Peraturan Menteri
Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis
2003
1.726
Peraturan ini mengacu kepada Keputusan Kepala Bapedal Nomor Kep-03/Bapedal/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, serta Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Menteri Negara.
Setiap usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas bumi serta kegiatan lain yang menghasilkan limbah minyak bumi wajib melakukan pengolahan limbahnya. Ketentuan perizinan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan format permohonan izin untuk pengolahan secara biologi.
Hasil analisis terhadap proses pengolahan biologis dan pemantauan terhadap bahan hasil pengolahan dilaporkan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan tembusan kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup Propinsi, Kabupaten/Kota atau instansi lain yang terkait minimum 6 (enam) bulan sekali.
Setiap usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas bumi serta kegiatan lain yang menghasilkan limbah minyak bumi wajib melakukan pengolahan limbahnya. Ketentuan perizinan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan format permohonan izin untuk pengolahan secara biologi.
Hasil analisis terhadap proses pengolahan biologis dan pemantauan terhadap bahan hasil pengolahan dilaporkan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan tembusan kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup Propinsi, Kabupaten/Kota atau instansi lain yang terkait minimum 6 (enam) bulan sekali.
Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air
2001
1.450
Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan Kelestarian Daerah Aliran Sungai dinyatakan tidak berlaku. Kemudian digantikan dengan Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air bertugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan nasional sumber daya air dan berbagai perangkat kebijakan lain yang diperlukan dalam bidang sumber daya air.
Penyelenggaraan tugas Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air sehari-hari dilaksanakan oleh Ketua Harian (Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah) dibantu oleh Sekretaris I (Deputi Bidang Produksi, Perdagangan dan Prasarana, Bappenas) Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air. Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air bersidang sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (bulan).
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya air di Propinsi dan Kabupaten/Kota maka Gubernur/Bupati/Walikota dapat membentuk wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air di daerahnya masing-masing. Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah menetapkan pedoman untuk pembentukan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat daerah.
Segala pembiayaan untuk pelaksanaan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air dan Sekretariat dibebankan pada Anggaran Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Sedangkan untuk pelaksanaan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat daerah dibebankan pada APBD.
Peraturan ini telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.
Daftar Isi :
Bab I Kedudukan, Tugas dan Fungsi; Bab II Organisasi dan Tata Kerja; Bab III Wadah Koordinasi Sumber Daya Air Tingkat Daerah; Bab IV Pembiayaan; Bab V Ketentuan Penutup.
Penyelenggaraan tugas Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air sehari-hari dilaksanakan oleh Ketua Harian (Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah) dibantu oleh Sekretaris I (Deputi Bidang Produksi, Perdagangan dan Prasarana, Bappenas) Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air. Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air bersidang sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (bulan).
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya air di Propinsi dan Kabupaten/Kota maka Gubernur/Bupati/Walikota dapat membentuk wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air di daerahnya masing-masing. Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah menetapkan pedoman untuk pembentukan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat daerah.
Segala pembiayaan untuk pelaksanaan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air dan Sekretariat dibebankan pada Anggaran Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Sedangkan untuk pelaksanaan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat daerah dibebankan pada APBD.
Peraturan ini telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.
Daftar Isi :
Bab I Kedudukan, Tugas dan Fungsi; Bab II Organisasi dan Tata Kerja; Bab III Wadah Koordinasi Sumber Daya Air Tingkat Daerah; Bab IV Pembiayaan; Bab V Ketentuan Penutup.
Pembentukan Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai & Pemeliharaan Kelestarian Daerah Sungai
1999
1.013
Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Koordinasi mendapat pengarahan dari Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri, Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan, serta Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Tim Koordinasi bertanggung jawab kepada Presiden.
Kegiatan pendayagunaan sungai diusahakan sejauh mungkin secara korporasi dengan memanfaatkan potensi BUMN, BUMD, Koperasi dan Badan Usaha Swasta. Untuk kegiatan pemeliharaan kelestarian DAS diusahakan dengan meningkatkan peran serta penduduk dan masyarakat sekitarnya serta Lembaga Swadaya Masyarakat terkait.
Tim Koordinasi juga dapat membentuk Sekretariat dan Kelompok Kerja Teknis maupun menunjuk Tenaga Ahli. Biaya untuk pelaksanaan tugas Tim Koordinasi dibebankan kepada Anggaran Departemen Pekerjaan Umum, sedangkan pelaksanaan teknis pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelestarian DAS dilakukan secara fungsional dan dibiayai dengan beban anggaran dari lembaga yang bersangkutan.
Kegiatan pendayagunaan sungai diusahakan sejauh mungkin secara korporasi dengan memanfaatkan potensi BUMN, BUMD, Koperasi dan Badan Usaha Swasta. Untuk kegiatan pemeliharaan kelestarian DAS diusahakan dengan meningkatkan peran serta penduduk dan masyarakat sekitarnya serta Lembaga Swadaya Masyarakat terkait.
Tim Koordinasi juga dapat membentuk Sekretariat dan Kelompok Kerja Teknis maupun menunjuk Tenaga Ahli. Biaya untuk pelaksanaan tugas Tim Koordinasi dibebankan kepada Anggaran Departemen Pekerjaan Umum, sedangkan pelaksanaan teknis pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelestarian DAS dilakukan secara fungsional dan dibiayai dengan beban anggaran dari lembaga yang bersangkutan.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No 10 Tahun 2000 Tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
2000
5.890
Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka Keputusan Presiden Nomor 196 Tahun 1998 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dinyatakan tidak berlaku.
Bapedal adalah Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Bapedal mempunyai tugas menyelenggarakan tugas umum dan pembangunan dibidang pengendalian dampak lingkungan hidup yang meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan kualitas lingkungan hidup dalam penyusunan kebijakan teknis dan program pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal pembiayaan yang diperlukan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Bapedal dibebankan kepada APBN. Bapedal dikoordinasikan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Bapedal terdiri dari Kepala, Sekretariat Utama, Deputi Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan, Sumber Daya Manusia dan Mitra Lingkungan, Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan, dan Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan. Setiap unsur di lingkungan Bapedal dalam melaksanakan tugas masing-masing wajib menerapkan secara intensif prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik di lingkungan Bapedal maupun dalam kalangan antar instansi pemerintah dan/atau instansi lain.
Daftar Isi :
Bab I Kedudukan, Tugas dan Fungsi; Bab II Organisasi; Bab III Kepangkatan, Pengangkatan dan Pemberhentian; Bab IV Pembiayaan; Bab V Tata Kerja; Bab VI Ketentuan Lain-lain; Bab VII Ketentuan Peralihan; Bab VIII Ketentuan Penutup.
Bapedal adalah Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Bapedal mempunyai tugas menyelenggarakan tugas umum dan pembangunan dibidang pengendalian dampak lingkungan hidup yang meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan kualitas lingkungan hidup dalam penyusunan kebijakan teknis dan program pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal pembiayaan yang diperlukan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Bapedal dibebankan kepada APBN. Bapedal dikoordinasikan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Bapedal terdiri dari Kepala, Sekretariat Utama, Deputi Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan, Sumber Daya Manusia dan Mitra Lingkungan, Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan, dan Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan. Setiap unsur di lingkungan Bapedal dalam melaksanakan tugas masing-masing wajib menerapkan secara intensif prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik di lingkungan Bapedal maupun dalam kalangan antar instansi pemerintah dan/atau instansi lain.
Daftar Isi :
Bab I Kedudukan, Tugas dan Fungsi; Bab II Organisasi; Bab III Kepangkatan, Pengangkatan dan Pemberhentian; Bab IV Pembiayaan; Bab V Tata Kerja; Bab VI Ketentuan Lain-lain; Bab VII Ketentuan Peralihan; Bab VIII Ketentuan Penutup.
Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 123/2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Air
2002
1.076
Untuk meningkatkan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Sumber Daya Air maka diperlukan penyesuaian terhadap susunan keanggotaan Tim Koordinasi Sumber Daya Air. Peraturan ini merupakan perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.
Di dalam Keputusan Presiden ini mengubah ketentuan Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 2001, sehingga Pasal 5 berbunyi :
“Susunan keanggotaan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air terdiri atas :
Ketua :
Menteri Negara Koordinator Bidang (merangkap anggota) Perekonomian.
Wakil Ketua :
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan (merangkap anggota) Nasional/Kepala Perencanaan Pembangunan Nasional.
Ketua Harian :
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (merangkap anggota).
Anggota :
1.Menteri Dalam Negeri2.Menteri Pertanian3.Menteri Perhutanan4.Menteri Perhubungan5.Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral6.Menteri Kelautan dan Perikanan7.Menteri Kesehatan8.Menteri Perindustrian dan Perdagangan9.Menteri Keuangan10.Menteri Negara Lingkungan Hidup
Sekretaris I :
Deputi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS Bidang Sarana dan Prasarana
Sekretaris II :
Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
Di dalam Keputusan Presiden ini mengubah ketentuan Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 2001, sehingga Pasal 5 berbunyi :
“Susunan keanggotaan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air terdiri atas :
Ketua :
Menteri Negara Koordinator Bidang (merangkap anggota) Perekonomian.
Wakil Ketua :
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan (merangkap anggota) Nasional/Kepala Perencanaan Pembangunan Nasional.
Ketua Harian :
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (merangkap anggota).
Anggota :
1.Menteri Dalam Negeri2.Menteri Pertanian3.Menteri Perhutanan4.Menteri Perhubungan5.Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral6.Menteri Kelautan dan Perikanan7.Menteri Kesehatan8.Menteri Perindustrian dan Perdagangan9.Menteri Keuangan10.Menteri Negara Lingkungan Hidup
Sekretaris I :
Deputi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS Bidang Sarana dan Prasarana
Sekretaris II :
Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N)
2003
1.122
Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional (selanjutnya disebut Badan) adalah badan non-struktural yang dipimpin oleh Menteri Permukiman dan Pengembangan Wilayah. Keanggotaan Badan terdiri atas Ketua, Anggota, dan dibantu oleh Pelaksana Harian serta Sekretaris Badan merangkap Sekretaris Pelaksana Harian.
Badan mempunyai tugas pokok, diantaranya menyiapkan rumusan kebijakan nasional dan strategis di bidang pembangunan perumahan dan permukiman, memberikan penyelesaian atas berbagai permasalahan yang belum dapat diselesaikan antar dan/atau oleh Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota, serta melaksanakan pengawasan dan pengendalian penerapan kebijakan nasional terhadap penyelenggaraan dan pengelolaan di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Badan bersidang sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap 6 (enam) bulan, atau sewaktu-waktu diperlukan. Ketua Badan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas secara berkala kepada Presiden. Pelaksana Harian bersidang sekurang-kurangnya 4 (empat) kali setiap tahun, atau sewaktu-waktu diperlukan.
Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya, apabila dipandang perlu, Ketua Pelaksana Harian dapat membentuk Tim Teknis yang anggota-anggotanya terdiri atas wakil-wakil dari instansi Pemerintah terkait.
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Badan dibebankan kepada anggaran Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah. Sedangkan segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Badan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten/Kota dibebankan kepada anggaran Pemerintah Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Daftar Isi :
Bab I Kedudukan, Tugas dan Fungsi; Bab II Organisasi dan Tata Kerja; Bab III Pembiayaan; Bab IV Ketentuan Penutup
Badan mempunyai tugas pokok, diantaranya menyiapkan rumusan kebijakan nasional dan strategis di bidang pembangunan perumahan dan permukiman, memberikan penyelesaian atas berbagai permasalahan yang belum dapat diselesaikan antar dan/atau oleh Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota, serta melaksanakan pengawasan dan pengendalian penerapan kebijakan nasional terhadap penyelenggaraan dan pengelolaan di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Badan bersidang sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap 6 (enam) bulan, atau sewaktu-waktu diperlukan. Ketua Badan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas secara berkala kepada Presiden. Pelaksana Harian bersidang sekurang-kurangnya 4 (empat) kali setiap tahun, atau sewaktu-waktu diperlukan.
Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya, apabila dipandang perlu, Ketua Pelaksana Harian dapat membentuk Tim Teknis yang anggota-anggotanya terdiri atas wakil-wakil dari instansi Pemerintah terkait.
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Badan dibebankan kepada anggaran Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah. Sedangkan segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Badan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten/Kota dibebankan kepada anggaran Pemerintah Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Daftar Isi :
Bab I Kedudukan, Tugas dan Fungsi; Bab II Organisasi dan Tata Kerja; Bab III Pembiayaan; Bab IV Ketentuan Penutup
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2004-2009
2005
2.046
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka perlu ditetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009.
RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Presiden hasil Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara langsung pada tahun 2004. RPJM Nasional menjadi pedoman bagi Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah, dan Pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah.
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah melaksanakan program dalam RPJM Nasional yang dituangkan dalam Rencana Strategis Kementerian/Lembaga dan RPJM Daerah. Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah juga dapat melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteri dalam menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga dan RPJM Daerah.
RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Presiden hasil Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara langsung pada tahun 2004. RPJM Nasional menjadi pedoman bagi Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah, dan Pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah.
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah melaksanakan program dalam RPJM Nasional yang dituangkan dalam Rencana Strategis Kementerian/Lembaga dan RPJM Daerah. Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah juga dapat melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteri dalam menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga dan RPJM Daerah.
Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan & Restoran
2003
5.124
Keputusan Menteri ini merupakan penyempurnaan dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 304/Menkes/Per/X/1989 tentang Persyaratan Kesehatan Rumah Makan dan Restoran.
Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan dikeluarkannya sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Penanggung jawab rumah makan dan restoran yang menerima laporan atau mengetahui adanya kejadian keracunan atau kematian yang diduga berasal dari makanan yang diproduksinya wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat guna dilakukan langkah-langkah penanggulangan.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pengujian mutu makanan dan spesimen terhadap rumah makan dan restoran yang dikerjakan oleh tenaga Sanitarian. Dalam hal pembinaan teknis penyelenggaraan rumah makan dan restoran serta pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap rumah makan dan restoran yang melakukan pelanggaran atas Keputusan ini.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Penyelenggaraan; Bab III Penetapan Tingkat Mutu; Bab IV Persyaratan Hygiene Sanitasi; Bab V Pembinaan dan Pengawasan; Bab VI Sanksi; Bab VII Ketentuan Peralihan; Bab VIII Ketentuan Penutup.
Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan dikeluarkannya sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Penanggung jawab rumah makan dan restoran yang menerima laporan atau mengetahui adanya kejadian keracunan atau kematian yang diduga berasal dari makanan yang diproduksinya wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat guna dilakukan langkah-langkah penanggulangan.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pengujian mutu makanan dan spesimen terhadap rumah makan dan restoran yang dikerjakan oleh tenaga Sanitarian. Dalam hal pembinaan teknis penyelenggaraan rumah makan dan restoran serta pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap rumah makan dan restoran yang melakukan pelanggaran atas Keputusan ini.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Penyelenggaraan; Bab III Penetapan Tingkat Mutu; Bab IV Persyaratan Hygiene Sanitasi; Bab V Pembinaan dan Pengawasan; Bab VI Sanksi; Bab VII Ketentuan Peralihan; Bab VIII Ketentuan Penutup.
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
2005
2.956
Dalam Peraturan Presiden ini disebutkan bahwa Menteri/Kepala Lembaga/Kepada Daerah selaku penanggung jawab Proyek Kerjasama dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur yang dapat dilaksanakan melalui Perjanjian Kerjasama atau Izin Pengusahaan.
Bentuk kerjasama ini ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Didasarkan pada evaluasi proyek, apabila proyek atas prakarsa Badan Usaha telah memenuhi persyaratan kelayakan maka proyek tersebut diproses melalui pelelangan umum. Badan Usaha yang prakarsa kerjasamanya diterima oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah akan diberikan kompensasi berupa pemberian tambahan nilai atau pembelian prakarsa proyek kerjasama termasuk Hak Kekayaan Intelektual yang menyertainya.
Dukungan Pemerintah kepada Badan Usaha dilakukan dengan memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian resiko keuangan dalam APBN atau APBD.
Pengadaan Badan Usaha dalam rangka perjanjian kerjasama dilakukan melalui pelelangan umum. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah membentuk Panitia Pengadaan. Dalam hal penyediaan infrastruktur dilaksanakan dengan melakukan pembebasan lahan oleh Badan Usaha. Perjanjian Kerjasama harus mencantumkan dengan jelas status kepemilikan aset yang diadakan selama jangka waktu perjanjian.
Paling lama dalam jangka waktu 12 bulan setelah menandatangani perjanjian kerjasama, Badan Usaha harus telah memperoleh pembiayaan untuk Proyek Kerjasama. Jika tidak dapat dipenuhi oleh Badan Usaha, maka perjanjian kerjasama berakhir dan jaminan pelelangan dapat dicairkan.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Tujuan, Jenis, Bentuk, Dan Prinsip Kerjasama; Bab III Identifikasi Dan Penetapan Proyek Yang Dilakukan Berdasarkan Perjanjian Kerjasama; Bab IV Proyek Kerjasama Atas Prakarsa Badan Usaha; Bab V Tarif Awal Dan Penyesuaian Tarif; Bab VI Pengelolaan Resiko Dan Dukungan Pemerintah; Bab VII Tata Cara Pengadaan Badan Usaha Dalam Rangka Perjanjian Kerjasama; Bab VIII Perjanjian Kerjasama; Bab IX Penyediaan Infrastruktur Berdasarkan Izin Pengusahaan; Bab X Ketentuan Peralihan; Bab XI Penutup.
Bentuk kerjasama ini ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Didasarkan pada evaluasi proyek, apabila proyek atas prakarsa Badan Usaha telah memenuhi persyaratan kelayakan maka proyek tersebut diproses melalui pelelangan umum. Badan Usaha yang prakarsa kerjasamanya diterima oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah akan diberikan kompensasi berupa pemberian tambahan nilai atau pembelian prakarsa proyek kerjasama termasuk Hak Kekayaan Intelektual yang menyertainya.
Dukungan Pemerintah kepada Badan Usaha dilakukan dengan memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian resiko keuangan dalam APBN atau APBD.
Pengadaan Badan Usaha dalam rangka perjanjian kerjasama dilakukan melalui pelelangan umum. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah membentuk Panitia Pengadaan. Dalam hal penyediaan infrastruktur dilaksanakan dengan melakukan pembebasan lahan oleh Badan Usaha. Perjanjian Kerjasama harus mencantumkan dengan jelas status kepemilikan aset yang diadakan selama jangka waktu perjanjian.
Paling lama dalam jangka waktu 12 bulan setelah menandatangani perjanjian kerjasama, Badan Usaha harus telah memperoleh pembiayaan untuk Proyek Kerjasama. Jika tidak dapat dipenuhi oleh Badan Usaha, maka perjanjian kerjasama berakhir dan jaminan pelelangan dapat dicairkan.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Tujuan, Jenis, Bentuk, Dan Prinsip Kerjasama; Bab III Identifikasi Dan Penetapan Proyek Yang Dilakukan Berdasarkan Perjanjian Kerjasama; Bab IV Proyek Kerjasama Atas Prakarsa Badan Usaha; Bab V Tarif Awal Dan Penyesuaian Tarif; Bab VI Pengelolaan Resiko Dan Dukungan Pemerintah; Bab VII Tata Cara Pengadaan Badan Usaha Dalam Rangka Perjanjian Kerjasama; Bab VIII Perjanjian Kerjasama; Bab IX Penyediaan Infrastruktur Berdasarkan Izin Pengusahaan; Bab X Ketentuan Peralihan; Bab XI Penutup.