Peraturan Menteri
Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum
2002
17.327
Peraturan ini merupakan revisi dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air. Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Persyaratan kualitas air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik. Menteri Kesehatan melakukan pembinaan teknis terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan persyaratan kualitas air minum.
Dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air minum, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menentukan parameter kualitas air yang akan diperiksa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah tangkapan air, instalasi pengolahan air dan jaringan perpipaan. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan pengawasan dapat mengikutsertakan instansi terkait, asosiasi pengelolaan air minum, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi yang terkait.
Pembiayaan pemeriksanaan sampel air minum dibebankan kepada pihak pengelola air minum, pemerintah maupun swasta dan masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap pengelola penyediaan air minum yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat dan merugikan kepentingan umum dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana berdasarkan peraturan yang berlaku.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup Dan Persyaratan; Bab III Pembinaan Dan Pengawasan; Bab IV Pembiayaan; Bab V Sanksi; Bab VI Ketentuan Peralihan; Bab VII Ketentuan Penutup.
Persyaratan kualitas air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik. Menteri Kesehatan melakukan pembinaan teknis terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan persyaratan kualitas air minum.
Dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air minum, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menentukan parameter kualitas air yang akan diperiksa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah tangkapan air, instalasi pengolahan air dan jaringan perpipaan. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan pengawasan dapat mengikutsertakan instansi terkait, asosiasi pengelolaan air minum, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi yang terkait.
Pembiayaan pemeriksanaan sampel air minum dibebankan kepada pihak pengelola air minum, pemerintah maupun swasta dan masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap pengelola penyediaan air minum yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat dan merugikan kepentingan umum dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana berdasarkan peraturan yang berlaku.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup Dan Persyaratan; Bab III Pembinaan Dan Pengawasan; Bab IV Pembiayaan; Bab V Sanksi; Bab VI Ketentuan Peralihan; Bab VII Ketentuan Penutup.
Program Kali Bersih
1995
3.445
Pelaksanaan Prokasih berasaskan pelestarian fungsi lingkungan perairan sungai untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan manusia.
Pelaksanaan Prokasih bertujuan untuk tercapainya kualitas air sungai yang baik, terciptanya sistem kelembagaan yang mampu melaksanakan pengendalian pencemaran air secara efektif dan efisien serta terwujudnya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam pengendalian pencemaran air.
Sungai dan ruas sungai Prokasih ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan pedoman pemilihan sungai dan ruas sungai Prokasih yang ditetapkan Bapedal dengan mempertimbangkan fungsi sungai bagi masyarakat dan pembangunan serta memperhitungkan tingkat kemampuan lembaga pelaksana di daerah yang bersangkutan.
Menteri bertanggung jawab dalam koordinasi kebijaksanaan Prokasih secara nasional.Sedangkan Kepala Bapedal bertanggung jawab dalam koordinasi pelaksanaan pengendalian kegiatan Prokasih secara nasional.
Gubernur menyampaikan laporan Prokasih secara berkala kepada Menteri, Menteri Dalam Negeri dan Kepala Bapedal. Menteri juga memberikan penghargaan kepada Pemerintah Daerah yang melaksanakan Prokasih dan perusahaan/kegiatan usaha yang melaksanakan pengendalian pencemaran dengan kinerja yang sangat baik.
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan Prokasih di tingkat Pusat dibebankan kepada APBN dan/atau sumber dana lainnya. Sedangkan di tingkat Daerah dibebankan kepada APBD dan/atau sumber dana lainnya.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Azas, Tujuan dan Sasaran Prokasih; Bab III Pelaksanaan Prokasih; Bab IV Organisasi Pelaksanaan Prokasih; Bab V Pelaporan; Bab VI Pemberian Penghargaan; Bab VII Pembiayaan; Bab VIII Penutup.
Pelaksanaan Prokasih bertujuan untuk tercapainya kualitas air sungai yang baik, terciptanya sistem kelembagaan yang mampu melaksanakan pengendalian pencemaran air secara efektif dan efisien serta terwujudnya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam pengendalian pencemaran air.
Sungai dan ruas sungai Prokasih ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan pedoman pemilihan sungai dan ruas sungai Prokasih yang ditetapkan Bapedal dengan mempertimbangkan fungsi sungai bagi masyarakat dan pembangunan serta memperhitungkan tingkat kemampuan lembaga pelaksana di daerah yang bersangkutan.
Menteri bertanggung jawab dalam koordinasi kebijaksanaan Prokasih secara nasional.Sedangkan Kepala Bapedal bertanggung jawab dalam koordinasi pelaksanaan pengendalian kegiatan Prokasih secara nasional.
Gubernur menyampaikan laporan Prokasih secara berkala kepada Menteri, Menteri Dalam Negeri dan Kepala Bapedal. Menteri juga memberikan penghargaan kepada Pemerintah Daerah yang melaksanakan Prokasih dan perusahaan/kegiatan usaha yang melaksanakan pengendalian pencemaran dengan kinerja yang sangat baik.
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan Prokasih di tingkat Pusat dibebankan kepada APBN dan/atau sumber dana lainnya. Sedangkan di tingkat Daerah dibebankan kepada APBD dan/atau sumber dana lainnya.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Azas, Tujuan dan Sasaran Prokasih; Bab III Pelaksanaan Prokasih; Bab IV Organisasi Pelaksanaan Prokasih; Bab V Pelaporan; Bab VI Pemberian Penghargaan; Bab VII Pembiayaan; Bab VIII Penutup.
Pedoman Pembentukan Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota
2000
1.763
Sebagai pelaksanaan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka ditetapkan Pedoman Pembentukan Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup juga belum diatur mengenai Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota.
Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) Kabupaten/Kota berkedudukan di Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten/Kota atau di instansi lain yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota.
Susunan keanggotaan terdiri dari Ketua merangkap sebagai anggota, Sekretaris merangkap sebagai anggota, dan anggota-anggota lainnya. Tim Teknis terdiri atas para ahli dari instansi teknis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten/Kota atau instansi lain yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota, serta ahli lain dengan bidang ilmu yang terkait.
Komisi Penilai Amdal Kabupaten/Kota bertugas menilai kerangka acuan, Amdal, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai dibantu oleh Tim teknis Komisi Penilai dan Sekretariat Komisi Penilai.
Biaya atas pelaksanaan kegiatan Komisi Penilai, Tim Teknis, dan Sekretariat Komisi Amdal dibebankan pada anggaran Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten/Kota atau pada anggaran instansi yang ditugasi menangani pengendalian dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota.
Daftar Isi :
Bab I Pembentukan Komisi Penilai; Bab II Susunan Keanggotaan; Bab III Tugas dan Fungsi; Bab IV Pembiayaan; Bab V Penutup.
Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) Kabupaten/Kota berkedudukan di Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten/Kota atau di instansi lain yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota.
Susunan keanggotaan terdiri dari Ketua merangkap sebagai anggota, Sekretaris merangkap sebagai anggota, dan anggota-anggota lainnya. Tim Teknis terdiri atas para ahli dari instansi teknis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten/Kota atau instansi lain yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota, serta ahli lain dengan bidang ilmu yang terkait.
Komisi Penilai Amdal Kabupaten/Kota bertugas menilai kerangka acuan, Amdal, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai dibantu oleh Tim teknis Komisi Penilai dan Sekretariat Komisi Penilai.
Biaya atas pelaksanaan kegiatan Komisi Penilai, Tim Teknis, dan Sekretariat Komisi Amdal dibebankan pada anggaran Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten/Kota atau pada anggaran instansi yang ditugasi menangani pengendalian dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota.
Daftar Isi :
Bab I Pembentukan Komisi Penilai; Bab II Susunan Keanggotaan; Bab III Tugas dan Fungsi; Bab IV Pembiayaan; Bab V Penutup.
Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Sub Sektor Air Minum dan/atau Sanitasi
2003
1.378
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, Pemerintah mengikutsertakan Badan Usaha Swasta untuk membangun dan/atau mengelola infrastruktur, antara lain meliputi bidang air, air limbah dan sampah. Sedangkan dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 409/KPTS/Tahun 2002 tentang Pedoman Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi, yang dilengkapi dengan petunjuk teknis yang mengatur tahapan persiapan, pengadaan, pelaksanaan perjanjian, monitoring, dan alih milik. Sehubungan dengan itu diterbitkan Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Sub Sektor Air Minum dan/atau Sanitasi.
Prosedur dan tata cara Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi dimaksudkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan fasilitas air minum atau sanitasi melalui KPS. Prosedur dan tata cara ini mencakup bentuk-bentuk Kerjasama Pemerintah – Swasta (Kontrak Pelayanan, Kontrak Pengelolaan, Kontrak Sewa, Kontrak Bangun Kelola Alih Milik dan Kontrak Konsesi) dan Kerjasama Pemerintah – Swasta Skala Kecil dengan taksiran biaya investasi kurang dari 50 miliar rupiah. Untuk pelaksanaan Prosedur dan Tata Cara KPS dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan sub sektor air minum dan/atau sanitasi dapat dibuat penyesuaian berdasarkan kebijakan Pemerintah Daerah.
Kepala Badan Pembinaan Konstruksi dan Investasi mempunyai bidang tugas atas pembinaan teknis dalam rangka pelaksanaan prosedur dan tata cara KPS sub sektor air minum dan/atau sanitasi.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Prosedur dan Tata Cara Kerjasama Pemerintah dan Swasta; Bab III Pembinaan Teknis; Bab IV Ketentuan Lain; Bab V Ketentuan Penutup.
Prosedur dan tata cara Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi dimaksudkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan fasilitas air minum atau sanitasi melalui KPS. Prosedur dan tata cara ini mencakup bentuk-bentuk Kerjasama Pemerintah – Swasta (Kontrak Pelayanan, Kontrak Pengelolaan, Kontrak Sewa, Kontrak Bangun Kelola Alih Milik dan Kontrak Konsesi) dan Kerjasama Pemerintah – Swasta Skala Kecil dengan taksiran biaya investasi kurang dari 50 miliar rupiah. Untuk pelaksanaan Prosedur dan Tata Cara KPS dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan sub sektor air minum dan/atau sanitasi dapat dibuat penyesuaian berdasarkan kebijakan Pemerintah Daerah.
Kepala Badan Pembinaan Konstruksi dan Investasi mempunyai bidang tugas atas pembinaan teknis dalam rangka pelaksanaan prosedur dan tata cara KPS sub sektor air minum dan/atau sanitasi.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Prosedur dan Tata Cara Kerjasama Pemerintah dan Swasta; Bab III Pembinaan Teknis; Bab IV Ketentuan Lain; Bab V Ketentuan Penutup.
Sungai
1991
995
Sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pembangunan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut maka dipandang perlu melakukan pengaturan mengenai sungai yang meliputi perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian. Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang direvisi ke dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Lingkup pengaturan sungai berdasarkan PP ini mencakup perlindungan, pengembangan, penggunaan, dan pengendalian sungai termasuk danau dan waduk. Wewenang dan tanggung jawab pembinaan sungai ada pada Pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Menteri. Wewenang dan tanggung jawab pembinaan sungai ini juga dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik negara. Sepanjang belum dilimpahkan kepada badan usaha milik negara, dapat dilimpahkan juga kepada Pemerintah Daerah dalam rangka tugas pembantuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk mencapai keterpaduan yang menyeluruh dalam perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai, bagi tiap kesatuan wilayah sungai disusun perencana pembinaan sungai yang ditetapkan oleh Menteri.
Selain sungai merupakan salah satu sumber daya air, juga memiliki potensi yang lain yaitu sebagai sumber bahan galian khususnya bahan galian berupa pasir dan batu.
Dalam rangka menumbuhkan peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional, maka masyarakat diikutsertakan dalam kegiatan pembangunan, eksploitasi dan pemeliharaan sungai, penanggulangan bahaya banjir, maupun pengamanan sungai, sehingga dapat merasa ikut memiliki dan dengan demikian ikut merasa bertanggung jawab.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Penguasaan Sungai; Bab III Fungsi Sungai; Bab IV Wewenang dan Tanggung Jawab Pembinaan; Bab V Perencanaan Sungai; Bab VI Pembangunan Bangunan Sungai; Bab VII Eksploitasi dan Pemeliharaan Sungai dan Bangunan Sungai; Bab VIII Pengusahaan Sungai dan Bangunan Sungai; Bab IX Pembangunan, Pengelolaan dan Pengamanan Waduk; Bab X Penanggulangan Bahaya Banjir; Bab XI Pengamanan Sungai dan Bangunan Sungai; Bab XII Kewajiban dan Larangan; Bab XIII Pembiayaan; Bab XIV Pengawasan; Bab XV Ketentuan Pidana; Bab XVI Ketentuan Peralihan; Bab XVII Ketentuan Penutup.
Lingkup pengaturan sungai berdasarkan PP ini mencakup perlindungan, pengembangan, penggunaan, dan pengendalian sungai termasuk danau dan waduk. Wewenang dan tanggung jawab pembinaan sungai ada pada Pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Menteri. Wewenang dan tanggung jawab pembinaan sungai ini juga dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik negara. Sepanjang belum dilimpahkan kepada badan usaha milik negara, dapat dilimpahkan juga kepada Pemerintah Daerah dalam rangka tugas pembantuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk mencapai keterpaduan yang menyeluruh dalam perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai, bagi tiap kesatuan wilayah sungai disusun perencana pembinaan sungai yang ditetapkan oleh Menteri.
Selain sungai merupakan salah satu sumber daya air, juga memiliki potensi yang lain yaitu sebagai sumber bahan galian khususnya bahan galian berupa pasir dan batu.
Dalam rangka menumbuhkan peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional, maka masyarakat diikutsertakan dalam kegiatan pembangunan, eksploitasi dan pemeliharaan sungai, penanggulangan bahaya banjir, maupun pengamanan sungai, sehingga dapat merasa ikut memiliki dan dengan demikian ikut merasa bertanggung jawab.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Penguasaan Sungai; Bab III Fungsi Sungai; Bab IV Wewenang dan Tanggung Jawab Pembinaan; Bab V Perencanaan Sungai; Bab VI Pembangunan Bangunan Sungai; Bab VII Eksploitasi dan Pemeliharaan Sungai dan Bangunan Sungai; Bab VIII Pengusahaan Sungai dan Bangunan Sungai; Bab IX Pembangunan, Pengelolaan dan Pengamanan Waduk; Bab X Penanggulangan Bahaya Banjir; Bab XI Pengamanan Sungai dan Bangunan Sungai; Bab XII Kewajiban dan Larangan; Bab XIII Pembiayaan; Bab XIV Pengawasan; Bab XV Ketentuan Pidana; Bab XVI Ketentuan Peralihan; Bab XVII Ketentuan Penutup.
Pedoman-pedoman Organisasi, Sistem Akuntansi, Teknik Operasi dan Pemeliharaan, Teknik Perawatan, Struktur dan Perhitungan Biaya Untuk Menentukan Tarif Air Minum, Pelayanan Air Minum Kepada Langganan, Pengelolaan Air Bersih Ibukota Kecamatan dan Pengelolaan
1984
1.362
Sesuai dengan Pasal 10 Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 1984 dan Nomor 27/KPTS/1984 tanggal 23 Januari 1984 tentang Pembinaan Perusahaan Daerah Air Minum perlu menetapkan pedoman-pedoman tersebut di atas.
Pedoman ini berlaku dalam penyelenggaraan pengelolaan pengusahaan air minum. Pedoman ini wajib dipergunakan oleh PDAM dan Badan Pengelola Air Minum (BPAM). Dirjen PUOD dan Dirjen Cipta Karya secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Surat Keputusan Bersama ini.
PDAM sebagai Perusahaan milik Pemerintah Daerah adalah suatu alat kelengkapan Otonomi Daerah. Tugas pokok PDAM adalah menyelenggarakan pengelolaan air minum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mencakup aspek sosial kesehatan dan pelayanan umum.
BPAM adalah suatu badan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dalam suatu wilayah Daerah Tingkat II dan merupakan kelanjutan dari Proyek air bersih yang mulai berfungsi dan dapat dimanfaatkan untuk masyarakat. Tugas pokok BPAM adalah menyelenggarakan pengelolaan pelayanan air minum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mencakup aspek sosial, kesehatan dan pelayanan umum.
Dalam BPAM dibagi atas 3 (tiga) alternatif yaitu Tipe A 0 – 2.500 langganan, Tipe B 2.501 – 5.000 langganan, dan Tipe C 5.001 – 10.000 langganan. Tiap-tiap tipe organisasi dapat dimungkinkan pembentukan cabang. Proyek Air Bersih (Koordinator Wilayah) mempunyai tugas dalam melaksanakan pembinaan, pengendalian dan pengawasan BPAM yang berada di wilayahnya.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Perusahaan Daerah Air Minum; Bab III Badan Pengelola Air Minum; Bab IV Penutup.
Pedoman ini berlaku dalam penyelenggaraan pengelolaan pengusahaan air minum. Pedoman ini wajib dipergunakan oleh PDAM dan Badan Pengelola Air Minum (BPAM). Dirjen PUOD dan Dirjen Cipta Karya secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Surat Keputusan Bersama ini.
PDAM sebagai Perusahaan milik Pemerintah Daerah adalah suatu alat kelengkapan Otonomi Daerah. Tugas pokok PDAM adalah menyelenggarakan pengelolaan air minum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mencakup aspek sosial kesehatan dan pelayanan umum.
BPAM adalah suatu badan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dalam suatu wilayah Daerah Tingkat II dan merupakan kelanjutan dari Proyek air bersih yang mulai berfungsi dan dapat dimanfaatkan untuk masyarakat. Tugas pokok BPAM adalah menyelenggarakan pengelolaan pelayanan air minum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mencakup aspek sosial, kesehatan dan pelayanan umum.
Dalam BPAM dibagi atas 3 (tiga) alternatif yaitu Tipe A 0 – 2.500 langganan, Tipe B 2.501 – 5.000 langganan, dan Tipe C 5.001 – 10.000 langganan. Tiap-tiap tipe organisasi dapat dimungkinkan pembentukan cabang. Proyek Air Bersih (Koordinator Wilayah) mempunyai tugas dalam melaksanakan pembinaan, pengendalian dan pengawasan BPAM yang berada di wilayahnya.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Perusahaan Daerah Air Minum; Bab III Badan Pengelola Air Minum; Bab IV Penutup.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
1999
2.237
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu dilakukan penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (selanjutnya disingkat AMDAL) merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan. Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait.
Untuk menilai kerangka acuan, AMDAL, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup maka dibentuk Komisi Penilai. Komisi Penilai dibentuk oleh Menteri di tingkat pusat, sedangkan di tingkat daerah dibentuk oleh Gubernur.
Kerangka acuan sebagai dasar pembuatan AMDAL disusun oleh pemrakarsa. Pemrakarsa menyusun AMDAL, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup berdasarkan kerangka acuan yang telah mendapatkan keputusan dari instansi yang bertanggung jawab. Untuk penyusunan AMDAL bagi usaha dan/atau kegiatan ekonomi lemah dibantu Pemerintah dan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri setelah memperhatikan saran dan pendapat instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
Setiap usaha dan/atau kegiatan wajib diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun AMDAL. Warga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, AMDAL, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
Dalam hal pembiayaan, untuk pelaksanaan kegiatan komisi penilai dan tim teknis AMDAL di tingkat pusat dibebankan pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan sedangkan di tingkat daerah dibebankan pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan daerah tingkat I.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; Bab III Tata Laksana; Bab IV Pembinaan; Bab V Pengawasan; Bab VI Keterbukaan Informasi dan Peran Masyarakat; Bab VII Pembiayaan; Bab VIII Ketentuan Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup.
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (selanjutnya disingkat AMDAL) merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan. Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait.
Untuk menilai kerangka acuan, AMDAL, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup maka dibentuk Komisi Penilai. Komisi Penilai dibentuk oleh Menteri di tingkat pusat, sedangkan di tingkat daerah dibentuk oleh Gubernur.
Kerangka acuan sebagai dasar pembuatan AMDAL disusun oleh pemrakarsa. Pemrakarsa menyusun AMDAL, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup berdasarkan kerangka acuan yang telah mendapatkan keputusan dari instansi yang bertanggung jawab. Untuk penyusunan AMDAL bagi usaha dan/atau kegiatan ekonomi lemah dibantu Pemerintah dan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri setelah memperhatikan saran dan pendapat instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
Setiap usaha dan/atau kegiatan wajib diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun AMDAL. Warga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, AMDAL, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
Dalam hal pembiayaan, untuk pelaksanaan kegiatan komisi penilai dan tim teknis AMDAL di tingkat pusat dibebankan pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan sedangkan di tingkat daerah dibebankan pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan daerah tingkat I.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; Bab III Tata Laksana; Bab IV Pembinaan; Bab V Pengawasan; Bab VI Keterbukaan Informasi dan Peran Masyarakat; Bab VII Pembiayaan; Bab VIII Ketentuan Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup.
Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit pada tanah di Perkebunan Kelapa Sawit
2003
2.211
Keputusan Menteri Nomor 29 Tahun 2003 merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 35 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Bupati/Walikota menetapkan syarat dan tata cara perizinan pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten/Kota. Pengajuan permohonan izin pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit diajukan berdasarkan hasil kajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit yang dilakukan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengajuan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah Di Perkebunan Kelapa Sawit.
Bupati/Walikota menerbitkan surat keputusan izin pemanfaatan air limbah industri minyak sawit selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak permohonan ijin diajukan oleh pemrakarsa.
Izin pemanfaatan limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit akan dicabut apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap persyaratan perizinan pemanfaatan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah evaluasi dilakukan.
Bupati/Walikota menetapkan syarat dan tata cara perizinan pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten/Kota. Pengajuan permohonan izin pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit diajukan berdasarkan hasil kajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit yang dilakukan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengajuan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah Di Perkebunan Kelapa Sawit.
Bupati/Walikota menerbitkan surat keputusan izin pemanfaatan air limbah industri minyak sawit selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak permohonan ijin diajukan oleh pemrakarsa.
Izin pemanfaatan limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit akan dicabut apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap persyaratan perizinan pemanfaatan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah evaluasi dilakukan.
Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
2000
9.615
Pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu. Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan.
Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Semua transaksi keuangan daerah baik penerimaan daerah maupun pengeluaran daerah dilaksanakan melalui kas daerah. Apabila diperkirakan pendapatan daerah lebih kecil dari rencana belanja, daerah dapat melakukan pinjaman. Pemerintah daerah dapat juga mencari sumber-sumber pembiayaan lain melalui kerjasama dengan pihak lain dengan prinsip saling menguntungkan.
Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum ditetapkan dalam Perda tentang APBD dan ditempatkan dalam Lembaran Daerah. Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD diterbitkan Surat Keputusan Otorisasi atau surat keputusan lainnya yang disamakan dengan itu oleh pejabat yang berwenang.
Untuk setiap akhir tahun anggaran Pemerintah Daerah wajib membuat perhitungan APBD yang memuat perbandingan antara realisasi pelaksanaan APBD dibandingkan dengan APBD. Pemerintah Daerah juga menyampaikan laporan triwulan pelaksanaan APBD kepada DPRD. Pemeriksaan atas pelaksanaan, pengelolaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pengelolaan Keuangan Daerah; Bab III Penyusunan dan Penetapan APBD; Bab IV Pelaksanaan APBD; Bab V Perhitungan APBD; Bab VI Pertanggungjawaban Keuangan Daerah; Bab VII Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah; Bab VIII Pemeriksaan Keuangan Daerah; Bab IX Kerugian Keuangan Daerah; Bab X Ketentuan Penutup.
Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Semua transaksi keuangan daerah baik penerimaan daerah maupun pengeluaran daerah dilaksanakan melalui kas daerah. Apabila diperkirakan pendapatan daerah lebih kecil dari rencana belanja, daerah dapat melakukan pinjaman. Pemerintah daerah dapat juga mencari sumber-sumber pembiayaan lain melalui kerjasama dengan pihak lain dengan prinsip saling menguntungkan.
Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum ditetapkan dalam Perda tentang APBD dan ditempatkan dalam Lembaran Daerah. Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD diterbitkan Surat Keputusan Otorisasi atau surat keputusan lainnya yang disamakan dengan itu oleh pejabat yang berwenang.
Untuk setiap akhir tahun anggaran Pemerintah Daerah wajib membuat perhitungan APBD yang memuat perbandingan antara realisasi pelaksanaan APBD dibandingkan dengan APBD. Pemerintah Daerah juga menyampaikan laporan triwulan pelaksanaan APBD kepada DPRD. Pemeriksaan atas pelaksanaan, pengelolaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pengelolaan Keuangan Daerah; Bab III Penyusunan dan Penetapan APBD; Bab IV Pelaksanaan APBD; Bab V Perhitungan APBD; Bab VI Pertanggungjawaban Keuangan Daerah; Bab VII Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah; Bab VIII Pemeriksaan Keuangan Daerah; Bab IX Kerugian Keuangan Daerah; Bab X Ketentuan Penutup.
Baku Mutu Air Limbah Domestik
2003
3.725
Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Baku mutu air limbah domestik berlaku bagi usaha dan/atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan dan apartemen. Baku mutu air limbah domestik daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi. Pengolahan air limbah domestik dapat dilakukan secara kolektif melalui pengolahan limbah domestik terpadu.
Apabila hasil kajian Amdal atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan mensyaratkan baku mutu air limbah domestik lebih ketat, maka diberlakukan baku mutu air limbah domestik sebagaimana dipersyaratkan oleh Amdal atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan dalam hal izin pembuangan air limbah domestik bagi usaha dan/atau kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Sedangkan Menteri meninjau kembali baku mutu air limbah domestik secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun.
Baku mutu air limbah domestik berlaku bagi usaha dan/atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan dan apartemen. Baku mutu air limbah domestik daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi. Pengolahan air limbah domestik dapat dilakukan secara kolektif melalui pengolahan limbah domestik terpadu.
Apabila hasil kajian Amdal atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan mensyaratkan baku mutu air limbah domestik lebih ketat, maka diberlakukan baku mutu air limbah domestik sebagaimana dipersyaratkan oleh Amdal atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan dalam hal izin pembuangan air limbah domestik bagi usaha dan/atau kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Sedangkan Menteri meninjau kembali baku mutu air limbah domestik secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun.