Peraturan Menteri

Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat & Desa/Kelurahan

2007 2.061

 

Peraturan ini dibuat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 99 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Pasal 24 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan.           Untuk penyelenggaran pelatihan PMD dilakukan terhadap aspek ekonomi, sosial budaya, politik, dan lingkungan hidup. Satuan kerja pelatihan PMD dilakukan akreditasi berdasarkan instrumen dan kriteria pelatihan PMD.           Setiap peserta pelatihan yang telah memenuhi kualifikasi minimum yang dipersyaratkan akan diberikan sertifikat. Pelatih/Fasilitator PMD wajib memiliki sertifikat sebagai Pelatih/Fasilitator PMD. Begitu pula dengan Tenaga Pelatihan Satuan Kerja Pelatihan PMD wajib memiliki sertifikat sebagai Tenaga Pelatihan Satuan Kerja Pelatihan PMD.           Komite Standar Pelatihan PMD juga dibentuk dalam rangka pengembangan, pemantauan, dan pelaporan pencapaian standar pelatihan PMD, akreditasi, sertifikasi dan evaluasi.           Dalam hal pembinaan terhadap pelatihan PMD dilakukan oleh Mendagri, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Sedangkan pengawasan pelaksanaan pelatihan PMD dilakukan oleh Mendagri, Gubernur, dan Bupati/walikota secara berjenjang sesuai dengan tingkat kewenangan.Mengenai pendanaan pelaksanaan dan standar pelatihan PMD yang diselenggarakan oleh Depdagri dibebankan pada APBN serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat.  Daftar Isi :Bab I Ketentuan Umum; Bab II Penyelenggaraan Pelatihan PMD; Bab III Standar Pelatihan PMD : Bagian Kesatu : Umum, Bagian Kedua : Standar Isi, Bagian Ketiga : Standar Proses Pelatihan PMD, Bagian Keempat : Standar Kelulusan Peserta Pelatihan, Bagian Kelima : Standar Pelatih/Fasilitator dan Tenaga Pelatihan, Bagian Keenam : Standar Sarana dan Prasarana, Bagian Ketujuh : Standar Pengelolaan, Bagian Kedelapan: Standar Pembiayaan, Bagian Kesembilan : Standar Penilaian Pelatihan; Bab IV Akreditasi; Bab V Sertifikasi : Bagian Kesatu : Peserta Pelatihan, Bagian Kedua : Pelatih/Fasilitator, Bagian Ketiga : Tenaga Pelatihan Satuan Kerja Pelatihan PMD; Bab VI Komite Standar Pelatihan PMD; Bab VII Evaluasi; Bab VIII Pembinaan dan Pengawasan; Bab IX Pendanaan; Bab X Ketentuan Penutup.

Kader Desa

2007 1.112

 

Peraturan ini dibuat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 82 sampai dengan Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Ruang lingkup kerjasama Desa meliputi kerjasama antar Desa (Desa dengan Desa dalam satu Kecamatan dan Desa dengan Desa dilain Kecamatan dalam satu Kabupaten/Kota) dan kerjasama Desa dengan pihak ketiga (dapat dilakukan dengan instansi pemerintah atau swasta maupun perorangan sesuai dengan obyek yang dikerjasamakan).Kerjasama ini dimaksudkan untuk kepentingan desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal pembiayaan dalam rangka kerjasama Desa dibebankan kepada pihak-pihak yang melakukan kerjasama.Kepala Desa selaku pemimpin penyelenggaraan pemerintahan desa mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kerjasama desa. Dalam rangka pelaksanaan kerjasama Desa dapat dibentuk suatu badan yang disebut Badan Kerjasama Desa. Rencana kerjasama Desa akan dibahas dalam Rapat Musyawarah Desa dan dipimpin langsung oleh Kepala Desa.Apabila terjadi perubahan dan pembatalan kerjasama Desa harus dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan kerjasama Desa tersebut. Penentuan tenggang waktu kerjasama Desa juga ditentukan dalam kesepakatan bersama oleh kedua belah pihak yang melakukan kerjasama.Setiap perselisihan yang terjadi dalam kerjasama Desa harus diselesaikan secara musyawarah dan mufakat serta dilandasi dengan semangat kekeluargaan. Untuk pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.  Daftar Isi :Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup; Bab III Maksud dan Tujuan; Bab IV Pembiayaan; Bab V Tugas dan Tanggungjawab; Bab VI Badan Kerjasama Desa; Bab VII Tata Cara Kerjasama; Bab VIII Perubahan dan Pembatalan; Bab IX Tenggang Waktu; Bab X Penyelesaian Perselisihan; Bab XI Pembinaan dan Pengawasan; Bab XII Ketentuan Penutup.

Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal

2007 2.091

 

Peraturan ini dibuat sebagai pelaksana dari ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Adapun ruang lingkup rencana pencapaian SPM, meliputi batas waktu pencapaian SPM secara Nasional dan jangka waktu pencapaian SPM di daerah; pengintegrasian rencana pencapaian SPM dalam dokumen perencanaan dan penganggaran; mekanisme pembelanjaan penerapan SPM; dan sistem penyampaian informasi rencana dan realisasi pencapaian target tahunan SPM kepada masyarakat.Rencana pencapaian SPM di daerah mengacu pada batas waktu pencapaian SPM secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. Batas waktu pencapaian SPM menjadi batas waktu maksimal dari jangka waktu rencana pencapaian dalam penerapan SPM di daerah.Dalam pengintegrasian rencana pencapaian SPM dalam dokumen perencanaan, Pemerintah Daerah menyusun rencana pencapaian SPM yang dituangkan dalam RPJMD dan dijabarkan dalam target tahunan pencapaian SPM. Mengenai mekanisme pembelanjaan penerapan SPM, nota kesepakatan tentang KUA dan PPA yang disepakati bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD wajib memuat target pencapaian dan penerapan SPM.Pengelolaan pelayanan dasar dan rencana pencapaian dan penerapan SPM yang bersifat lintas daerah perlu disepakati bersama antar daerah dan dijadikan sebagai dasar dalam perencanaan dan penganggaran kebutuhan masing-masing daerah. Untuk pendanaan yang berkaitan dengan rencana pencapaian dan penerapan SPM yang merupakan tugas dan fungsi pemerintah dibebankan pada APBN. Begitu pula dengan monitoring dan evaluasi umum terhadap kinerja penerapan dan pencapaian SPM Pemerintah Daerah, dilakukan oleh Mendagri yang dilakukakan oleh Tim Konsultasi Penyusunan SPM.  Daftar Isi :Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup; Bab III Rencana Pencapaian SPM; Bab IV Jangka Waktu dan Target Pencapaian SPM Daerah; Bab V Pengintegrasian Rencana Pencapaian SPM Dalam Dokumen Perencanaan; Bab VI Mekanisme Pembelanjaan Penerapan SPM; Bab VII Perencanaan dan Pembelanjaan Pencapaian SPM Lintas Daerah; Bab VIII Pembiayaan; Bab IX Penyampaian Informasi Pencapaian SPM Kepada Masyarakat; Bab X Pembinaan dan Pengawasan; Bab XI Monitoring dan Evaluasi; Bab XII Ketentuan Peralihan; Bab XIII Ketentuan Penutup.

Pendataan Program Pembangunan Desa/Kelurahan

2007 2.071

 

Tujuan pendataan program pembangunan Desa/Kelurahan adalah untuk mengetahui potensi sumber daya yang dimiliki Desa/kelurahan dan kegiatan-kegiatan yang menyeluruh, lengkap, dan akurat. Pelaksanaan pendataan program pembangunan Desa/Kelurahan ini dilakukan oleh Tim Pelaksana Pendataan.Pendataan rencana program pembangunan Desa/Kelurahan dapat berupa peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan, pengembangan lembaga ekonomi perdesaan, peningkatan partisipasi masyarakat dalam membangun desa, peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa, peningkatan peran perempuan di perdesaan, dan program lainnya yang dilaksanakan Desa/Kelurahan.Kepala Desa/Lurah wajib melaporkan pelaksanaan pendataan program pembangunan Desa/Kelurahan kepada Camat. Untuk pembinaan pendataan dan pendayagunaan data program pembangunan Desa/kelurahan dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Provinsi. Sedangkan pendanaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendataan, rekapitulasi, publikasi dan pendayagunaan data program pembangunan Desa/Kelurahan dibebankan kepada APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota, APBDes, bantuan luar negeri, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.  Daftar Isi :Bab I Ketentuan Umum; Bab II Tujuan; Bab III Pelaksana; Bab IV Pendataan Rencana Program Pembangunan Desa/Kelurahan; Bab V Pendataan Pelaksanaan Program Pembangunan Desa/Kelurahan; Bab VI Pendayagunaan Data; Bab VII Pelaporan; Bab VIII Pembinaan dan Pengawasan; Bab IX Pendanaan; Bab X Ketentuan Penutup.

Perencanaan Pembangunan Desa

2007 1.034

 

Berdasarkan ketentuan Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, maka Pemerintah Desa wajib menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP-Desa).Perencanaan pembangunan desa disusun dalam periode 5 tahun. Kepala Desa bertanggungjawab dalam pembinaan dan pengendalian penyusunan RPJM-Desa dan RKP-Desa. Penyusunan RPJM-Desa dilakukan melalui kegiatan persiapan, pelaksanaan, dan pelembagaan. Sedangkan penyusunan RKP-Desa dilakukan melalui kegiatan persiapan, pelaksanaan, dan pemasyarakatan.Dalam hal pelaporan, Kepala Desa melaporkan RPJM-Desa dan RKP-Desa secara berjenjang. Mendagri, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perencanaan pembangunan desa. Mengenai pendanaan, perencanaan pembangunan desa bersumber dari dana APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota, APBD Desa, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Selanjutnya mengenai RPJM-Desa dan RKP-Desa ini diatur lebih lanjut dengan Perda.  Daftar Isi :Bab I Ketentuan Umum; Bab II Perencanaan Pembangunan Desa; Bab III Pengorganisasian; Bab IV Penyusunan RPJM-Desa dan RKP-Desa : Bagian Kesatu : Penyusunan RPJM-Desa, Bagian Kedua : Penyusunan RKP-Desa; Bab V Pelaporan; Bab VI Pembinaan dan Pengawasan; Bab VII Pendanaan; Bab VIII Ketentuan Penutup.

Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

2007 4.006

 

Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 150 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. PPK-BLUD bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.Penerapan PPK-BLUD pada SKPD atau Unit Kerja harus memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administratif. BLUD beroperasi berdasarkan pola tata kelola atau peraturan internal, yang memuat antara lain struktur organisasi, prosedur kerja, pengelompokkan fungsi yang logis, dan pengelolaan sumber daya manusia.BLUD yang memiliki realisasi nilai omset tahunan menurut laporan operasional atau nilai aset menurut neraca yang memenuhi syarat minimal, dapat dibentuk Dewan Pengawas. Dalam hal SKPD atau Unit Kerja yang menerapkan PPK-BLUD merubah status kelembagaannya, berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.Pejabat pengelola BLUD, dewan pengawas, sekretaris dewan pengawas dan pegawai BLUD dapat diberikan remunerasi sesuai dengan tingkat tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.Untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan umum yang diberikan oleh BLUD, kepala daerah menetapkan standar pelayanan minimal BLUD dengan peraturan kepala daerah. BLUD juga dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang diberikan. Pendapatan BLUD dapat bersumber dari jasa layanan, hibah, hasil kerjasama dengan pihak lain, APBD, APBN, dan lain-lain pendapatan BLUD yang sah.Pembinaan teknis BLUD-SKPD dilakukan oleh kepala daerah melalui sekretaris daerah. Sedangkan evaluasi dan penilaian kinerja BLUD dilakukan setiap tahun oleh kepala daerah dan/atau dewan pengawas terhadap aspek keuangan dan non-keuangan. Daftar Isi :

Bab I Ketentuan Umum; Bab II Azas dan Tujuan : Bagian Kesatu : Azas, BagianKedua : Tujuan; Bab III Persyaratan dan Penetapan PPK-BLUD : Bagian Pertama : Persyaratan, Bagian Kedua : Tim Penilai, Bagian Ketiga : Penetapan; Bab IV Tata Kelola : Bagian Pertama : Prinsip Tata Kelola, Bagian Kedua : Pejabat Pengelola; Bab V Dewan Pengawas; Bab VI Status Kelembagaan; Bab VII Remunerasi; Bab VIII Standar Pelayanan Minimal; Bab IX Tarif Layanan; Bab X Pendapatan dan Biaya BLUD : Bagian Kesatu : Pendapatan, Bagian Kedua : Biaya; Bab XI Perencanaan dan Penganggaran : Bagian Kesatu : Perencanaan, Bagian Kedua : Penganggaran; Bab XII Pelaksanaan Anggaran : Bagian Kesatu : DPA-BLUD, Bagian Kedua : Pengelolaan Kas, Bagian Ketiga : Pengelolaan Piutang dan Utang,          Bagian Keempat : Investasi, Bagian Kelima : Kerjasama, Bagian Keenam : Pengadaan Barang dan/atau Jasa, Bagian Ketujuh : Pengelolaan Barang, Bagian Kedelapan : Surplus dan Defisit Anggaran, Bagian Kesembilan : Penyelesaian Kerugian, Bagian Kesepuluh : Penatausahaan; Bab XIII Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban : Bagian Kesatu : Akuntansi, Bagian Kedua : Pelaporan dan Pertanggungjawaban; Bab XIV Pembinaan dan Pengawasan; Bab XV Evaluasi dan Penilaian Kinerja; Bab XVI Ketentuan Lain-lain; Bab XVII Ketentuan Peralihan; Bab XVIII Ketentuan Penutup.

Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009

2008 989

 

Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009 adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 1 (satu) tahun, yaitu yang dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2009.RKP Tahun 2009 merupakan penjabaran dari RPJMN Tahun 2004-2009 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005.Kementerian Negara/Lembaga membuat laporan kinerja triwulan dan tahunan atas pelaksanaan rencana kerja dan anggaran yang berisi uraian tentang keluaran kegiatan dan indikator kinerja program.

Dewan Sumber Daya Air

2008 1.159

 

Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 86 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan untuk mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah, serta para pemilik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air.Untuk melaksanakan koordinasi pengelolaan SDA pada tingkat nasional, provinsi dan Kab/Kota maka dibentuk Dewan SDA Nasional, Provinsi, dan Kab/Kota. Hubungan kerja antara Dewan SDA Nasional, Provinsi, dan Kab/Kota bersifat koordinatif dan konsultatif.Dewan SDA Nasional bersifat non-struktural, berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Dewan SDA Provinsi bersifat non-struktural, berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur. Sedangkan Dewan SDA Kab/Kota bersifat non-struktural, berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Bupati/Walikota.Dalam hal pembiayaan operasional Dewan SDA Nasional, Provinsi, Kab/Kota dibebankan pada APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kab/Kota. Daftar Isi :Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pembentukan; Bab III Kedudukan, Tugas, dan Fungsi : Bagian Kesatu : Dewan SDA Nasional, Bagian Kedua : Dewan SDA Provinsi, Bagian Ketiga : Dewan SDA Kabupaten/Kota; Bab IV Susunan Organisasi dan Tata Kerja : Bagian Kesatu : Dewan SDA Nasional, Bagian Kedua : Dewan SDA Provinsi, Bagian Ketiga : Dewan SDA Kabupaten/Kota; Bab V Hubungan Kerja Antardewan Sumber Daya Air; Bab VI Pembiayaan; Bab VII Ketentuan Peralihan; Bab VIII Ketentuan Penutup.

Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan

2006 2.512

 

Peraturan ini dibuat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Air. Baku mutu air limbah ini berlaku untuk kegiatan RPH sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, dan/atau domba.Tujuan ditetapkannya baku mutu air limbah ini adalah untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menurunkan beban pencemaran lingkungan melalui upaya pengendalian pencemaran dari kegiatan RPH.Gubernur dan Bupati/Walikota dapat menerapkan baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH daerah dengan ketentuan lebih ketat sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah

2009 1.917

 

Deskripsi :Peraturan Menteri ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 7 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah.Adapun ruang lingkup peraturan ini meliputi Ketentuan Umum, Ruang Lingkup Petunjuk Teknis, Tata Cara Kerja Sama Daerah, Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah, dan Ketentuan Penutup.Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa ruang lingkup petunjuk teknis ini meliputi petunjuk teknis kerja sama antar daerah dan petunjuk teknis kerja sama daerah dengan pihak ketiga. Sedangkan tata cara kerjasama daerah meliputi tata cara kerja sama antar daerah dan tata cara kerja sama daerah dengan pihak ketiga.Gubernur, Bupati/Walikota membentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) untuk menyiapkan kerja sama daerah yang masing-masing mempunyai tugas yang berbeda.Mengenai kerjasama daerah yang membebani APBD Provinsi dan masyarakat serta anggarannya yang belum tersedia dalam APBD tahun anggaran berjalan harus mendapat persetujuan dari DPRD Provinsi. Begitu pula dengan kerja sama daerah yang membebani APBD Kab/Kota harus mendapat persetujuan dari DPRD Kab/Kota.Daftar Isi :Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup Petunjuk Teknis; Bab III Tata Cara Kerja Sama Daerah; Bab IV Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah; Bab V Ketentuan Penutup.