Peraturan Menteri

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

2004 8.002

Pembangunan Nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan Nasional. Perencanaan Pembangunan Nasional mencakup penyelenggaraan perencanaan makro semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Tahapan Perencanaan Pembangunan Nasional meliputi penyusunan rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksanaan rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana. Penyusunan RPJP dilakukan melalui urutan penyiapan rancangan awal rencana pembangunan, musyawarah perencanaan pembangunan dan penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

Menteri menyiapkan rancangan RPJP Nasional. Sedangkan Kepala Bappeda menyiapkan rancangan RPJP Daerah. Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Perencanaan pembangunan didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Presiden menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas Perencanaan Pembangunan Nasional. Sedangkan Kepala Daerah menyelenggaran dan bertanggung jawab atas perencanaan pembangunan daerah di daerahnya. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan setelah diundangkannya Undang-Undang ini.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas dan Tujuan; Bab III Ruang Lingkup Perencanaan Pembangunan Nasional; Bab IV Tahapan Perencanaan Pembangunan Nasional; Bab V Penyusunan dan Penetapan Rencana; Bab VI Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana; Bab VII Data dan Informasi; Bab VIII Kelembagaan; Bab IX Ketentuan Peralihan; Bab X Ketentuan Penutup.

Sumber Daya Air

2004 1.026

Dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (selanjutnya disingkat SDA) disebutkan bahwa penguasaan sumber daya air diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat. Hak guna air (berupa hak guna pakai air dan hak guna usaha air) tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan sebagian atau seluruhnya.

Presiden berhak untuk menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan SDA Nasional. Dalam pengelolaan SDA, sebagian wewenang Pemerintah dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berhak mengatur dan menetapkan penggunaan SDA untuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan SDA. Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum adalah tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.

Pengusahaan SDA permukaan yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat dilaksanakan oleh BUMN atau BUMD dibidang pengelolaan SDA atau kerjasama antara BUMN dengan BUMD.

Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi SDA yang tersebar dan dikelola oleh berbagai institusi. Dalam hal pembiayaan pengelolaan SDA ditetapkan berdasarkan kebutuhan nyata pengelolaan SDA. Sumber dana untuk setiap jenis pembiayaan tersebut dapat berupa anggaran pemerintah, anggaran swasta, dan/atau hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan SDA.

Dalam hal terjadi sengketa, penyelesaian sengketa SDA tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk sepakat. Jika tidak diperoleh kesepakatan, maka para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan (melalui arbitrase) atau melalui pengadilan. Masyarakat yang dirugikan akibat berbagai masalah pengelolaan SDA berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan. Begitu pula setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap orang lain maupun sumber air dan prasarananya akan ditindak sesuai dengan ketentuan pidana yang berlaku.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Wewenang dan Tanggung Jawab; Bab III Konservasi Sumber Daya Air; Bab IV Pendayagunaan Sumber Daya Air; Bab V Pengendalian Daya Rusak Air; Bab VI Perencanaan; Bab VII Pelaksanaan Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan; Bab VIII Sistem Informasi Sumber Daya Air; Bab IX Pemberdayaan dan Pengawasan; Bab X Pembiayaan; Bab XI Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat; Bab XII Koordinasi; Bab XIII Penyelesaian Sengketa; Bab XIV Gugatan Masyarakat dan Organisasi; Bab XV Penyidikan; Bab XVI Ketentuan Pidana; Bab XVII Ketentuan Peralihan; Bab XVIII Ketentuan Penutup.

Tata Pengaturan Air

1982 1.530

Dalam Tata Pengaturan Air dipergunakan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian. Kesatuan wilayah tata pengairan ditetapkan berdasarkan wilayah sungai.

Menteri melaksanakan wewenang dan tanggungjawab untuk mengkoordinasikan segala pengaturan usaha-usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tanpa mengurangi wewenang departemen dan/atau lembaga lain yang bersangkutan dalam bidang tugasnya masing-masing.

Dalam mengusahakan pemeliharaan kelestarian fungsi sumber air beserta bangunan pengairan, Menteri menetapkan ketentuan mengenai luas wilayah pengamanannya. Masyarakat wajib membantu usaha pengendalian dan pencegahan terjadinya pencemaran air yang dapat merugikan penggunaan air serta lingkungannya.

Dalam hal pembiayaan pembangunan bangunan pengairan baik yang ditujukan untuk kesejahteraan dan keselamatan umum maupun untuk memberikan manfaat langsung kepada suatu kelompok masyarakat ditanggung oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Kecuali pembiayaan untuk usaha-usaha tertentu yang diselenggarakan oleh badan hukum atau badan sosial atau perorangan, maka ditanggung oleh yang bersangkutan.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas dan Landasan Hak Atas Air; Bab III Pola Tata Pengaturan Air; Bab IV Koordinasi Tata Pengaturan Air; Bab V Penggunaan Air Dan/Atau Sumber Air; Bab VI Perlindungan; Bab VII Eksploitasi dan Pemeliharaan Bangunan Pengairan; Bab VIII Pembiayaan; Bab IX Pengawasan; Bab X Ketentuan Pidana; Bab XI Ketentuan Lain-lain; Bab XII Ketentuan Peralihan; Bab XIII Ketentuan Penutup.

Perusahaan Umum (Perum) Otorita Jatiluhur

1990 1.876

Peraturan ini merupakan penyesuaian dari Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1970 tentang Pembentukan Perusahaan Umum “Otorita Jatiluhur” sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1980.

Perusahaan ini adalah badan usaha yang menyelenggarakan usaha-usaha eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan serta mengusahakan air, sumber-sumber air, dan ketenagalistrikan. Perusahaan bertempat kedudukan dan berkantor pusat di Jatiluhur. Modal Perusahaan adalah kekayaan negara yang dipisahkan dari APBN dan tidak terbagi atas saham-saham.

Pembelanjaan untuk investasi yang dilaksanakan perusahaan dapat berasal dari dana intern perusahaan, penyertaan modal negara melalui APBN, pinjaman dari dalam dan/atau luar negeri, serta sumber-sumber lainnya yang sah. Perusahaan dipimpin dan dikelola oleh Direksi yang terdiri dari seorang Direktur Utama dan sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang Direktur sesuai dengan bidang usahanya. Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendengar pertimbangan Menteri Keuangan.

Pembinaan terhadap Perusahaan dilakukan oleh Menteri yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Direktur Jenderal berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku mulai berlaku, Direksi mengirimkan rencana kerja dan anggaran Perusahaan yang meliputi anggaran investasi dan anggaran eksploitasi kepada Menteri untuk memperoleh pengesahannya berdasarkan penilaian bersama oleh Menteri dan Menteri Keuangan.

Iuran pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan dan hasil penjualan tenaga listrik dari pembangkit listrik tenaga air didasarkan pada asas memperoleh penghasilan yang cukup bagi Perusahaan untuk menutup biaya pengusahaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri atas usul Direksi, setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan.

Menteri melakukan pengawasan umum atas jalannya Perusahaan. Pada Perusahaan dibentuk Dewan Pengawas yang bertanggung jawab kepada Menteri. Dewan Pengawas mengadakan rapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali dan sewaktu-waktu apabila diperlukan. Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Pengawas, Menteri dapat mengangkat seorang Sekretaris atas beban Perusahaan.

Untuk tiap tahun buku oleh Direksi disusun perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca dan perhitungan laba rugi. Pembubaran Perusahaan dan penunjukan likuidaturnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Semua kekayaan Perusahaan setelah diadakan likuidasi menjadi milik Negara.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pendirian Perusahaan; Bab III Anggaran Dasar Perusahaan; Bab IV Ketentuan Peralihan; Bab V Penutup.

Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air

2001 1.296

Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan Kelestarian Daerah Aliran Sungai dinyatakan tidak berlaku. Kemudian digantikan dengan Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air bertugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan nasional sumber daya air dan berbagai perangkat kebijakan lain yang diperlukan dalam bidang sumber daya air.

Penyelenggaraan tugas Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air sehari-hari dilaksanakan oleh Ketua Harian (Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah) dibantu oleh Sekretaris I (Deputi Bidang Produksi, Perdagangan dan Prasarana, Bappenas) Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air. Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air bersidang sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (bulan).

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya air di Propinsi dan Kabupaten/Kota maka Gubernur/Bupati/Walikota dapat membentuk wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air di daerahnya masing-masing. Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah menetapkan pedoman untuk pembentukan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat daerah.

Segala pembiayaan untuk pelaksanaan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air dan Sekretariat dibebankan pada Anggaran Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Sedangkan untuk pelaksanaan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat daerah dibebankan pada APBD.

Peraturan ini telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.

Daftar Isi :
Bab I Kedudukan, Tugas dan Fungsi; Bab II Organisasi dan Tata Kerja; Bab III Wadah Koordinasi Sumber Daya Air Tingkat Daerah; Bab IV Pembiayaan; Bab V Ketentuan Penutup.

Pembentukan Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai & Pemeliharaan Kelestarian Daerah Sungai

1999 931

Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Koordinasi mendapat pengarahan dari Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri, Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan, serta Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Tim Koordinasi bertanggung jawab kepada Presiden.

Kegiatan pendayagunaan sungai diusahakan sejauh mungkin secara korporasi dengan memanfaatkan potensi BUMN, BUMD, Koperasi dan Badan Usaha Swasta. Untuk kegiatan pemeliharaan kelestarian DAS diusahakan dengan meningkatkan peran serta penduduk dan masyarakat sekitarnya serta Lembaga Swadaya Masyarakat terkait.

Tim Koordinasi juga dapat membentuk Sekretariat dan Kelompok Kerja Teknis maupun menunjuk Tenaga Ahli. Biaya untuk pelaksanaan tugas Tim Koordinasi dibebankan kepada Anggaran Departemen Pekerjaan Umum, sedangkan pelaksanaan teknis pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelestarian DAS dilakukan secara fungsional dan dibiayai dengan beban anggaran dari lembaga yang bersangkutan.

Keputusan Presiden Republik Indonesia No 10 Tahun 2000 Tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

2000 1.477

Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka Keputusan Presiden Nomor 196 Tahun 1998 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dinyatakan tidak berlaku.

Bapedal adalah Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Bapedal mempunyai tugas menyelenggarakan tugas umum dan pembangunan dibidang pengendalian dampak lingkungan hidup yang meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan kualitas lingkungan hidup dalam penyusunan kebijakan teknis dan program pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal pembiayaan yang diperlukan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Bapedal dibebankan kepada APBN. Bapedal dikoordinasikan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Bapedal terdiri dari Kepala, Sekretariat Utama, Deputi Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan, Sumber Daya Manusia dan Mitra Lingkungan, Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan, dan Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan. Setiap unsur di lingkungan Bapedal dalam melaksanakan tugas masing-masing wajib menerapkan secara intensif prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik di lingkungan Bapedal maupun dalam kalangan antar instansi pemerintah dan/atau instansi lain.

Daftar Isi :
Bab I Kedudukan, Tugas dan Fungsi; Bab II Organisasi; Bab III Kepangkatan, Pengangkatan dan Pemberhentian; Bab IV Pembiayaan; Bab V Tata Kerja; Bab VI Ketentuan Lain-lain; Bab VII Ketentuan Peralihan; Bab VIII Ketentuan Penutup.