Peraturan Menteri

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

2004 991

 

Deskripsi :Untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara, keuangan negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutat. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan oleh BPK yang bebas dan mandiri.Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Penentuan obyek pemeriksaan, perencaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK. Pemeriksa akan menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai dilakukan.Berkaitan dengan pengenaan ganti kerugian negara, BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah. Daftar Isi :

Bab I Ketentuan Umum; Bab II Lingkup Pemeriksaan; Bab III Pelaksanaan Pemeriksaan; Bab IV Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut; Bab V Pengenaan Ganti Kerugian Negara; Bab VI Ketentuan Pidana; Bab VII Ketentuan Peralihan; Bab VIII Ketentuan Penutup.

Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2010

2009 908

Deskripsi :


Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, maka Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri ini.


 
Adapun pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2010 ini meliputi tantangan dan prioritas pembangunan tahun 2010, pokok-pokok kebijakan penyusunan APBD, teknis penyusunan APBD, dan hal-hal khusus.


Pengelolaan Keuangan Daerah

2005 12.318

 

 

Peraturan ini dibuat untuk melaksanakan Pasal 182 dan Pasal 194 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 69 dan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.Ruang lingkup keuangan daerah meliputi : hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman, kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga, penerimaan daerah, pengeluaran daerah, kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah, serta kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah Kepala Daerah selaku Kepala Pemerintah Daerah.APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah.RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJP Daerah dengan memperhatikan RPJM Nasional dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah.Kepala Daerah menyampaikan rancangan perda tentang APBD kepada DPRD disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya untuk dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama pada minggu pertama bulan Oktober.SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan yang tidak tersedia anggarannya dan/atau yang tidak cukup tersedia anggarannya dalam APBD.Pemda juga menyusun laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Bagi pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan/pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan daerah, wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan perundangan.Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, yang berada dalam tanggung jawabnya. Sumber-sumber pembiayaan akan digunakan untuk menutupi defisit jika APBD diperkirakan defisit. Sebaliknya bila APBD diperkirakan surplus, penggunaannya ditetapkan dalam perda tentang APBD.Semua transaksi penerimaan dan pengeluaran daerah dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah. Pemerintah juga melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah kepada pemda yang dikoordinasikan oleh Mendagri.Semua kerugian daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundangan.Pemda dapat membentuk BLUD untuk menyediakan barang dan/atau jasa untuk layanan umum serta mengelola dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan perda sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

Daftar Isi : Bab I Ketentuan Umum; Bab II Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah; Bab III Asas Umum dan Stuktur APBD; Bab IV Penyusunan Rancangan APBD; Bab V Penetapan APBD; Bab VI Pelaksanaan APBD; Bab VII Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan Perubahan APBD; Bab VIII Penatausahaan Keuangan Daerah; Bab IX Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD; Bab X Pengendalian Defisit dan Penggunaan Surplus APBD; Bab XI Kekayaan dan Kewajiban; Bab XII Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah; Bab XIII Penyelesaian Kerugian Daerah; Bab XIV Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah; Bab XV Pengaturan Pengelolaan Keuangan Daerah; Bab XVII Ketentuan Peralihan; Bab XVIII Ketentuan Penutup.

 

Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah

2007 1.460

          Peraturan ini sebagai pelaksana dari ketentuan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Adapun subjek dari kerjasama yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 meliputi Gubernur, Bupati, Walikota, dan pihak ketiga. Objek kerjasama daerah adalah seluruh urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonom dan dapat berupa penyediaan pelayanan publik. Sedangkan bentuk kerjasamanya dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama.
          Dalam hal tata cara kerjasama daerah, Kepala Daerah atau salah satu pihak dapat memprakarsai atau menawarkan rencana kerjasama kepada Kepala Daerah yang lain dan pihak ketiga mengenai objek tertentu.
          Rencana kerjasama daerah yang membebani daerah dan masyarakat harus mendapat persetujuan dari DPRD, apabila biaya kerjasama belun teranggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan dan/atau menggunakan dan/atau memanfaatkan aset daerah. Hasil kerjasama daerah dapat berupa uang, surat berharha dan aset, atau non-material berupa keuntungan.
          Apabila didalam kerjasama daerah terjadi perselisihan antara provinsi dengan provinsi lain atau antara provinsi dengan kab/kota dengan daerah kabupaten atau kota dari provinsi yang berbeda, maka dapat diselesaikan dengan cara musyawarah atau Keputusan Menteri.
          Para pihak dapat melakukan perubahan atas ketentuan kerjasama daerah. Kerjasama daerah juga dapat berakhir apabila terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian, tujuan perjanjian tersebut telah tercapai, terdapat perubahan mendasar yang mengakibatkan perjanjian kerjasama tidak dapat dilaksanakan, salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian, dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama, muncul norma baru dalam peraturan perundangan, objek perjanjian hilang, terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional, atau berakhirnya masa perjanjian.
          Dalam hal pembinaan dan pengawasan umum, Menteri melakukannya atas kerjasama antardaerah provinsi atau antar kab/kota dari lain provinsi. Kemudian diperlukan waktu paling singkat 5 (lima) tahun untuk Kepala Daerah agar dapat membentuk badan kerjasama.

Daftar Isi :

Bab I Ketentuan Umum; Bab II Kerjasama Daerah : Bagian Kesatu : Prinsip Kerjasama, Bagian Kedua : Subjek Kerjasama, Bagian Ketiga : Objek Kerjasama, Bagian Keempat : Bentuk Kerjasama; Bab III Tata Cara Kerjasama Daerah; Bab IV Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Bab V Hasil Kerjasama; Bab VI Penyelesaian Perselisihan; Bab VII Perubahan Kerjasama Daerah; Bab VIII Berakhirnya Kerjasama Daerah; Bab IX Pembinaan dan Pengawasan; Bab X Badan Kerjasama; Bab XI Ketentuan Peralihan; Bab XII Ketentuan Penutup.

 


 

 

 

Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

2008 1.234

 

Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang hygiene dan sanitasi dengan menetapkan Open Defecation Free dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam RPJMN Tahun 2004-2009. Hal ini sejalan dengan komitemn pemerintah dalam mencapai target MDGs Tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses.Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ini merupakan acuan dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta evaluasi yang terkait dengan sanitasi total berbasis masyarakat. Dengan menekankan kepada 5 (lima) perubahan perilaku hygienis yakni :
  1. Tidak buang air besar (BAB) sembarangan.
  2. Mencuci tangan pakai sabun.
  3. Mengelola air minum dan makanan yang aman.
  4. Mengelola sampah dengan benar.
  5. Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.
 Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat mengandung strategi nasional yang menginduk dan menjadi kelengkapan bagian daripada Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat (AMPL-BM).Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, dan penilaian upaya peningkatan akses sanitasi, baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Penetapan strategi dalam pedoman ini dilakukan sedemikian rupa sehingga hasil pencapaiannya dapat lebih terarah dan terukur.

 

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota

2008 1.766

 

Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal serta menggantikan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini.Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, Kabupaten/Kota menggunakan SPM Kesehatan. Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai dengan SPM Kesehatan yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah (Dinas Kesehatan) Kab/Kota dan masyarakat. SPM Kesehatan yang ditetapkan merupakan acuan dalam perencanaan program pencapaian target masing-masing Daerah Kab/Kota.Bupati/Walikota berkewajiban untuk menyampaikan laporan teknis tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM Kesehatan kepada Menkes. Sedangkan Menkes melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM Kesehatan oleh Pemda dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat. Menteri Kesehatan juga memfasilitasi pengembangan kapasitas melalui peningkatan kemampuan system, kelembagaan, personal dan keuangan, baik di tingkat Pemerintah maupun Kab/Kota.Dalam hal pendanaan yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang mendukung penyelenggaraan SPM Kesehatan yang merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah, dibebankan kepada APBN Departemen Kesehatan. Diantaranya kegiatan penyusunan, penetapan, pelaporan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengasan, pembangunan system dan/atau sub-sistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas.

Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

2008 937

 

Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang hygiene dan sanitasi dengan menetapkan Open Defecation Free dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam RPJMN Tahun 2004-2009. Hal ini sejalan dengan komitemn pemerintah dalam mencapai target MDGs Tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses.Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ini merupakan acuan dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta evaluasi yang terkait dengan sanitasi total berbasis masyarakat. Dengan menekankan kepada 5 (lima) perubahan perilaku hygienis yakni :
  1. Tidak buang air besar (BAB) sembarangan.
  2. Mencuci tangan pakai sabun.
  3. Mengelola air minum dan makanan yang aman.
  4. Mengelola sampah dengan benar.
  5. Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.
 Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat mengandung strategi nasional yang menginduk dan menjadi kelengkapan bagian daripada Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat (AMPL-BM).Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, dan penilaian upaya peningkatan akses sanitasi, baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Penetapan strategi dalam pedoman ini dilakukan sedemikian rupa sehingga hasil pencapaiannya dapat lebih terarah dan terukur.

 

Pengelolaan Sampah

2008 2.140

 


Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam bentuk undang-undang.


Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.


Selama ini sebagian besar masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir, yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Paradigma ini sudah seharusnya ditinggalkan dan diubah menjadi paradigma yang memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan.


Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik. Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib memiliki izin dari Kepala Daerah sesuai dengan kewenangannya. Bupati/Walikota dapat menerapkan sanksi administratif kepada pengelola sampah yang melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan.


Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah. Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Hal ini dapat dilakukan melalui :


-         pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah;


-         perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan


-         pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.


 


Ketentuan pasal 289 H ayat (1) UUD 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ketentuan ini membawa konsekuensi bahwa Pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggungjawab dibidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional dalam pengelolaannya dapat mengikutsertakan masyarakat atau bermitra dengan badan usaha yang bergerak dibidang persampahan. Selain itu organisasi persampahan, dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikutsertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah.



Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah disebutkan bahwa masyarakat juga berpartisipasi dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga, baik dalam hal pengurangan sampah (meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang) dan penanganan sampah (meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir).



Mengenai penyelesaian sengketa yang terjadi dimasyarakat akibat perbuatan melawan hukum di bidang pengelolaan sampah berhak mengajukan gugatan melalui perwakilan kelompok.



Daftar Isi :



Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas dan Tujuan; Bab III Tugas dan Wewenang Pemerintahan; Bab IV Hak dan Kewajiban; Bab V Perizinan; Bab VI Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah; Bab VII Pembiayaan dan Kompensasi; Bab VIII Kerjasama dan Kemitraan; Bab IX Peran Masyarakat, Bab X Larangan; Bab XI Pengawasan; Bab XII Sanksi Administratif; Bab XIII Penyelesaian Sengketa; Bab XIV Penyidikan; Bab XV Ketentuan Pidana; Bab XVI Ketentuan Peralihan; Bab XVII Ketentuan Lain-lain; Bab XVIII Ketentuan Penutup.