Peraturan Menteri

Organisasi Dan Tata Laksana Pusat Produksi Bersih Nasional

2004 969

Produksi Bersih adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia dan lingkungan.

Kementerian Lingkungan Hidup berperan sebagai fasilitator bagi terbentuknya PPBN (Pusat Produksi Bersih Nasional) yang mandiri. Susunan organisasi PPBN terdiri dari Komite Pengarah, Direktur Eksekutif, Sekretaris, Manajer Hubungan Masyarakat, dan Manajer Teknik.

Biaya pelaksanaan kegiatan PPBN untuk kurun waktu 4 (empat) tahun sejak ditetapkannya Keputusan ini bersumber dari Pemerinrah Republik Indonesia melalui alokasi APBN dan ProLH – GTZ berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

Atas rekomendasi Ketua Komite Pengarah dan setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Negara Lingkungan Hidup, Direktur Eksekutif PPBN dapat memberikan usulan untuk mengubah dan/atau mengembangkan susunan organisasi PPBN yang berada dalam kewenangan pengelolaannya atas dasar musyawarah untuk mufakat.

Daftar Isi :
Bagian Pertama : Ketentuan Umum; Bagian Kedua : Susunan Organisasi dan Pengurus; Bagian Ketiga : Tugas Komite Pengarah, Direktur Eksekutif dan Manajer PPBN; Bagian Keempat : Jenis Pelayanan PPBN; Bagian Kelima : Pembiayaan; Bagian Keenam : Ketentuan Penutup.

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

2005 5.509

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air maka ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Pengaturan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (selanjutnya disingkat SPAM) diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi yang berkaitan dengan air minum. Dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM dan/atau prasarana dan sarana sanitasi, Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama antar daerah.

Kebijakan dan strategi nasional pengembangan SPAM disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah setiap 5 tahun sekali melalui konsultasi publik. Rencana induk pengembangan SPAM yang cakupan wilayah layanannya bersifat lintas Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi setelah berkoordinasi dengan daerah Kabupaten/Kota terkait. Jika bersifat lintas provinsi, maka ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait, pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota.

Penyelenggaraan pengembangan SPAM dilakukan oleh BUMN atau BUMD yang dibentuk secara khusus untuk pengembangan SPAM. Apabila BUMN/BUMD tidak dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan SPAM di wilayah pelayanannya, maka atas persetujuan dewan pengawas/komisaris dapat mengikutsertakan koperasi, badan usaha swasta, dan/atau masyarakat.

Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan SPAM dibentuklah suatu badan yang disebut Badan Pendukung Pengembangan SPAM (BPP SPAM). BPP SPAM merupakan badan non-struktural yang dibentuk oleh, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Keanggotaan BPP SPAM terdiri atas unsur Pemerintah, unsur penyelenggara dan unsur masyarakat.

Dalam hal pembiayaan pengembangan SPAM meliputi pembiayaan untuk membangun, memperluas serta meningkatkan sistem fisik (teknik) dan sistem non-fisik dapat berasal dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD, koperasi, badan usaha swasta, dana masyarakat dan/atau sumber dana lain yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

Koperasi, badan usaha swasta dan/atau masyarakat dapat menyelenggarakan SPAM untuk memenuhi kebutuhan sendiri berdasarkan izin dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Masyarakat yang dirugikan berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan. Begitu pula dengan organisasi yang bergerak pada bidang sumber daya air berhak mengajukan gugatan terhadap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan yang menyebabkan kerusakan pada prasarana dan sarana penyediaan air minum.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Sistem Penyediaan Air Minum; Bab III Perlindungan Air Baku; Bab IV Penyelenggaraan; Bab V Wewenang dan Tanggung Jawab; Bab VI Badan Pendukung Pengembangan SPAM; Bab VII Pembiayaan dan Tarif; Bab VIII Tugas, Tanggung Jawab, Peran, Hak, dan Kewajiban; Bab IX Pembinaan dan Pengawasan; Bab X Gugatan Masyarakat dan Organisasi; Bab XI Sanksi Administratif; Bab XII Ketentuan Peralihan; Bab XIII Ketentuan Penutup.

Pedoman Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

2001 24.810

Wadah Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan himpunan bagi petani pemakai air yang bersifat sosial-ekonomi, budaya, dan berwawasan lingkungan. P3A dibentuk dari, oleh, dan untuk petani pemakai air secara demokratis, yang pengurus dan anggotanya terdiri dari unsur petani pemakai air. P3A dalam satu daerah pelayanan sekunder tertentu dapat bergabung sampai terbentuk GP3A. GP3A dalam satu daerah irigasi tertentu dapat bergabung sampai terbentuk IP3A.

Pemberdayaan P3A, GP3A, dan IP3A dilaksanakan melalui kegiatan motivasi, pelatihan, penyerahan kewenangan, fasilitasi, bimbingan teknis, pendampingan, kerjasama pengelolaan dan audit pengelolaan irigasi. Hubungan kerja antara P3A, GP3A, dan IP3A bersifat kerjasama, koordinatif, dan konsultatif yang selanjutnya diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga masing-masing menurut wilayah kerjanya.

Dana P3A, GP3A, dan IP3A dapat bersumber dari iuran pengelolaan irigasi, sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, usaha-usaha lain yang sah menurut hukum, bantuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta bantuan dari yayasan/lembaga luar negeri. Biaya pemberdayaan P3A, GP3A, dan IP3A dapat bersumber dari APBN, APBD, dan sumber dana lain yang sah. Sedangkan kegiatan yang dilakukan oleh P3A, GP3A, dan IP3A pada prinsipnya dibiayai sendiri oleh P3A, GP3A, dan IP3A.

Mengenai lembaga tradisional kepengurusan air yang sudah ada dan P3A yang sudah dibentuk pada saat berlakunya Keputusan Menteri ini tetap diakui keberadaannya dan diarahkan untuk senantiasa mendapat dukungan anggota secara demokratis.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas dan Sifat; Bab III Pembentukan; Bab IV Tata Cara Pembentukan; Bab V Susunan Organisasi; Bab VI Wewenang, Hak, dan Kewajiban; Bab VII Pemberdayaan; Bab VIII Wilayah Kerja; Bab IX Hubungan Kerja; Bab X Sumber dana; Bab XI Ketentuan Peralihan; Bab XII Ketentuan Penutup.

Desa

2005 1.152

Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 216 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah mengenai Desa.

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi Kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat.

Pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa yang terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya. Kepala Desa juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.

Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD. Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa.

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa disusun perencanaan pembangunan desa sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja desa, bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah. Adapun sumber pendapatan desa terdiri atas pendapatan asli desa; bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa; bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10%; bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan; hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pembentukan dan Perubahan Status Desa; Bab III Kewenangan Desa; Bab IV Penyelenggaran Pemerintahan Desa; Bab V Peraturan Desa; Bab VI Perencanaan Pembangunan Desa; Bab VII Keuangan Desa; Bab VIII Kerjasama Desa; Bab IX Lembaga Kemasyarakatan; Bab X Pembinaan dan Pengawasan; Bab XI Ketentuan Peralihan; Bab XII Ketentuan Penutup.

Pedoman Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Penyelenggaraan Dan Atau Pengelolaan Air Minum Dan Sanitasi

2002 2.038

Merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur dan Pasal 13 Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor KEP.319/PET/10/1998 tentang Pelaksanaan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, maka dipandang perlu untuk menerbitkan Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Air Minum dan/atau Sanitasi.

Pedoman Kerjasama Pemerintah dan Swasta (selanjutnya disingkat KPS) dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi dimaksudkan sebagai acuan dalam mewujudkan penyelenggaraan fasilitas air minum atau sanitasi melalui KPS. Penanggung jawab kegiatan investasi KPS adalah Bupati/Walikota/Gubernur untuk kerjasama yang berada atau merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota/Propinsi dan Pimpinan BUMN/BUMD atau badan lain yang telah mendapatkan pelimpahan wewenang dari Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur, Walikota/Bupati.

Kerjasama pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi meliputi tahapan persiapan, pengadaan, pengikatan, monitoring dan pengakhiran investasi. Menteri bertanggungjawab atas pembinaan teknis dalam rangka pelaksanaan pedoman KPS dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Penyelenggaraan KPS; Bab III Pembinaan Teknis; Bab IV Ketentuan Lain; Bab V Ketentuan Penutup.

Kelurahan

2005 1.012

Peraturan ini dibuat sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005.

Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan. Pembentukan kelurahan dapat berupa penggabungan beberapa kelurahan atau bagian kelurahan yang bersandingan, atau pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih. Lurah mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Selain itu Lurah melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Lurah melakukan koordinasi dengan Camat dan instansi vertikal yang berada di wilayah kerjanya. Dalam hal keuangan kelurahan bersumber dari APBD Kabupaten/Kota yang dialokasikan sebagaimana perangkat daerah lainnya; bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan bantuan pihak ketiga; serta sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Mengenai pembinaan umum penyelenggaraan pemerintahan kelurahan dan lembaga kemasyarakatan dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Provinsi. Sedangkan pembinaan teknis dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan kelurahan dan lembaga kemasyarakatan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan Camat.

Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, pembentukan dan struktur organisasi kelurahan dan lembaga kemasyarakatan diatur dengan peraturan daerah provinsi.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pembentukan; Bab III Kedudukan dan Tugas; Bab IV Susunan Organisasi; Bab V Tata Kerja; Bab VI Keuangan; Bab VII Lembaga Kemasyaakatan; Bab VIII Pembinaan dan Pengawasan; Bab IX Ketentuan Lain-lain; Bab X Ketentuan Penutup.

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri

2002 14.027

Persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri meliputi : persyaratan air, udara, limbah, pencahayaan, kebisingan, getaran, radiasi, vektor penyakit, persyaratan kesehatan lokasi, ruang dan bangunan, toilet dan instalasi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Keputusan ini.

Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 261/Menkes/SK/II/1998 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja dinyatakan tidak berlaku.

Didalam lampiran Keputusan ini juga disebutkan bahwa Pimpinan satuan kerja/unit perkantoran bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan penyehatan lingkungan kerja perkantoran. Untuk melaksanakan tugas tersebut Pimpinan perkantoran dapat menunjuk seorang petugas atau membentuk satuan kerja/unit organisasi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang kesehatan lingkungan kerja.

Pimpinan satuan kerja/unit perkantoran dapat memanfaatkan pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan kesehatan lingkungan kerja. Pihak ketiga harus berbentuk Badan Hukum Usaha penyehatan lingkungan kerja perkantoran yang diakui. Adapun untuk biaya penyelenggaraan penyehatan lingkungan kerja perkantoran menjadi tanggung jawab perkantoran.

Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air

2003 1.451

Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 23 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Bupati/Walikota menetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air. Daya tampung beban pencemaran air pada sumber air ditetapkan berdasarkan debit minimal pada tahun yang bersangkutan atau tahun sebelumnya. Dalam menetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air digunakan metode perhitungan yang telah teruji secara ilmiah, yaitu Metoda Neraca Massa dan Metoda Streeter-Phelps.

Apabila timbul kebutuhan untuk menggunakan metoda lain yang juga berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kapasitas daerah, maka dapat digunakan metode diluar metoda tersebut diatas.

Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kesiapan Pertambangan Batu Bara

2003 2.629

Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan batu bara ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan ketentuan sama atau lebih dari ketentuan sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini. Apabila hasil kajian AMDAL atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan pertambangan batu bara mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat, maka diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDL atau UKL dan UPL.

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan wajib melakukan pengolahan air limbah yang berasal dari kegiatan penambangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan pengolahan/pencucian, sehingga mutu air limbah yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan.

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan batu bara wajib mengelola air yang terkena dampak dari kegiatan penambangan melalui kolam pengendapan (pond). Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan batu bara wajib melakukan kajian lokasi titik penataan (point of compliance) air limbah dari kegiatan pertambangan.

Dalam hal terjadi perubahan lokasi usaha dan/atau kegiatan pertambangan dan/atau karena pertimbangan kondisi lingkungan tertentu, maka penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengkajian ulang dan mengajukan permohonan kembali kepada Bupati/Walikota untuk memperoleh persetujuan lokasi titik penataan (point of compliance) yang baru.

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan wajib mentaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan dalam izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan yang diterbitkan. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Keputusan ini, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan yang telah ditetapkan sebelumnya yang lebih longgar, wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Keputusan ini.

Penggunaan Air dan/atau Sumber Air Untuk Kegiatan Usaha Pertambangan Termasuk Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Dan Pengusahaan Sumberdaya Panas Bumi

1991 1.136

Sebagai pelaksanaan lebih lanjut Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air, maka dianggap perlu menetapkan landasan kebijaksanaan pengaturan mengenai segi teknis dan segi administratif penggunaan air dan/atau sumber air untuk kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi dan pengusaha sumber daya panas bumi dalam Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Pertambangan dan Energi.

Pelaksanaan penggunaan air dan/atau sumber air untuk kegiatan usaha pertambangan harus tetap memperhatikan urutan prioritas penggunaan air dan/atau sumber air sesuai keperluan masyarakat pada setiap tempat dan keadaan.

Izin penggunaan air permukaan dan/atau sumber air diatas permukaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan diberikan oleh Menteri Pekerjaan Umum. Sedangkan izin penggunaan air permukaan dan/atau sumber air bawah tanah untuk kegiatan usaha pertambangan diberikan oleh Menteri Pertambangan dan Energi.

Penggunaan air permukaan dan/atau sumber air diatas permukaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan dikenakan iuran jasa pemanfaatan air yang besarannya dihitung atas dasar pembebanan 4 (empat) unsur pokok yaitu biaya pemanfaatan air, biaya pengembalian investasi, biaya eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan, serta biaya pemeliharaan dan pelestarian sumber air. Terhadap penggunaan air permukaan dan/atau sumber air di atas permukaan tanah, termasuk air laut yang digunakan di darat untuk kegiatan usaha pertambangan maka Menteri Pekerjaan Umum dapat membebaskan pembayaran iuran jasa pemanfaatan air.

Pengawasan terhadap penggunaan air dan/atau sumber air yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan dilakukan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Pertambangan dan Energi sesuai bidang tugas dan wewenangnya masing-masing.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup Penggunaan Air dan/atau Sumber Air; Bab III Izin Penggunaan Air Permukaan dan/atau Sumber Air di Atas Permukaan Tanah; Bab IV Izin Penggunaan Air dan/atau Sumber Air Bawah Tanah; Bab V Persyaratan Teknis Penggunaan Air dan/atau Sumber Air Untuk Kegiatan Usaha Pertambangan; Bab VI Iuran Jasa Pemanfaatan Air; Bab VII Pengawasan; Bab VIII Ketentuan Penutup.