Laporan/Prosiding
Seri Manual Pengembangan Strategi Sanitasi Perkotaan: Tahap A Pengenalan Program dan Pembentukan Pokja Sanitasi Kota
Farah Amini, Alwis Rustam, Christiana Yuni K, Hony Irawan
Januari Th.
1.156
Sesuai Undang-Undang No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa urusan kesehatan dalam sektor sanitasi menjadi urusan wajib Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Sehubungan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas peran Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota supaya mampu membuat peta kondisi sanitasi, merancang kebutuhannya, implementasi, operasi dan pemeliharaan, serta monitoring dan evaluasi.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, maka disusunlah Buku Manual Pengembangan Strategi Sanitasi Perkotaan berdasarkan pengalaman yang diperoleh di kota Blitar, Surakarta, Banjarmasin, Denpasar, Payakumbuh, Jambi, Tegal, Pekalongan, Batu, Kediri, Padang dan Bukittinggi. Buku Manual ini dimaksudkan sebagai pegangan bagi Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi dalam pembangunan sanitasi di kota dan kawasan perkotaan.
Manual Tahap A tentang Pengenalan Program Pengembangan Sanitasi Perkotaan dan Pembentukan Pokja Sanitasi Kota dimaksudkan untuk membantu Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) untuk mengawali pembangunan sanitasi dengan pembentukan kelompok kerja sanitasi (Pokjasan).
Daftar Isi:
Pengantar
Daftar Singkatan
Pendahuluan – Tahap A Pengenalan Program Pengembangan Strategi Sanitasi Perkotaan dan Pembentukan Pokja Sanitasi Kota
Modul
A-01 Persiapan
A-02 Penggalangan Komitmen Kepala Daerah dan Para Pihak Pembangunan Sanitasi Perkotaan
A-03 Penyadaran Sanitasi
A-04 Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota
A-05 Membangun Pemahaman Dasar bagi Pokja tentang Pengembangan Strategi Sanitasi Perkotaan
Lampiran
Lampiran Contoh Surat Pernyataan Minat
Colophon
Seri Manual Pengembangan Strategi Sanitasi Perkotaan: Tahap D Penyusunan Rencana Tindak Sanitasi
J. Sinarko Wibowo, Asep Winara, Cees Ketlaar, Khalid Arya
Januari Th.
961
Sesuai Undang-Undang No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa urusan kesehatan dalam sektor sanitasi menjadi urusan wajib Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Sehubungan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas peran Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota supaya mampu membuat peta kondisi sanitasi, merancang kebutuhannya, implementasi, operasi dan pemeliharaan, serta monitoring dan evaluasi.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, maka disusunlah Buku Manual Pengembangan Strategi Sanitasi Perkotaan berdasarkan pengalaman yang diperoleh di kota Blitar, Surakarta, Banjarmasin, Denpasar, Payakumbuh, Jambi, Tegal, Pekalongan, Batu, Kediri, Padang dan Bukittinggi. Buku Manual ini dimaksudkan sebagai pegangan bagi Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi dalam pembangunan sanitasi di kota dan kawasan perkotaan.
Manual Tahap D tentang Penyusunan Rencana Tindak Sanitasi Kota merupakan bagian keempat dari rangkaian proses pelaksanaan Pembangunan Sanitasi Kota.
Daftar Isi:
Kata Pengantar
Daftar Isi
Pendahuluan – Tahap D Rencana Tindak Sanitasi
Diagram Alir Penyusunan – Rencana Tindak Sanitasi
Modul
D-01 Kaji Informasi Terkait
D-02 Periksa dan Tentukan: Program dan Kegiatan dalam Kerangka waktu pelaksanaan
D-03 Susun (Ulang) dan Tentukan: Program dan Kegiatan dalam kerangka waktu pelaksanaan
D-04 Identifikasi: Sumber pendanaan yang dapat dimanfaatkan
D-05 Penyiapan Rencana Tindak Sanitasi
D-06 Pertemuan Konsultasi dengan Kepala SKPD
D-07 Audiensi dan Lobi ke Walikota dan DPRD setempat
D-08 Penyelesaian Rencana Tindak Sanitasi
D-09 Diskusi Lanjutan dengan Pemilik Sumber Dana Alternatif
D-10 Penyiapan Proposal Program dan Kegiatan
Lampiran
Colophon
Prosiding Pertemuan Nasional dan Serah Terima Aset ProAir (Hotel Kristal-Kupang, 16-19 November 2009)
Th.
1.258
Dengan berakhirnya proyek ProAir di Propinsi Nusa Tenggara Timur, diperlukan pertemuan untuk membahas mengenai proses serah terima sarana air bersih kepada Pemerintah Daerah, guna dapat melanjutkan pengelolaan Sarana Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan yang telah terbangun. Pertemuan yang bertajuk Pertemuan ProAir dan Serah Terima Aset Proyek ini diselenggarakan di Hotel Kristal, Kupang, pada tanggal 16-19 November 2009. Pertemuan ini diikuti perwakilan dari Pemerintah Pusat (Bappenas, Depkes, Depdagri), Pemerintah Propinsi NTT, Pemerintah Kabupaten Penerima Bantuan ProAir (Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Alor, Ende), Lembaga Donor ProAir (KfW dan GTZ), dan Konsultan ProAir (Rodeco).
Pertemuan ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ProAir di daerah NTT, menyampaikan hasil kunjungan lapangan yang telah dilaksanakan misi KfW, dan menyepakati langkah-langkah pengelolaan sarana AMPL paska serah terima. Hasil yang diharapkan adalah tersusunnya rencana tindak lanjut pengelolaan sarana terbangun, dan dilaksanakannya serah terima aset (sarana air bersih) oleh Sekretaris Eksekutif Sekretariat ProAir Pusat. Karena beberapa hal, kegiatan sertah terima aset diundur menjadi tanggal 28 November 2009, dan akan dihadiri oleh Menteri Kesehatan.
Acara hari pertama terdiri dari Sambutan oleh Pokja AMPL Nasional, diwakili Wan Alkadri (Departemen Kesehatan), lalu dilanjutkan dengan Pembukaan oleh Wakil Gubernur Propinsi NTT. Hari pertama diakhiri dengan rangkaian Presentasi Kesinambungan Program AMPL BM dari Direktur PL Depkes, Presentasi Kemajuan Pelaksanaan Program ProAir oleh Donor, Konsultan ProAir (Rodeco) serta Pemerintah daerah. Pada hari pertama terungkap beberapa permasalahan, seperti permasalahan terlambatnya pelaksanaan konstruksi, belum jelasnya prosedur serah terima aset dan mekanisme pengelolaan aset paska serah terima, keterlambatan pencairan dana, dan permasalahan seringnya pergantian konsultan pendamping sehingga membingungkan pemerintah daerah.
Acara hari kedua diisi dengan presentasi Prinsip Dasar Keberlanjutan Proyek AMPL BM oleh Kasubdit Persampahan dan Drainase Bappenas. Pada sesi ini peserta cukup antusias bertanya mengenai prinsip dan strategi keberlanjutan paska proyek AMPL. Sesi berikutnya adalah Presentasi exit strategy Program ProAir daerah, yang disampaikan oleh p[erwakilan 6 Kabupaten penerima program ProAir di Provinsi NTT.
Sesi terakhir dalam pertemuan ini adalah diskusi kelompok mengenai langkah dan strategi keberlanjutan (exit strategy) paska proyek yang dibutuhkan daerah, serta rencana tindak lanjut pemerintah daerah untuk memastikan keberlanjutan proyek ProAir di daerah masing-masing. Acara ditutup oleh Rheidda Pamudy (Ditjen Bina Bnagda Depdagri), yang menyampaikan harapan agar ProAir dapat dijaga keberlanjutannya dan direplikasi oleh Pemerintah Daerah.
Daftar Isi:
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Kata Pengantar
Rangkuman Prosiding
Daftar Singkatan
Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Keluaran
1.4 Peserta
1.5 Waktu dan Tempat
1.6 Narasumber dan Fasilitator
1.7 Agenda Kegiatan
1.8 Alur Pertemuan
Bab II. Proses Pertemuan
2.1 Hari 1, Selasa 17 November 2009
2.1.1 Laporan Panitia Pelaksana Pertemuan dan Serah Terima Aset ProAir, Indar Parawansa (Ditjen Bina Bangda Depdagri)
2.1.2 Sambutan Tim Pengarah Pusat oleh Wan Alkadri (Direktur Penyehatan Lingkungan Ditjen PP&PL Depkes)
2.1.3 Arahan dan Pembukaan oleh Esthon L. Funay, Wakil Gubernur Provinsi NTT
2.1.4 Presentasi Strategi Kesinambungan Program AMPL BM oleh Wan Alkadri
2.1.5 Presentasi Progress Pelaksanaan ProAir
2.1.6 Presentasi Expose Pelaksanaan ProAir di Daerah Sesi 1
2.1.7 Presentasi Expose Kemajuan Pelaksanaan ProAir di Daerah Sesi 2
2.2 Hari 2, Rabu 18 November 2009
2.2.1 Review Kegiatan Hari 1
2.2.2 Presentasi Prinsip Dasar Keberlanjutan Program AMPL BM
2.2.3 Expose Strategi Paska Proyek ProAir
2.2.4 Diskusi Kelompok Exit Strategy ProAir Daerah
Bab III. Hasil Pertemuan
3.1 Diskusi Kelompok
3.2 Rencana Tindak Lanjut
Lampiran A. Sesi Tanya Jawab
Lampiran B. Hasil Diskusi Kelompok
Lampiran C. Daftar Hadir Peserta
Dredging and The Environment: Moving Sediments In Natural Systems (A CEDA Information Paper - December 2009)
Th.
1.041
Dredging is a necessary activity in civilisation’s development. In its simplest form dredging consists of the excavation of material from a sea, river or lake bed and the relocation of the excavated material elsewhere. It is commonly used to improve the navigable depths in ports, harbours and shipping channels, as a tool in water and flood management, creation of new lands and natural habitats, or to win minerals from underwater deposits. Dredging is therefore of crucial importance for sustainable development of nature resources, economic values and human quality of life.
Dredging is a pre-requisite for sustainable development and improvement of nature resources, economic values and human quality of life.
Present day management strategies involve the implementation of control measures to avoid-, mitigate- orcompensate- project impacts based on a sound assessment of anticipated and evaluated environmental effects.
Dredging operations are carried out in full compliance with relevant legislation. It is important that during further development of the legislative framework the necessity of dredging and the usefulness of dredged material is recognised. EU adopted this insight and excluded dredged materials from the scope of the EU waste directive if they are proved to be non-hazardous.
The relocation of dredged material into the aquatic system will help maintain the natural sediment balance. It is an important environmental and economic resource, and use of dredged material should be encouraged by legislation.
Present day dredging projects should be conscious of the natural environment and work in line with nature to optimize designs and working methods.
Flood Resilience and Resistance for Critical Infrastructure: Project Summary SC080045/S1
Januari Th.
931
Flood resilience and resistance for critical infrastructure addresses some of the critical infrastructure (CI) issues raised by recent severe flooding in the UK. This publication provides an overview of how the risk posed to CI systems by flooding is now managed acroos the UK.
The publication outlines the regulatory framework and provides insight into the main issues now faced by the industry in this area. A brief introduction is given to the principles of flood risk management to place flood resilience and resistance into a wider context. A range of case studies is provided that describes the lessons identified by infrastructure owners and operators who have suffered flooding problems in the past.
This report can be downloaded free from www.ciria.org.
Evaluasi Tiga Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009: Bersama Menata Perubahan
Th.
1.029
Laporan tiga tahun pelaksanaan pembangunan merupakan pengejawantahan amanat RPJMN 2004-2009. Dokumen ini secara obyektif menggambarkan upaya-upaya yang telah ditempuh, pencapaian yang telah didapat, dan kendala serta upaya lanjutan yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran sesuai dengan amanat yang telah ditetapkan di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Mohammad Jusuf Kalla.
Daftar Isi:
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bagian 1. Pendahuluan
Bagian 2. Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
Bagian 3. Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis
Bagian 4. Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Hygiene promotion for men - Challenges and experiences from Nepal
Ingeborg Krukkert [The Netherlands], dkk
Januari Th.
990
Effective hygiene promotion reduces the main risky hygiene practices and conditions for women, children and men. To be effective, each member in the community should be involved. Everyone working on hygiene promotion will agree with this. Inclusive hygiene promotion is recognized widely: all gender groups, women, children and men have to be included in hygiene promotion activities. However, most hygiene promotion programmes focus on women only. Specific examples on how men are targeted are difficult to find. Involving men and encouraging their responsibility in hygiene and sanitation improvements is important for many reasons. For example, men have a key role in decision making; often control finances; have an important role to play in family and community health improvement; can help reduce the burdens borne by women; and men can be role models to others in the community. Men who are well informed on the benefits of hygiene improvement for their family are more likely to support their wives and children and to change their own behaviors. In this paper we use the experience of NEWAH, a national NGO based in Nepal, as a case to describe the challenges, but also the benefits and the lessons learned while focusing hygiene promotion on men.
Contents:
Background and context
Health education or hygiene promotion
What is hygiene promotion for men
Why is it important
Challenges
Turn theory into practice
Get in contact with men: location and time
Knowing what motivates men
Support
Possible improvements
From theory to practice
Reaching men: location and time
Motivation
Support of HSFs
Tools used in the communities
Using Drama
Integrating new approach in existing strategy
Acknowledgements
References
Buku Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Berpihak pada Masyarakat Miskin
Alan Prouty, dkk
Th.
1.950
Buku panduan ini dapat dijadikan pedoman untuk meningkatkan Pro-Poor Planning and Budgeting ke Pemda Kabupaten/ Kota dan dapat dijadikan pegangan dalam menerapkan proses perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada masyarakat miskin.
Untuk mempermudah, buku ini dibagi ke dalam 8 bab, yaitu Bab 1 menjelaskan mengenai kemiskinan secara umum, dan dilanjutkan dengan pengertian mengenai perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin di Bab 2. Pada bab 3 akan digambarkan bagaimana mengoptimalkan peran seluruh pemangku kepentingan yang diikuti dengan tahapan penyusunan perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin di Bab 4 dan 5. Selanjutnya, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perancangan program penanggulangan kemiskinan serta kegiatan monitoring dan evaluasi program tersebut dijelaskan pada bab 6 dan 7. Sebagai penutup, pada bab 8 disampaikan keterkaitan masing-masing abb dan bagaimana bab-bab yang saling terkait tersebut akan dapat diterapkan untuk mewujudkan rencana dan anggaran yang berpihak kepada masyarakat miskin, serta juga dijelaskan tentang pentingnya unsur lain yaitu peningkatan kapasitas dan pengembangan kelembagaan dalam rangka mensukseskan penyusunan rencana dan anggaran yang berpihak pada masyarakat miskin.
Daftar Isi:
Kata Sambutan
Kata Pengantar
Daftar Istilah
Daftar Isi
Daftar Kotak
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Bab 1. Memahami Kemiskinan dan Penanggulangannya
Bab 2. Perencanaan dan Penganggaran yang Berpihak pada Masyarakat Miskin: Konsep-Konsep Dasar
2.1 Definisi dan Konsep Dasar
2.2 Memahami Kemiskinan
2.3 Identifikasi Masyarakat Miskin
2.4 Mengukur Kemiskinan
2.5 Memetakan Kemiskinan
Bab 3. Mendayagunakan Peran Para Pemangku Kepentingan
3.1 Kerjasama dengan Semua Pihak: Mengapa Perlu Dengan Siapa dan Kapan
3.2 Konsultasi dengan Masyarakat Miskin--Mitra Kita
3.3 Peran Organisasi Kemasyarakatan
3.4 Peran Anggota DPRD
3.5 Peran Sektor Swasta
3.6 Peran Media
Bab 4. Menyusun Rencana yang Berpihak pada Masyarakat Miskin
4.1 Menelaah Kualitas Dokumen Perencanaan
4.2 Menelaah Proses Perencanaan yang Berlaku
4.3 Perencanaan dengan Fokus pada Prioritas, Keluaran dan Hasil
Bab 5. Menyusun Anggaran yang Berpihak pada Masyarakat Miskin
5.1 APBD Berbasis Kinerja dan Berpihak pada Masyarakat Miskin
5.2 Menelaah Kualitas Dokumen Anggaran
5.3 Menelaah Proses Penganggaran
5.4 Menerapkan Prinsip-Prinsip Pro-Poor dalam Penyusunan APBD
Bab 6. Merancang Implementasi Program-Program Penanggulangan kemiskinan
6.1 Merancang Implementasi Program: Perlu Perhatian Lebih
6.2 Merancang Proses Implementasi secara SEksama
6.3 Sosialisasi
6.4 Pengaduan Masyarakat dan Pengelolaannya
6.5 Merancang Keberlanjutan dan Strategi Mengakhiri Program
Bab 7. Monitoring dan Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan
7.1 Definisi dan Konsep Dasar
7.2 Merancang Monitoring dan Evaluasi Sebelum Implementasi
7.3 Monitoring: Unsur-unsur dan Langkah-langkah Utama
7.4 Evaluasi: Unsur-unsur dan Langkah-langkah Utama
7.5 Kelembagaan dan Pengembangan Kapasitas Monitoring dan Evaluasi
Bab 8. Menerapkan Panduan untuk Menurunkan Kemiskinan
8.1 Kerangka Penerapan P3B
8.2 Mengembangkan Pengetahuan, Kemampuan dan Kapasitas Pelaku untuk Melaksanakan P3B (Knowlwdge and Knowhow serta SDM)
8.3 Pengembangan Kelembagaan
8.4 Instrumen yang Tepat
Lampiran. Sumber-Sumber/ Referensi yang Berguna
Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (Infrastruktur dan Pembangunan Daerah: Membantu Pengurangan Kemiskinan)
Th.
1.735
Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah edisi tahun 2008 ini terdiri dari enam bab, yang memuat diantaranya; pokok-pokok penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2008 di bidang infrastruktur, dukungan infrastruktur dalam percepatan pembangunan daerah, kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur dan langkah-langkah yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah yang dianjurkan Pemerintah dalam rangka pembangunan infrastruktur, dengan orientasi penyediaan lapangan kerja untuk pengurangan kemiskinan.
Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa buku ini disusun dengan maksud agar dapat digunakan sebagai referensi bagi para penyusun dan pembuat kebijakan di daerah dalam pembangunan infrastruktur. Adapun tujuannya adalah menyamakan persepsi akan pentingnya tertib administrasi dalam pengelolaan pembangunan infrastruktur daerah bagi para pemangku kepentingan. Buku ini selain dapat dijadikan sebagai panduan, terutama tentang peraturan dan perundangan (glossary) yang terkait dengan pembangunan infrastruktur, juga dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan dan menjabarkan program-program pemerintah.
Daftar Isi:
Kata Sambutan
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Singkatan
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Ruang LIngkup
1.4 Sistematika Pembahasan
II. Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
2.1 Perkembangan Desentralisasi dan Pelaksanaan Otonomi Daerah
2.2 Permasalahan dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
2.3 Permasalahan dalam Pembangunan Daerah
2.4 Peningkatan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Daerah
2.5 Penataan Ruang Wilayah dalam Pembangunan Daerah
2.6 Pembangunan Kawasan Strategis Nasional Bidang Ekonomi
III. RKP dan Kebijakan Anggaran Tahun 2008
3.1 RKP Tahun 2008
3.2 Kebijakan Anggaran Tahun 2008
IV. Dukungan Infrastruktur dan Percepatan Pembangunan Daerah
4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Infrastruktur di Daerah
4.2 Fungsi dan Peran Infrastruktur dalam Pembangunan Daerah
4.3 Kewenangan Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur
4.4 Kemitraan dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah
4.5 Penataan Ruang Wilayah dalam Rangka Pembangunan Infrastruktur di Daerah
V. Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur
5.1 Kebijakan Umum Pembangunan Infrastruktur
5.2 Sektor Transportasi
5.3 Sektor Energi dan Ketenagalistrikan
5.4 Sektor Telekomunikasi
5.5 Sektor Air Bersih/ Minum
5.6 Sektor Perumahan/ Permukiman
5.7 Sektor Sumber Daya Air
5.8 Kerjasama Antar Daerah
5.9 Kerjasama Pemerintah dengan Swasta
VI. Langkah-Langkah yang dapat Dilakukan Pemerintah Daerah Dalam Pembangunan Infrastruktur
6.1 Sektor Transportasi
6.2 Sektor Energi dan Ketenagalistrikan
6.3 Sektor Telekomunikasi
6.4 Sektor Air Bersih/ Minum
6.5 Sektor Perumahan/ Permukiman
6.6 Sektor Sumber Daya Air
Lampiran
Diarrhoea: Why Children are Still Dying and What Can Be Done
Th.
993
Diarrhoea remains the second most common cause of death among children under five globally. Nearly one in five child deaths – about 1.5 millions each year – is due to diarrhoea. It kills more young children than AIDS, malaria and measles combined.
This report puts forward a new, 7-point plan for comprehensive diarrhoea control. The plan includes a treatment package to significantly reduce child deaths due to diarrhoea, and a prevention package to make a lasting reduction in the diarrhoea burden for years to come. But intensified efforts on both fronts must begin right away.
Contents:
Acknowledgements
Foreword
Executive Summary
1. The global burden of childhood diarrhoea
2. Diarrhoeal diseases: The basics
3. Preventing and treating childhood diarrhoea: Where we stand today
4. A 7-point plan for comprehensive diarrhoea control
Data used in this report
References
Statistical annex