan Sub Sektor
5.4 Tujuan, Sasaran dan Hambatan Kebijakan Publik di Bidang Energi
5.5 Analisis Sasaran-Sasaran Kebijakan di Bidang Energi
5.6 Usulan Kebijakan Energi Berdasarkan Sub Sektor
5.7 Dampak Lingkungan Energi
5.8 Dampak Status Quo terhadap Masa Datang

6. Agenda 21 Sektor Energi
6.1 Rangkuman Identifikasi Permasalahan di Sub Sektor- Sub Sektor Bidang Energi
6.2 Rangkuman Alternatif-Alternatif Kebijakan di BIdang Energi Berdasarkan Kebijakan-Kebijakan Generik
6.3 Agenda 21 Sektor Energi

Daftar Pustaka

Ucapan Terima kasih

Agenda 21 Sektoral: Agenda Pariwisata untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan

Myra P. Gunawan, dkk (Penyusun)   05 Maret 2010 1.187

Dokumen sektor pariwisata ini ditujukan bagi para pihak yang terkait dalam pembangunan dan perwujudan pariwisata nasional untuk dapat digunakan sebagai berikut:
- Pedoman bagi perwujudan peran masing-masing kelompok pelaku (aktor): pemerintah (pusat dan daerah), industri, masyarakat maupun wisatawan.
- Sarana untuk relokasi/ pembagian tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan dan terselenggaranya pariwisata yang berkelanjutan di daerah tujuan wisata (destinasi), maupun di tingkat yang lebih tinggi (kota, kabupaten, propinsi, nasional).

Bab 1,2 dan 3 merupakan bagian yang tak terpisahkan satu sama lain. Bab 1 mencoba menggambarkan kecenderungan praktek-praktek kepariwisataan di negara berkembang, khususnya Indonesia, dan keinginan pemerintah untuk memulai 'lembaran baru' kepariwisataan Indonesia yang didasari pada semangat otonomi daerah, penyelenggaraan Good Governance, penciptaan Sustainable Human Development, serta penegakan Hak Asasi Manuasia yang dirumuskan dalam suatu kerangka konseptual.

Bab 2 merupakan bagian yang menggambarkan 'state of the art'  kepariwisataan Indonesia, dan situasi  kepariwisataan masa mendatang yang diinginkan serta identifikasi isu-isu strategis dalam penyelenggaraan pariwisata berkelanjutan.

Bab 3 merupakan Agenda Pembnagunan Kepariwisataan Nasional, yang dikelompokkan menurut para pelakunya (pemerintah, Industri, Masyarakat) serta agenda yang menjadi tanggung jawab para pihak di dalam menyelenggarakan pariwisata yang beratnggung jawab terhadap kelestarian alam dan berkelanjutan. Pada dasarnya agenda tersebut adalah prinsip-prinsip untuk memikul bersama tugas penyelenggaraan kepariwisataan secara sinergik dan tanggung jawab bersama dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Dokumen ini disertai dengan lampiran yang berisikan berbagai hal sebagai rujukan Pembnagunan Pariwisata Berkelanjutan untuk berbagai pihak yang akan terlibat serta sumber informasi yang terkait.

Daftar Isi:

Sambutan
Kata Pengantar
Daftar Lampiran
Daftar Tabel dan Gambar
Definisi
Daftar Singkatan

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Landasan Berpikir Konseptual
1.3 Ruang Lingkup

2. Pariwisata Indonesia: Situasi Saat Ini dan Tantangan Ke Depan
2.1 Perkembangan Pariwisata Internasional dan Nasional
2.2 Tinjauan Kritis Kebijakan Pariwisata Indonesia
2.3 Pariwisata Indonesia yang Diharapkan pada Masa Mendatang
2.4 Tantangan: Isu-Isu Strategis

3. Agenda Pembangunan Ke Depan
3.1 Kesadaran tentang Tanggung Jawab terhadap Lingkungan
3.2 Pergeseran Peranan Pemerintah Pusat dalam Pembangunan Pariwisata
3.3 Peningkatan Peranan Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Pariwisata Nasional
3.4 Kemantapan Industri Pariwisata
3.5 Kemitraan dan Partisipasi dalam Pembangunan Pariwisata

Lampiran
Daftar Pustaka
Ucapan Terima kasih

Agenda 21 Sektoral: Agenda Pertambangan untuk Pengembangan Kualitas Hidup secara Berkelanjutan

Rachman Wiriosudarmo, dkk   05 Maret 2010 1.257

Agenda 21 Sektor Pertambangan hanya memberikan pedoman tentang kebijakan yang berkaitan dengan tujuan-tujuan jangka panjang dalam rangka mencapai tujuan-tujuan jangka pendek. Tujuan jangka pendek yang merupakan kepentingan para investor dan pemerintah harus dicapai tanpa mengorbankan tujuan jangka panjang yang merupakan kepentingan masyarakat.

Agenda 21 Sektor Pertambangan membahas berbagai konsep dan materi yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan di masa depan. Bahasan dalam Agenda 21 Sektor Pertambangan dibagi berdasarkan proses dan permasalahan yang berkaitan dengan tujuan-tujuan jangka panjang. Bahasan atas proses-proses tersebut terbagi dalam bab-bab berikut; pendahuluan, paradigma baru pertambangan, kebijakan alokasi mineral, kebijakan investasi pertambangan, kebijakan pengelolaan lingkungan, kebijakan penutupan tambang, kebijakan desentralisasi pengelolaan sumber daya mineral, serta agenda pembangunan berkelanjutan sektor pertambangan.

Daftar Isi:

Sambutan
Kata Pengantar

1. Pendahuluan

2. Paradigma Pertambangan
2.1 Perubahan Mendasar di Indonesia
2.2 Paradigma Baru Pertambangan

3. Kebijakan Alokasi Sumberdaya Mineral
3.1 Pendekatan Manajemen Ruang
3.2 Inventarisasi Sumberdaya Manusia
3.3 Pemetaan Kepentingan Masyarakat Setempat
3.4 Alokasi Mineral dalam Kawasan Konservasi Alam
3.5 Kebijakan Penggunaan Tanah untuk Pertambangan
3.6 Aspek Lingkungan Hidup
3.7 Aspek Perizinan

4. Kebijakan Investasi Pertambangan
4.1 Kebijakan Konservasi Mineral
4.2 Kebijakan Kelayakan Ekonomis
4.3 Kebijakan Pengembangan Masyarakat Setempat
4.4 Kebijakan Tenaga Kerja
4.5 Kebijakan Perpajakan
4.6 Kebijakan Pertambangan oleh Masyarakat Setempat
4.7 Kebijakan Investasi Mineral Industri
4.8 Kebijakan Pengembangan Industri Penunjang

5. Kebijakan Penutupan Tambang
5.1 Sebab-Sebab Penutupan Tambang
5.2 Implikasi Penutupan Kegiatan Pertambangan
5.3 Pernyataan Penutupan Tambang (Mine Closure Statement)
5.4 Perencanaan Pertambangan Integratif
5.5 Hak Kepemilikan Tanah Pasca Tambang

6. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan
6.1 Dampak Pertambangan terhadap Lingkungan Hidup
6.2 Kepatuhan Terhadap Peraturan
6.3 Keterlibatan Masyarakat Setempat
6.4 Liability Principles
6.5 Self  Assessment
6.6 Prinsip Kompensasi
6.7 Risk Management Programs (RMP)
6.8 Kelembagaan AMDAL

7. Desentralisasi Pertambangan
7.1 Makna Otonomi Daerah dalam Pembangunan Berkelanjutan
7.2 Perangkat Otonomi Daerah
7.3 Tujuan dan Sasaran Desentralisasi Sektor Pertambangan
7.4 Kebijakan Perizinan Pertambangan
7.5 Good Governance di Daerah
7.6 Matriks Kewenangan

Daftar Pustaka

Ucapan Terimakasih

Anticorruption: Our Framework Policies and Strategies

04 Maret 2010 731

Contents:

Anticorruption Policy (2 July 1998)

Abbreviations

I. Introduction

II. ADB's Response

III. Definitions of Corruption

IV. The Costs of Corruption

V. ADB's Position on Anticorruption Issues

VI. Conclusions and Recommendations

VII. Appendixes

Anticorruption Policy Proposed Clarifications and Related Changes (11 November 2004)

I. Introduction

II. Background and Issues
A. Update Terms and Broaden Definitions
B. Update Operations Manual and Guidelines
C. Reinforce teh POlicy's Objective

III. Proposed Clarifications and Changes

IV. Recommendation

V. Appendixes

The Story of an International Multistakeholder Process

Jennifer Chapman & Antonella Mancini   03 Maret 2010 695

The Water Dialogues are a set of national multistakeholder dialogues, linked through an international dialectical process. At national level, Dialogues were established in Brazil, Indonesia, the Philippines, South Africa and Uganda between 2003 and 2009. These National Dialogues were initiated to try to break through the impasse within the water sector regarding the appropriate role of the private sector in water provision for the poor.
   
Multistakeholder engagement is increasingly recognized as an important part of effective policymaking, especially around contentious issues. However, there is still a lot to learn about what modes of engagement are appropriate, and when they should be used. One intention of The Water Dialogues has always been to capture lessons from the process itself to support future engagement processes. These lessons are set out in The Water Dialogues publication A Guide to Multistakeholder Work (H. Coulby, 2009).
   
This story of The Water Dialogues has been written to give an overview of the whole process and to examine some of its human dynamics. It doesn’t attempt to cover everything that happened – this would require a whole book. Neither does it go into great detail on the story of any specific National Dialogue. Readers who are interested in this aspect are encouraged to read the country process reports produced by the International Secretariat, available at www.waterdialogues.org. What this Story does do is try to give some flavour of the challenges and rewards of engagement in such a process. It is intended for a non-specialist audience interested in such processes.
   
This Story also includes a series of text-boxes scattered throughout the narrative. These boxes contain the “personal stories” of some of the members of The Water Dialogues from across broad range of countries and perspectives. They are included as an illustration of the diversity within the project and to put a “human face” to the narrative. These personal stories are not the work of the main authors but are the collective work of the storytellers themselves and interviewers.

Contents:

Preface
Acknowledgements
Acronyms

1.    Initiating an International Dialogue
    A Chat in a bar
    The Scoping Study
    Beginnings: Brazil Starts a National Dialogue
    Berlin and beyond
    The struggle to secure funding and maintain motivation
    The National Dialogues start
    The funding challenge continues
    The International Secretariat
    DFID agrees funding

2.    The National Dialogues
    Box 1. The challenges of constructing knowledge within a multistakeholder group
    Box 2. The need to match pace with process: the Philippines experience
    Box 3. Negotiating the Brazil research with the World Bank
    Box 4. Diverse country approaches – summary of research

3.    Balancing International and National

4.    May 2009: Some Reflections on What The Water Dialogues have achieved so far…
    Some concluding reflections

Appendix 1 – The Water Dialogues Key Events
Appendix 2 – The Water Dialogues Members List

Kami Bisa! (Sekolah Lapangan untuk Ketahanan Daerah Aliran Sungai dan Kesehatan)

Craig Thorburn   02 Maret 2010 833

Program Jasa Lingkungan (Environmental Service Program - ESP) USAID mempromosikan tingkat kesehatan yang lebih baik dengan memperbaiki pengelolaan sumber daya air dan meningkatkan akses air bersih dan layanan sanitasi. ESP melakukan pendekatan ’Dari Hulu ke Hilir, untuk memastikan ketersediaan air bersih dengan melindungi sumber-sumber air yang rentan di dataran tinggi; bekerja sama dengan para pihak penyedia dan pengguna sumber daya air di dataran rendah. Tiga komponen dalam program ESP meliputi: Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Konservasi Keanekaragaman Hayati; Kegiatan Jasa Lingkungan; dan Pendanaan Jasa Lingkungan. Ekosistem DAS di dataran tinggi yang dikelola dengan baik menentukan keberhasilan seluruh program ESP; tanpa pengelolaan DAS yang baik; hanya akan sedikit perbaikan terjadi dalam penyaluran air ke daerah hilir maupun sanitasi lingkungan di daerah hilir. Satu pendekatan yang dikenal sebagai Sekolah Lapangan (SL) telah diadaptasi sebagai strategi utama dalam komponen program kunci ini, yang dilaksanakan bersama masyarakat, yang mendiami maupun yang berdekatan dengan wilayah resapan DAS yang vital.

Buku ini menjabarkan adaptasi ESP dan aplikasi model SL untuk mempromosikan pertanian berbasis kehutanan berkelanjutan dan pengelolaan DAS terpadu di sejumlah provinsi, yaitu Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. SL-ESP fokus pada siklus hidrologis sebagai konsep dasar pengorganisasian, yang dipadukan dengan Kerangka Perikehidupan Berkelanjutan (sustainable livelihoods framework) sebuah model konseptual yang membantu para peserta menggali hubungan antara sumber daya, struktur, aksi, kemampuan, dan dampak yang memuat unsur sosial, ekonomi, serta lingkungan hidup. Model dasar SL-ESP telah diadaptasi ke sejumlah kondisi dan konteks tertentu yang dihadapi oleh kelompok masyarakat di masing-masing wilayah yang berada di dalam wilayah kerja ESP, sehingga melahirkan berbagai rencana aksi dan aktivitas tindak lanjut.

Daftar Isi:

Acuan
Kata Pengantar
Ucapan Terimakasih
Daftar Isi
Executive Summary/ Ringkasan Eksekutif
Daftar Istilah dan Singkatan

1.    Pendahuluan
1.1    Bagaimana Caranya
1.2    Kita Butuh Roh Sekolah Lapangan

2.    Berawal dari Sawah
2.1    Menggerakkan Sekolah Lapangan
2.2    Masyarakat PHT

3.    Sekolah Lapangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ESP
3.1    Kerangka Kerja Perikehidupan Berkelanjutan
3.2    ToT di Solok
3.3    Sekolah Lapangan di Daerah

4.    Daya Dongkrak dan Perluasan
4.1    Hari Temu Lapangan
4.2    Forum-forum
4.3    Jejaring dan Kemitraan
4.4    Dukungan Kebijakan

5.    Sekolah Lapangan untuk Daerah Aliran Sungai dan Kesehatan
5.1    Pembangunan
5.2    Keberlanjutan
5.3    Degradasi, Konservasi dan Pengelolaan Lahan
5.4    Partisipasi
5.5    Pendidikan Non-Formal untuk Orang Dewasa

6.    Epilog: Sebuah Monumen Keran di Sukamulya

FIELD Indonesia
ESP (Environmental Services Program)
Rujukan

”Strategi adalah Kreatifitas“: Kumpulan Pengalaman Kerja Lapangan di beberapa Area Hulu Hilir Brantas

02 Maret 2010 785

Pengelolaan kawasan yang baik, kemudahan masyarakat mendapatkan air bersih, dan perubahan perilaku hidup sehat adalah tiga faktor utama yang diyakini mampu memutus mata rantai kemunculan berbagai macam penyakit, terutama diare. Environmental Services Program, disingkat ESP, ikut menjawab persoalan tersebut.
   
Di Jawa Timur, program kerjasama USAID – United States Agency for International Development – dengan Pemerintah Indonesia ini bekerja di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, yang mempromosikan, mendukung, dan mendorong perbaikan pengelolaan DAS atau daerah tangkapan air guna menunjang peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
   
Buku ini didedikasikan kepada mereka yang meyakini bahwa strategi dan pendekatan program adalah melulu perkara kreatifitas, yang tanpa lelah dibangun masyarakat dan pemangku kepentingan program. Berbagai inovasi dan kreatifitas itu terekam jelas melalui berbagai upaya di hulu dan hilir.
   
Upaya konservasi dan rehabilitasi lahan hutan di hulu dengan upaya-upaya penjaminan sumber air baku di hilir, merupakan syarat agar masyarakat mendapatkan akses air bersih yang lebih baik. Sementara untuk aspek kesehatan ditandai dengan berbagai perubahan perilaku yang mengarah pada menurunnya tingkat penyakit diare di masyarakat dan anak-anak. Pemilik masa depan Indonesia.
   
Buku ini merekam sejumlah kegiatan yang dinilai dapat mencerminkan empat komponen program yang dijalankan ESP. Keempat komponen tersebut adalah pengelolaan daerah aliran sungai dan konservasi keanekaragaman hayati, penyediaan jasa lingkungan dengan meningkatkan akses air bersih dan sanitasi, pembiayaan penyediaan jasa lingkungan dan kompensasi terhadap perlindungan lingkungan, dan komponen strategis dan perubahan perilaku.

Daftar Isi:

Kata Pengantar AJI Malang
Kata Pengantar USAID-ESP
Daftar Isi

Tabur Benih Sehat

1.    Menuju Hutan Hijau
a.    Tahi Sapi dan Madu Konservasi
b.    Lestari dalam Asuhan Bersama
c.    Agar Sumber Air Mengucur Kembali
d.    Menjamin Kesehatan DAS Brantas

2.    Berjuang Meningkatkan Kesadaran Pengelolaan Sanitasi
a.    Membabat Sampah Berganjar Hadiah
b.    Karena Mbah Dukun Sudah Menyerah
c.    Lingkungan Temas yang Tak Lagi Ganas
d.    Bukan Gebrakan Biasa
e.    Sanitasi di Jawa Timur: Akankah Harapan Kita Menjadi Kenyataan

3.    Biar Bening Mampir Ke Rumah
a.    Segelas Teh Tanpa Diare
b.    Kado Popok Putih
c.    Pipa Mulus Biar Sehat
d.    Sambung Murah Arek Surabaya
e.    Upaya Peningkatan Akses Air Bersih

4.    Mengubah Perlaku Biar Sehat
a.    Agar Paciran Tak Lagi Kebanjiran
b.    Membekali Siswa, Menggugah Orangtua
c.    Agar Diare Tak Lagi Datang
d.    Islam yang Berkemajuan
e.    Peran Perilaku Hidup Sehat dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan

Tentang ESP Jawa Timur

Konservasi Indonesia: Sebuah Potret Pengelolaan & Kebijakan

Andri Santosa (ed)   02 Maret 2010 1.204

Konservasi adalah ruang pergulatan baik sisi wacana dan persepsinya sendiri, juga pergulatan soal kawasan hutan hingga ke pembahasan legislasinya. Konteks ini diilustrasikan dalam bentuk ’gunungan’ yang sering digunakan dalam pewayangan dengan warna biru sebagai gambaran lautan pergulatannya.
   
Simbol jempol dengan ulat dan jari kelingking dengan caping adalah sebuah keseimbangan yang ingin dicapai. Akan tetapi pada prakteknya ruang konservasi adalah ruang yang berbeda dimana pengarusutamaan satwa lebih dominan (ditandai dengan ulat di jempol) dibanding petani atau masyarakat (ditandai dengan caping di kelingking).
   
Semangat untuk mennegok budaya lokal menjadi ajakan kita untuk berfikir lebih arif dan mandiri. Konservasi Indonesia harus digali dan ditemukan sebagai tantangan dalam menghadapi perubahan jaman.
   
Penulisan buku ini bertujuan memberikan informasi kepada publik akan inisiatif-inisiatif yang telah dilakukan Pokja Kebijakan Konservasi dan kelompok lainnya untuk memperbaiki dan membenahi konservasi dan pengelolaan kawasannya dari sisi kebijakan, melakukan kajian kritis terhadap inisiatif kebijakan konservasi di Indonesia, serta memberikan dokumen pendamping untuk perubahan Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya.

Daftar isi:

Ucapan Terimakasih
Sekapur Sirih
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Box & Gambar

I.    Pendahuluan
1.1    Latar Belakang
1.2    Tujuan
1.3    Sistematika

II.    Potret Kebijakan & Tata Kelola Konservasi
2.1    Politik Ekonomi Indonesia & Konservasi
2.2    Rekam Jejak Kebijakan Konservasi Indonesia
2.3    Tata Kelola Konservasi Indonesia

III.    Transformasi Konservasi & Kebijakannya di Indonesia
3.1    Pergeseran Paradigma Konservasi
3.2    Praktek-Praktek Konservasi oleh Masyarakat
3.3    Menemukan Konservasi Khas Indonesia

IV.    Konservasi Khas Indonesia, Sebuah Rekomendasi
4.1    Mengubah Paradigma Konservasi
4.2    Reformasi Kebijakan & Peraturan Perundang-undangan
4.3    Membangun Dialog dan Proses Kolaborasi
4.4    Membangun Mekanisme Resolusi Konflik
4.5    Mengembangkan Metodologi yang Partisipatif
4.6    Peningkatan Kapasitas Para Pihak yang Terlibat dalam Upaya Konservasi

Daftar Singkatan
Daftar Pustaka

Lampiran:
Lampiran 1. Model, Inisiatif dan Gagasan Kemitraan Kawasan Konservasi
Lampiran 2. Perbandingan UU 5/90 KSDAH&E dan UU 27/2007 PWP&PK

Kemarin Kini & Esok Bagi Kehidupan: Antologi Program ESP Jawa Barat

Ery Bukhorie, dkk   01 Maret 2010 730

Tingginya percepatan pembangunan di berbagai provinsi di Indonesia pada kenyataannya tidak sejalan dengan upaya konservasi dan penanggulangan dampak negatif yang diakibatkannya. Sehingga kerusakan lingkungan terjadi dimana-mana, terutama di Kawasan Daerah Aliran Sungai. Sungai merupakan satu wilayah yang sangat krusial bagi keberlanjutan suplai air di Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Tingginya tingkat pencemaran sungai dan laju kecepatan kerusakan sungai di Jawa Barat telah mengakibatkan kesulitan akses masyarakat terhadap air bersih serta kemungkinan merebaknya diare maupun penyakit lainnya.
   
Environmental Services Program (ESP) dengan semua komponennya aktif melakukan kegiatan untuk memperluas akses air serta sanitasi terintegrasi dengan pengelolaan DAS dan lingkungan hidup dalam kerangka meningkatkan kesehatan masyarakat di Jawa Barat. Pelibatan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan program menjadi sangat penting sekali terutama didalam program dengan durasi waktu yang cukup lama.
   
Sebagai bagian dari Program Basic Human Services (BHS) USAID, yang beroperasi bersama program lainnya ESP melaksanakan kegiatannya dengan pemerintah dan pemangku kepentingan dari masyarakat, dengan keterlibatan pemerintah di tingkat pusat maupun propinsi untuk memaksimalkan impact pada kebijakan regional berikut impact  secara nasional. Dengan visi mendukung peningkatan kesehatan masyarakat melalui perbaikan pengelolaan sumber daya air dan perluasan akses pelayanan air bersih dan sanitasi, pola kerja yang dikembangkan ESP adalah dengan bekerja di hulu dan hilir, mendukung forum dan orientasi lapangan, pola kemitraan serta mendukung program setempat.

Setelah berjalan selama 5 (lima) tahun lebih, ESP mendapati bahwa banyak hal-hal baik termasuk praktek-praktek terbaik  dan pembelajaran (lesson learn) yang dapat dishared dan direplikasi di lokasi lain. Pustaka ini berisi cupikan-cuplikan cerita kecil yang terjadi di lapangan dan melibatkan banyak pihak yang diharapkan dapat menjadi pembelajaran bersama bagi kemajuan pengelolaan lingkungan di masa depan.

Daftar Isi:

Daftar Ilustrasi
Acknowledgements
Pengantar

I.    Sekilas ESP Jawa Barat

II.    Cerita dari Lapangan

Sub DAS Cikapundung
Chapter 1. Menanam benih investasi hijau di Lembnag
Chapter 2. Cikapundung, antara realita dan harapan
Chapter 3. Ramai daur ulang di Tamansari
Chapter 4. Melawan kuman di SD Cisalasih, Desa Cikidang, Lembang
Chapter 5. Simbiosis mutualisme hulu dan hilir
Chapter 6. Bersatu untuk lingkungan lebih baik
Chapter 7. Cijambe, dari sungai sampah ke sungai bersih

Sub DAS Cikundul Cilaku
Chapter 8. Partisipatif masyarakat di Sub DAS Cikundul
Chapter 9. Rehabilitasi lahan dan hutan di daerah tengah
Chapter 10. Foresta, hutan, mata air dan lingkungan
Chapter 11. Geliat hijau di Cianjur
Chapter 12. Bersih, hijau dan sehat di Desa Nagrak

DAS Cimandiri
Chapter 13. Kesepakatan petani dan TNGGP: babak baru pelestarian alam Sukabumi
Chapter 14. Bersama menjaga debit air Batu Karut
Chapter 15. Cinagara, menyelamatkan lingkungan seraya meningkatkan taraf hidup
Chapter 16. Tangkil, harapan pada program ESP
Chapter 17. Pasir Buncir, leuweung hejo – masyarakat ngejo
Chapter 18. Kredit mikro, untuk sambungan jaringan air bagi masyarakat berpenghasilan rendah
Chapter 19. Kertajaya, membangun sarana sederhana demi kesehatan

III.    ESP bagi Kemajuan Bersama
Manajemen DAS & Pelestarian
Keanekaragaman Hayati
Penyediaan Jasa Lingkungan
Pembiayaan Jasa Lingkungan
Komunikasi Strategis
Mengelola Kebersamaan