Laporan/Prosiding

Facilitating Hands-On Training Workshops for Community-Led Total Sanitation (A Trainers Training Guide Kamal Kar)

Kamal Kar   Januari Th. 893

CLTS is spreading fast in many countries in different regions. The demand for facilitators and trainers of facilitators far exceeds the supply of trainers who have got what it takes and who are able to devote their time and energy to training.

This is even more serious because CLTS triggering in communities is unlike any other facilitation. It needs a special style, interaction and behaviour on the part of the trainers. Training has to be hands-on through actual triggering in communities in real time, leading to the emergence of Open Defecation Free (ODF) villages and communities. The test of trainers and training is then not numbers trained but numbers able to facilitate effectively themselves. Only when they can do that can they train others. And a key indicator of good hands-on training is that communities are ignited and take immediate action together, with follow-up resulting in fairly quick emergence of ODF villages.

CLTS has a huge potential for addressing the rural sanitation situation in developing countries, enhancing human well being, and contributing to the Millennium Development Goals (MDGs). To achieve that potential, a critical mass of trainers with capacity, experience, flair and opportunity is vital in order to train facilitators and to train other trainers. So the number of really good trainers must increase exponentially. Their work must be adequately supported.

The Handbook on CLTS describes the basics of CLTS facilitation and is essential and useful material for the
field facilitators. This guideline, on the other hand, is written with a focus to meet the requirements of the trainers of CLTS facilitators, and of future CLTS trainers who are not yet experienced CLTS facilitators. The guide can also be used by trainers who wish to train trainers of CLTS facilitators, but not all parts of the guidelines will be equally applicable, and trainers of trainers will need to use their own common sense and experience to pull together elements of the training described in this guideline and elements from other training of trainers guidelines, for instance on the Experiential Learning Cycle (ELC).

The guide has 3 parts. Part 1 (chapter 1 to 3) introduces the scope, purpose and basic CLTS terminology. Part 2 (chapter 4 to 16) describes the detailed steps of the proposed training methodology and process; and Part 3 (Appendix A to J) provides additional background information and references to the steps described in Part 2.

Contents:

Contents
Acknowledgments
Acronyms and definitions
Foreword

PART 1. INTRODUCTION
1. Why These Guidelines
2. Scope and purpose of the guidelines
3. Introduction to CLTS terminology
   
PART 2. TRAINING METHODOLOGIES, TOOLS AND PROCESS
4. Planning and Preparation for Training
5. Workshop Structure
6. Getting Started
7. Training and Learning Activities and Exercises
8. Preparing for the Real-Life Triggering
9. Community Hands-on Fieldwork
10. Processing and Reporting Participants’ Experiences
11. Communities’ Presentation and Feedback
12. Participants’ Action Plans and Presentations
13. Evaluation
14. Funders’ and Managers’ Meeting
15. Follow Up
16. Mentoring and Support for trainees

A final word
   
PART 3. APPENDICES

Laporan Kemajuan Waspola Facility Maret 2010

Januari Th. 836

Laporan kemajuan bulanan ini disusun dengan maksud untuk memberikan informasi kepada para stakeholder dan peminat tentang status kemajuan pelaksanaan proyek WASPOLA Facility. Laporan disusun dalam 2 bagian besar, pertama tentang status kemajuan tahap persiapan dan kedua tentang status kemajuan tahap pelaksanaan.

Kegiatan pada periode Maret 2010 seluruhnya merupakan desk work yang merupakan tindak lanjut dari hasil-hasil lokakarya sinergi antar program AMPL di akhir Februari 2010. Pada periode ini banyak dilakukan rapat-rapat koordinasi untuk pembahasan konsep sinergi perencanaan dan kelembagaan dan persiapan penyelenggaraan pelatihan fasilitator pembangunan AMPL. Kegiatan utama yang dilaksanakan adalah penyusunan panduan-panduan dan persiapan pelaksanaan lokakarya pengembangan PIN AMPL dan TOT Fasilitator.

Daftar Isi:

Pengantar
Daftar Singkatan
Daftar Isi
Progres Status Waspola Facility, Tahap Persiapan
Progres Status Waspola Facility, Tahap Pelaksanaan

I.    Tahap Persiapan
1.1    Perjanjian Hibah
1.2    Facility Steering Committee dan Tim Teknis
1.3    Core Team
1.4    Facility Team

II.    Tahap Pelaksanaan
2.1    Pengembangan Konsep Sinergi AMPL
2.2    Fasilitasi Lokakarya Pembentukan Pokja AMPL Kab. Timor Tengah Utara
2.3    Partisipasi dalam Pembahasan Pedoman Umum dan Petunjuk Pelaksanaan Program STBM
2.4    Partisipasi dalam Pertemuan Koordinasi dan Konsolidasi Stakeholder Nasional Program Pamsimas
2.5    Fasilitasi Lokakarya CLTS-Pamsimas
2.6    Rapat dan Pertemuan

III.    Rencana Kegiatan Periode Maret 2010

Laporan Kemajuan Waspola Facility April 2010

Januari Th. 817

Laporan kemajuan bulanan ini disusun dengan maksud untuk memberikan informasi kepada para stakeholder dan peminat tentang status kemajuan pelaksanaan proyek WASPOLA Facility. Laporan disusun dalam 2 bagian besar, pertama tentang status kemajuan tahap persiapan dan kedua tentang status kemajuan tahap pelaksanaan.

Periode April 2010 merupakan periode kegiatan Waspola Facility yang tidak padat. Kegiatan masih melanjutkan pekerjaan desk work  dari periode Maret yang lalu. Pada periode ini banyak dilakukan rapat-rapat koordinasi untuk persiapan lokakarya sinergi perencanaan dan kelembagaan dan penyelenggaraan pelatihan fasilitator pembangunan AMPL. Kegiatan fasilitasi kepada Pokja AMPL daerah juga sudah mulai seiring dengan sudah mulainya pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari APBD.

Daftar Isi:

Pengantar
Daftar Singkatan
Daftar Isi
Progres Status Waspola Facility, Tahap Persiapan
Progres Status Waspola Facility, Tahap Pelaksanaan

I.    Tahap Persiapan
I.1    Perjanjian Hibah
I.2    WASPOLA Facility Core Team
I.3    Facility Team

II.    Tahap Pelaksanaan
II.1    Pengembangan Sinergi Perencanaan dan Kelembagaan AMPL
II.2    Lokakarya Pengembangan Konsep PIN AMPL
II.3    Fasilitasi Pengelolaan Data AMPL Pokja AMPL Kab. Bangka
II.4    Fasilitasi Lokakarya Penyusunan Renstra AMPL Prov. NAD
II.5    Fasilitasi Penyusunan Renstra AMPL Kab. Pidie
II.6    Fasilitasi Seminar Hak Atas Air
II.7    Fasilitasi Lokakarya Peningkatan Kapasitas Pokja AMPL Kab. Sumedang
II.8    Rapat dan Pertemuan

III.    Rencana Kegiatan Periode Mei 2010
 

Laporan Kemajuan Waspola Facility Mei 2010

Januari Th. 788

Laporan kemajuan bulanan ini disusun dengan maksud untuk memberikan informasi kepada para stakeholder dan peminat tentang status kemajuan pelaksanaan proyek WASPOLA Facility. Laporan disusun dalam 2 bagian besar, pertama tentang status kemajuan tahap persiapan dan kedua tentang status kemajuan tahap pelaksanaan.

Periode Mei 2010 merupakan periode kegiatan Waspola Facility yang sangat padat setelah bulan-bulan sebelumnya lebih banyak kepada desk work. Kegiatan utama yang cukup menyita sumberdaya adalah penyelenggaraan Pelatihan Fasilitator Pembangunan AMPL untuk wilayah Barat Indonesia pada 24-27 Mei 2010 di Bandung. Kegiatan fasilitasi kepada Pokja AMPL daerah dan proyek-proyek AMPL terkait kebetulan juga sangat banyak pada periode Mei 2010 ini.

Daftar Isi:

Pengantar
Daftar Singkatan
Daftar Isi
Progres Status Waspola Facility, Tahap Persiapan
Progres Status Waspola Facility, Tahap Pelaksanaan

I.    Tahap Persiapan
I.1    Perjanjian Hibah
I.2    WASPOLA Facility Core Team
I.3    Facility Team

II.    Tahap Pelaksanaan
II.1    Pelatihan Fasilitator Pembangunan AMPL Wilayah Barat
II.2    Asesmen Pengembangan PIN AMPL Balikpapan
II.3    Fasilitasi Lokakarya Penyusunan Roadmap STBM Program Pamsimas
II.4    Fasilitasi Lokakarya Peningkatan Tata Kelola PDAM se NTT dan NTB
II.5    Fasilitasi Pelatihan Renstra AMPL Desa Kab. Bangka
II.6    Fasilitasi Rakor Pokja AMPL Provinsi Jawa Tengah
II.7    Partisipasi dalam Pembahasan Draft Model Perda SPAM-BM
II.8    Fasilitasi Review Renstra AMPL Kab. Dompu
II.9    Rapat dan Pertemuan

III.    Rencana Kegiatan Periode Juni 2010
 

Laporan Kemajuan Waspola Facility Juni 2010

Januari Th. 798

Laporan kemajuan bulanan ini disusun dengan maksud untuk memberikan informasi kepada para stakeholder dan peminat tentang status kemajuan pelaksanaan proyek WASPOLA Facility. Laporan disusun dalam 2 bagian besar, pertama tentang status kemajuan tahap persiapan dan kedua tentang status kemajuan tahap pelaksanaan.

Periode April 2010 merupakan periode kegiatan Waspola Facility yang tidak padat. Hanya 1 kegiatan utama yang dilaksanakan, yaitu Pelatihan Fasilitator Pembangunan AMPL untuk wilayah Tengah Indonesia pada 21-24 Juni 2010 di Surabaya.

Daftar Isi:

Pengantar
Daftar Singkatan
Daftar Isi
Progres Status Waspola Facility, Tahap Persiapan
Progres Status Waspola Facility, Tahap Pelaksanaan

I.    Tahap Persiapan
1.1 Perjanjian Hibah
1.2 WASPOLA Facility Core Team
1.3 Facility Team

II. Tahap Pelaksanaan
2.1    Pelatihan Fasilitator Pembangunan AMPL Wilayah Tengah
2.2    Pameran Pekan Lingkungan Indonesia
2.3    Fasilitasi Pengelolaan Data AMPL Kab. Bangka
2.4    Rapat dan Pertemuan

III. Rencana Kegiatan Periode Agustus 2010

Laporan Kemajuan Waspola Facility Juli 2010

Januari Th. 817

Laporan kemajuan bulanan ini disusun dengan maksud untuk memberikan informasi kepada para stakeholder dan peminat tentang status kemajuan pelaksanaan proyek WASPOLA Facility. Laporan disusun dalam 2 bagian besar, pertama tentang status kemajuan tahap persiapan dan kedua tentang status kemajuan tahap pelaksanaan.

Periode Juli 2010 merupakan periode kegiatan Waspola Facility yang sangat padat, bahkan beberapa kegiatan terpaksa tidak dapat difasilitasi ataupun meskipun hanya sekedar untuk berpartisipasi. Kegiatan utama yang telah dilaksanakan adalah Lokakarya Sinergi pada tanggal 12-14 Juli dan Pelatihan Fasilitator Pembangunan AMPL untuk wilayah Timur Indonesia pada 26-29 Juli 2010.

Daftar Isi:

Pengantar
Daftar Singkatan
Daftar Isi
Progres Status Waspola Facility, Tahap Persiapan
Progres Status Waspola Facility, Tahap Pelaksanaan

I.    Tahap Persiapan
1.1 Perjanjian Hibah
1.2 WASPOLA Facility Core Team
1.3 WASPOLAFacility Team

II.Tahap Pelaksanaan
2.1    Lokakarya Sinergi Perencanaan dan Kelembagaan AMPL
2.2    Pelatihan Fasilitator Pembangunan AMPL Wilayah Timur
2.3    Fasilitasi Pokja AMPL Provinsi Nusa Tenggara Barat
2.4    Fasilitasi Penyusunan Renstra AMPL Kab. Aceh Timur
2.5    Fasilitasi Lokakarya Peningkatan Kapasitas Pokja AMPL Kab. Sumedang
2.6    Fasilitasi Studi Banding Pokja AMPL Prov. Banten ke Sulawesi Selatan
2.7    Fasilitasi Roadshow PAMSIMAS Region I Di Palembang
2.8    Pertemuan Anggota Jejaring AMPL
2.9    Pelatihan Pengembangan PIN AMPL Konsorsium Balikpapan
2.10    Rapat dan Pertemuan

III.Rencana Kegiatan Periode Agustus 2010

Expert Workshop: Improving Emergency Sanitation (Challenges, Lesson Learnt & Innovative Concepts): Conference Reader

Th. 1.002

Considering recent numbers and frequencies of natural disasters such as earthquakes, floods andtyphoons, as well as humanitarian crisis caused by warfare – both leading to large numbers of displaced people – there is evidence that the number of displaced people living in semi-permanent shelters is on the rise. According to the UN, natural disasters affected 130 million people in 2008 and the number of refugees and displaced people increased by 14% to 9.9 million people in 2006.
   
However, for the majority of people living in emergency accommodations this is not a short but a longer lasting stay. It is estimated that about 80% of all camps and emergency accommodations are utilized more than one year with a barely minimum provision of basic sanitation infrastructure. While the supply of drinking water is often ensured during the early stages of interventions by international emergency agencies, unhygienic disposal of human excrements and faeces poses a continued challenge and threatens public health.
   
This becomes especially critical in larger and densely populated emergency settlements where a safe discharge of domestic wastewater beyond the settlement boundaries cannot be assured.
   
Synergies for emergency sanitation may evolve from development organizations working in the WatSan sector that have field-tested and demonstrated various dry and water-based on-site and decentralized sanitation systems successfully during the last decade (e.g. ECOSAN Dry Toilets, Community Sanitation Centres). Beside added value on the technical level, the ability of facilitating agencies to cope with the specific demands for sanitation infrastructure during natural disasters and human caused catastrophes is the key for successful improvements.
   
The objective of the expert workshop was to establish communication, facilitate professional exchange and initiate co-operations between sanitation practitioners and emergency sanitation agencies that ultimately may lead to improvements of sanitation services and public health within emergency settlements.

Content:

Background, Objectives and Leading Questions

Summary

Programme

Welcome Address

Introduction

Block 1. Challenges of Emergency Sanitation
Chris Buckley
Steven Sugden

Block 2. Conventional and Good Sanitation Practices for – Emergencies – Hands-on Experiences
Wilhelm Hensen
Tim Forster
Jorg Hauke
San Shwe Aung
Paul Shanahan
Jan Moldenhauer

Block 3. New Developments & Innovations in the Sector of Emergency Sanitation
Madeleine Fodge
Tency Baetens
Prawisti Ekasanti
Andreas Ulrich

List of Participants

Developing Towns and Cities: Lessons from Brazil and the Philippines

Kyu Sik Lee & Roy Gilbert   Th. 824

The World Bank has been financing projects aimed at supporting municipal development for some 20 years. This book presents and analyzes the concrete results of four successfull projects in Brazil and the Philippines. This is the first time the Bank has disseminated an assessment of the medium-term impacts of these operations to a wider readership.

The study grew out of recently completed performance audits of municipal development projects in Brazil and the Philippines, and drew its data from many sources. The analysis was based on selected indicators drawn from a very large municipal finance database covering more than 800 municipalities over a period of seven years, and a survey of public markets in the Philippines. In addition, the study teams conducted fieldwork in Brazil and the Philippines during 1997-1998. An OED workshop held in December 1998 to discuss the study's preliminary findings was well attended by municipal development experts from across the Bank. These experts contributed further insight, which are reflected here.

With evidence drawn from a very broad universe of municipalities, the study concludes that municipal development projects in Brazil and the Philippines helped to stimulate and facilitate municipal reform. Municipalities that participated in municipal development projects consistently outperformed nonparticipants on the fiscal front, the more so the deeper their engagement. Also, participating municipalities significantly improved their institutional capacity to finance and manage investment programs. The lessons drawn from this study should be useful for future policy and operations.

Contents:

Acknowledgments
Foreword
Executive Summary
Abbreviation and Acronyms

1. Introduction
Rationale for the Study
Municipal Development Projects in Urban Lending
Objectives, Scope, and Approaches to the Study
Methods and Data

2. Evaluation Logic: Instruments and Expected Impacts
Main Project Instruments and Expected Impacts
3. Impacts on MUnicipal Fiscal and Financial Management
Municipal Financial Autonomy versus Revenue Sharing
Own Revenue Generation Through Property Taxes
Direct Cost Recovery
Budget Surplus and DEficit
Financial Deepening

4. Impacts on Local Government Capacity Building
Field Surveys
Direct and Indirect Cost Recovery
Local Financial Management
Project Management and Implementation
Information Technology, Training, and Community Participation

5. Impacts on Local Economic Development
The Public Market in Pulilan
Survey Results
Indirect Impacts

6. Agenda for Future Operations
MDPs in Parana
MDPs in Rio Grande do Sul
MDPs in the Philippines

7. Conclusions and Lessons
Conclusions
Lessons for Future Operations

Annexes

Endnotes

Bibliography

Tables

Figures

Buku Pedoman 3R Berbasis Masyarakat Di Kawasan Permukiman

Th. 1.281

Penyusunan buku "Pedoman 3R Berbasis Masyarakat di Kawasan Permukiman" ini merupakan upaya untuk memberikan informasi dan panduan pelaksanaan pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat kepada stakeholders terkait. Buku ini disusun berdasarkan hasil evaluasi best practice yang ada di lapangan dari berbagai kota di Indonesia.

Daftar Isi:

BUKU 1: PEDOMAN UMUM

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Sasaran
1.4 Acuan Normatif
1.5 Pengertian

1. Pengelolaan Sampah Terpadu 3R Berbasis Masyarakat
1.1 Pendekatan Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat
1.2 Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Di Kawasan Permukiman
1.3 pengelolaan Sampah 3R Berbasis Masyarakat Di Kawasan Permukiman
1.4 Aspek Keberlanjutan Program
1.5 Pembiayaan dan Insentif
1.6 Dukungan Peraturan

2. Proses Pelaksanaan Pengelolaan Sampah 3R Berbasis Masyarakat di Kawasan Permukiman

3. Kesimpulan dan Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Penutup

Daftar Pustaka

Dari Masyarakat, Oleh Masyarakat, Untuk Masyarakat: Sistem Saluran Pengolahan Limbah Cair Manusia Berbasis Masyarakat di Malang, Jawa Timur

Sean Foley, Anton Soedjarwo, Richard Pollard   2000 1.229

Pengolahan limbah cair manusia di perkotaan Indonesia berada pada tingkatan paling rendah bila dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Hal ini menyebabkan tercemarnya air permukaan dan air tanah yang semakin meluas. Akibatnya, Indonesia berkali-kali mengalami wabah lokal seperti infeksi saluran pencernaan dan tingkat kejangkitan penyakit tipus (typhoid) tertinggi di Asia.

Salah satu penyebab rendahnya cakupan pelayanan adalah akibat kebijakan pemerintah yang saat ini menyerahkan tanggung jawab penyehatan lingkungan pemukiman (sanitasi) ke tingkat rumah tangga (Bank Dunia 1993). Kebijakan ini dipengaruhi pengalaman di masa lalu dimana sistem pengolahan limbah cair manusia terpusat dengan skala besar (sewerage) berkinerja buruk. Selanjutnya, kebijakan ini pun menghambat kemmapuan lembaga pemerintah setempat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian sistem saluran pengolahan limbah yang efektif. Sejak awal tahun 80-an, proporsi populasi perkotaan yang dilayani sistem pengolahan limbah terpadu (sewerage) mengalami stagnasi.
Namun di tahun 1995, 73% rumah tangga di daerah perkotaan memiliki berbagai bentuk sarana pengolahan limbah setempat pribadi (onsite sanitation). Air limbah dari sarana tersebut dialirkan ke saluran terbuka atau langsung ke sungai. Sistem pembuangan limbah yang benar baik untuk tinja maupun limbah dapur jarang dijumpai.

Ditinjau dari permasalahannya ternyata minat terhadap sistem pengolahan limbah lingkungan yang berbasis masyarakat (SPLBM) mengalami peningkatan. Studi kasus ini menggambarkan sebuah contoh SPLBM yang berhasil di Indonesia.