Peraturan Menteri
Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan Serta Penilaian Kegiatan Yang Dibiayai Dari Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri
2006
2.594
Untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri maka ditetapkan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan Serta Penilaian Kegiatan Yang Dibiayai Dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Pemerintah dapat menerima Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang bersumber dari negara asing, lembaga multilateral, lembaga keuangan dan lembaga non-keuangan asing serta lembaga keuangan non asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha diluar wilayah negara Republik Indonesia.
Dalam rangka perencanaan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, Menteri menyusun perencanaan kegiatan pembangunan. Menteri menyampaikan rencana penyusunan DRPHLN-JM kepada Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN. Persyaratan umum usulan kegiatan yang dibiayai melalui Pinjaman Proyek dan Hibah mencakup Daftar Isian Pengusulan Kegiatan, Kerangka Acuan Kerja dan Dokumen Studi Kelayakan Kegiatan.
Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga dapat mengajukan usulan kegiatan yang dibiayai dari Hibah Luar Negeri yang bersifat khusus kepada Menteri. Berdasarkan DRPHLN, Menteri melakukan koordinasi dengan calon PPLN/PHLN untuk mendapatkan indikasi komitmen pendanaan.
Dalam rangka perencanaan usulan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri untuk Departemen Pertahanan dan Kepolisian RI yang bersifat khusus, Menteri dapat mencantumkan usulan kegiatan dalam dokumen perencanaan kegiatan yang terpisah.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Sumber, Bentuk dan Jenis Pinjaman/Hibah Luar Negeri; Bab III Penyusunan Dokumen Perencanaan; Bab IV Pengajuan Usulan Pinjaman Program, Pinjaman Proyek, dan Hibah; Bab V Persyaratan Pengusulan Kegiatan; Bab VI Penilaian Usulan Kegiatan; Bab VII Peningkatan Kesiapan Rencana Pelaksanaan Kegiatan; Bab VIII Penilaian Kesiapan Kegiatan; Bab IX Fasilitas Kredit Ekspor (FKE) dan/atau Pinjaman Komersial; Bab X Hibah Luar Negeri yang Bersifat Khusus; Bab XI Penyusunan Daftar Kegiatan; Bab XII Rencana Pelaksanaan Kegiatan; Bab XIII Pemantauan Perencanaan serta Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan; Bab XIV Evaluasi Hasil Pelaksanaan Kegiatan; Bab XV Ketentuan Tambahan; Bab XVI Ketentuan Peralihan; Bab XVII Ketentuan Penutup.
Pemerintah dapat menerima Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang bersumber dari negara asing, lembaga multilateral, lembaga keuangan dan lembaga non-keuangan asing serta lembaga keuangan non asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha diluar wilayah negara Republik Indonesia.
Dalam rangka perencanaan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, Menteri menyusun perencanaan kegiatan pembangunan. Menteri menyampaikan rencana penyusunan DRPHLN-JM kepada Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN. Persyaratan umum usulan kegiatan yang dibiayai melalui Pinjaman Proyek dan Hibah mencakup Daftar Isian Pengusulan Kegiatan, Kerangka Acuan Kerja dan Dokumen Studi Kelayakan Kegiatan.
Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga dapat mengajukan usulan kegiatan yang dibiayai dari Hibah Luar Negeri yang bersifat khusus kepada Menteri. Berdasarkan DRPHLN, Menteri melakukan koordinasi dengan calon PPLN/PHLN untuk mendapatkan indikasi komitmen pendanaan.
Dalam rangka perencanaan usulan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri untuk Departemen Pertahanan dan Kepolisian RI yang bersifat khusus, Menteri dapat mencantumkan usulan kegiatan dalam dokumen perencanaan kegiatan yang terpisah.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Sumber, Bentuk dan Jenis Pinjaman/Hibah Luar Negeri; Bab III Penyusunan Dokumen Perencanaan; Bab IV Pengajuan Usulan Pinjaman Program, Pinjaman Proyek, dan Hibah; Bab V Persyaratan Pengusulan Kegiatan; Bab VI Penilaian Usulan Kegiatan; Bab VII Peningkatan Kesiapan Rencana Pelaksanaan Kegiatan; Bab VIII Penilaian Kesiapan Kegiatan; Bab IX Fasilitas Kredit Ekspor (FKE) dan/atau Pinjaman Komersial; Bab X Hibah Luar Negeri yang Bersifat Khusus; Bab XI Penyusunan Daftar Kegiatan; Bab XII Rencana Pelaksanaan Kegiatan; Bab XIII Pemantauan Perencanaan serta Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan; Bab XIV Evaluasi Hasil Pelaksanaan Kegiatan; Bab XV Ketentuan Tambahan; Bab XVI Ketentuan Peralihan; Bab XVII Ketentuan Penutup.
Tata Cara Pemberian Hibah Kepada Daerah
2006
3.053
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2006 ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 6 PP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah dan Pasal 22 ayat (4) PP No.2 Tahun 2006 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Hibah kepada Daerah bersifat bantuan untuk menunjang program pembangunan sesuai dengan prioritas dan kebijakan Pemerintah serta merupakan urusan daerah. Hibah kepada Daerah bersumber dari pendapatan dalam negeri, pinjaman luar negeri dan/atau hibah luar negeri.
Menteri Keuangan menetapkan persetujuan atau penolakan atas usulan Hibah serta kelayakan suatu Daerah untuk menerima Hibah didasarkan hasil penelitian dan penilaian.
Dalam hal Daerah menerima Hibah yang sumbernya selain dari Pemerintah, maka pemberi Hibah dan Daerah menuangkan penerimaan Hibah dalam perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Penerimaan Hibah oleh Daerah dikelola dan dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Jika Hibah tidak termasuk dalam perencanaan Hibah pada tahun anggaran berjalan, maka Hibah harus dilaporkan dalam Laporan Pertanggungjawaban Keuangan.
Dalam rangka monitoring dan evaluasi, daerah penerima Hibah wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan yang didanai dari Hibah setiap triwulan kepada Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Lembaga Terkait.
Dalam hal Daerah melakukan pengelolaan Hibah menyimpang dari ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) atau NPPH (Naskah Perjanjian Penerusan Hibah), maka seluruh kegiatan penyaluran Hibah dapat dihentikan.
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 35/KMK.07/2003 tentang Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan, dan Pemantauan Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Kepada Daerah sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 357/KMK.07/2003 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Sumber dan Bentuk Hibah; Bab III Prinsip Pemberian Hibah; Bab IV Kriteria Pemberian Hibah; Bab V Pengusulan dan Penilaian Pemberian Hibah Yang Bersumber Dari Pendapatan Dalam Negeri; Bab VI Pengusulan dan Penilaian Pemberian Hibah Yang Bersumber Dari Pinjaman Luar Negeri; Bab VII Pengusulan dan Penilaian Pemberian Hibah Yang Bersumber Dari Hibah Luar Negeri; Bab VIII Persetujuan dan Perjanjian Hibah; Bab IX Hibah Yang Bersumber Selain Dari Pemerintah; Bab X Penarikan dan Penyaluran Hibah; Bab XI Pengelolaan Hibah Oleh Daerah; Bab XII Pemantauan; Bab XIII Ketentuan Peralihan; Bab XIV Ketentuan Penutup.
Hibah kepada Daerah bersifat bantuan untuk menunjang program pembangunan sesuai dengan prioritas dan kebijakan Pemerintah serta merupakan urusan daerah. Hibah kepada Daerah bersumber dari pendapatan dalam negeri, pinjaman luar negeri dan/atau hibah luar negeri.
Menteri Keuangan menetapkan persetujuan atau penolakan atas usulan Hibah serta kelayakan suatu Daerah untuk menerima Hibah didasarkan hasil penelitian dan penilaian.
Dalam hal Daerah menerima Hibah yang sumbernya selain dari Pemerintah, maka pemberi Hibah dan Daerah menuangkan penerimaan Hibah dalam perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Penerimaan Hibah oleh Daerah dikelola dan dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Jika Hibah tidak termasuk dalam perencanaan Hibah pada tahun anggaran berjalan, maka Hibah harus dilaporkan dalam Laporan Pertanggungjawaban Keuangan.
Dalam rangka monitoring dan evaluasi, daerah penerima Hibah wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan yang didanai dari Hibah setiap triwulan kepada Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Lembaga Terkait.
Dalam hal Daerah melakukan pengelolaan Hibah menyimpang dari ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) atau NPPH (Naskah Perjanjian Penerusan Hibah), maka seluruh kegiatan penyaluran Hibah dapat dihentikan.
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 35/KMK.07/2003 tentang Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan, dan Pemantauan Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Kepada Daerah sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 357/KMK.07/2003 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Sumber dan Bentuk Hibah; Bab III Prinsip Pemberian Hibah; Bab IV Kriteria Pemberian Hibah; Bab V Pengusulan dan Penilaian Pemberian Hibah Yang Bersumber Dari Pendapatan Dalam Negeri; Bab VI Pengusulan dan Penilaian Pemberian Hibah Yang Bersumber Dari Pinjaman Luar Negeri; Bab VII Pengusulan dan Penilaian Pemberian Hibah Yang Bersumber Dari Hibah Luar Negeri; Bab VIII Persetujuan dan Perjanjian Hibah; Bab IX Hibah Yang Bersumber Selain Dari Pemerintah; Bab X Penarikan dan Penyaluran Hibah; Bab XI Pengelolaan Hibah Oleh Daerah; Bab XII Pemantauan; Bab XIII Ketentuan Peralihan; Bab XIV Ketentuan Penutup.
Tata Cara Pemberian Pinjaman Daerah Dari Pemerintah Yang Dananya Bersumber Dari Pinjaman Luar Negeri
2006
3.597
Dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri maka Peraturan Menteri ini dibuat. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 35/KMK.03/2003 tentang Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan, dan Pemantauan Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Kepada Daerah sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 357/KMK.07/2003 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pemda mengajukan usulan kegiatan yang akan dibiayai dengan Pinjaman kepada Menteri Bappenas untuk dimasukkan dalam Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPHLN JM). Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perbendaharaan menyampaikan informasi mengenai indikasi kemampuan keuangan daerah kepada Kepala Bappenas sebagai bahan penyusunan DRPPHLN yang dilakukan oleh Kepala Bappenas. Kemudian Kepala Bappenas menyusun Daftar Kegiatan yang dapat dibiayai dengan pinjaman luar negeri.
Dirjen Perbendaharaan menetapkan waktu pelaksanaan perundingan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri (PPLN) setelah diterbitkannya Daftar Rencana Pinjaman Daerah (DRPD) dan Pemda memenuhi kriteria kesiapan kegiatan. Persyaratan pinjaman dalam Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN) menjadi acuan dalam menetapkan persyaratan pinjaman dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP).
Selanjutnya Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa oleh Menteri Keuangan menandatangani NPPP dengan Pemda penerima pinjaman. Berdasarkan NPPP, Pemda penerima pinjaman mengajukan permintaan persetujuan penetapan Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SA-PSK) pinjaman kepada Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan. Atas dasar penetapan SA-PSK, Pemda menerbitkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Setelah disahkan Dirjen Perbendaharaan maka DIPA digunakan sebagai dasar pencairan dan/atau penyaluran pinjaman.
Berdasarkan NPPP, Dirjen Perbendaharaan atau Bank Penatausaha menyampaikan surat tagihan pembayaran kembali pinjaman kepada Pemda. Dalam hal Pemda tidak melaksanakan kewajiban pembayaran kembali pinjaman, Dirjen Perbendaharaan setelah berkoordinasi dengan Mendagri dan Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan akan melakukan pemotongan terhadap DAU dan/atau DBH dari penerimaan negara yang menjadi hak daerah bersangkutan.
Departemen Keuangan, Kementerian Bappenas dan Kementerian Negara/Lembaga teknis terkait melakukan pemantauan atas kinerja pelaksanaan kegiatan dan pinjaman dalam pencapaian target dan sasaran yang telah ditetapkan dalam NPPP.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pengajuan dan Penilaian Rencana Pinjaman; Bab III Perundingan dan Penandatanganan NPPLN; Bab IV Naskah Perjanjian Pinjaman Kepada Daerah; Bab V Penarikan dan Penyaluran Pinjaman; Bab VI Pembayaran Kembali Pinjaman; Bab VII Pemantauan dan Pelaporan Pinjaman; Bab VIII Ketentuan Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup.
Pemda mengajukan usulan kegiatan yang akan dibiayai dengan Pinjaman kepada Menteri Bappenas untuk dimasukkan dalam Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPHLN JM). Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perbendaharaan menyampaikan informasi mengenai indikasi kemampuan keuangan daerah kepada Kepala Bappenas sebagai bahan penyusunan DRPPHLN yang dilakukan oleh Kepala Bappenas. Kemudian Kepala Bappenas menyusun Daftar Kegiatan yang dapat dibiayai dengan pinjaman luar negeri.
Dirjen Perbendaharaan menetapkan waktu pelaksanaan perundingan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri (PPLN) setelah diterbitkannya Daftar Rencana Pinjaman Daerah (DRPD) dan Pemda memenuhi kriteria kesiapan kegiatan. Persyaratan pinjaman dalam Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN) menjadi acuan dalam menetapkan persyaratan pinjaman dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP).
Selanjutnya Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa oleh Menteri Keuangan menandatangani NPPP dengan Pemda penerima pinjaman. Berdasarkan NPPP, Pemda penerima pinjaman mengajukan permintaan persetujuan penetapan Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SA-PSK) pinjaman kepada Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan. Atas dasar penetapan SA-PSK, Pemda menerbitkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Setelah disahkan Dirjen Perbendaharaan maka DIPA digunakan sebagai dasar pencairan dan/atau penyaluran pinjaman.
Berdasarkan NPPP, Dirjen Perbendaharaan atau Bank Penatausaha menyampaikan surat tagihan pembayaran kembali pinjaman kepada Pemda. Dalam hal Pemda tidak melaksanakan kewajiban pembayaran kembali pinjaman, Dirjen Perbendaharaan setelah berkoordinasi dengan Mendagri dan Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan akan melakukan pemotongan terhadap DAU dan/atau DBH dari penerimaan negara yang menjadi hak daerah bersangkutan.
Departemen Keuangan, Kementerian Bappenas dan Kementerian Negara/Lembaga teknis terkait melakukan pemantauan atas kinerja pelaksanaan kegiatan dan pinjaman dalam pencapaian target dan sasaran yang telah ditetapkan dalam NPPP.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pengajuan dan Penilaian Rencana Pinjaman; Bab III Perundingan dan Penandatanganan NPPLN; Bab IV Naskah Perjanjian Pinjaman Kepada Daerah; Bab V Penarikan dan Penyaluran Pinjaman; Bab VI Pembayaran Kembali Pinjaman; Bab VII Pemantauan dan Pelaporan Pinjaman; Bab VIII Ketentuan Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup.
Tata Cara Dan Persyaratan Izin Penggunaan Air dan/atau Sumber Air
1990
3.019
Ditetapkannya Peraturan Menteri ini adalah sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air, khususnya yang tercantum pada Pasal 23.
Setiap penggunaan air dan/atau sumber air untuk keperluan-keperluan tertentu wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari pihak yang berwenang. Terutama bagi penggunaan air dan/atau sumber air yang dapat mempengaruhi keseimbangan tata air, harus didasarkan pada rencana perlindungan, pengembangan dan penggunaan air dan/atau sumber air pada tiap wilayah sungai yang bersangkutan.
Dirjen Pengairan menetapkan pedoman umum mengenai persyaratan teknis yang minimal harus diberikan pada setiap penerbitan surat izin penggunaan air dan/atau sumber air. Penggunaan air dan/atau sumber air dengan izin dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah, Badan Hukum, Badan Sosial atau perorangan. Wewenang Gubernur dalam pemberian izin penggunaan air dan/atau sumber air diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah.
Surat Izin penggunaan air dan/atau sumber air diberikan untuk jangka waktu sesuai dengan pertimbangan keperluannya, dan dapat dimintakan perpanjangannya oleh pemegang izin. Segala biaya yang ditimbulkan sebagai akibat proses pemberian izin tersebut diatas dibebankan kepada pemohon izin yang pengaturannya ditetapkan lebih lanjut oleh pihak yang berwenang.
Pemegang Izin berhak menggunakan air dan/atau sumber air sesuai dengan izin yang diberikan. Pemegang Izin berkewajiban membayar iuran untuk penggunaan air dan/atau sumber air yang bersifat komersil. Pemegang Izin juga dilarang memindahtangankan izin kepada pihak lain tanpa persetujuan pemberi izin. Serta dilarang menjual izin kepada pihak lain kecuali ditentukan dalam surat izin.
Pelaksanaan pengawasan terhadap peraturan ini dilakukan oleh Kepala Kanwil Departemen PU sepanjang menyangkut penggunaan air dan/atau sumber air yang menjadi wewenang Menteri dan Kepala Dinas PU Daerah Tingkat I Bidang Pengairan/Kepala Sub Dinas Pengairan Daerah Tingkat I sepanjang menyangkut izin penggunaan air dan/atau sumber air yang menjadi wewenang Gubernur.
Daftar Isi :
Bab I Pengertian; Bab II Izin Penggunaan Air Dan/Atau Sumber Air; Bab III Penggunaan Air Dan/Atau Sumber Air Yang Dikenakan Izin; Bab IV Tata Cara Dan Persyaratan Permohonan Dan Pemberian Izin; Bab V Hak, Kewajiban Dan Larangan Bagi Pemegang Izin; Bab VI Perubahan, Pembekuan Sementara, Pencabutan Dan Batalnya Izin; Bab VII Pengawasan; Bab VIII Ketentuan Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup.
Setiap penggunaan air dan/atau sumber air untuk keperluan-keperluan tertentu wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari pihak yang berwenang. Terutama bagi penggunaan air dan/atau sumber air yang dapat mempengaruhi keseimbangan tata air, harus didasarkan pada rencana perlindungan, pengembangan dan penggunaan air dan/atau sumber air pada tiap wilayah sungai yang bersangkutan.
Dirjen Pengairan menetapkan pedoman umum mengenai persyaratan teknis yang minimal harus diberikan pada setiap penerbitan surat izin penggunaan air dan/atau sumber air. Penggunaan air dan/atau sumber air dengan izin dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah, Badan Hukum, Badan Sosial atau perorangan. Wewenang Gubernur dalam pemberian izin penggunaan air dan/atau sumber air diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah.
Surat Izin penggunaan air dan/atau sumber air diberikan untuk jangka waktu sesuai dengan pertimbangan keperluannya, dan dapat dimintakan perpanjangannya oleh pemegang izin. Segala biaya yang ditimbulkan sebagai akibat proses pemberian izin tersebut diatas dibebankan kepada pemohon izin yang pengaturannya ditetapkan lebih lanjut oleh pihak yang berwenang.
Pemegang Izin berhak menggunakan air dan/atau sumber air sesuai dengan izin yang diberikan. Pemegang Izin berkewajiban membayar iuran untuk penggunaan air dan/atau sumber air yang bersifat komersil. Pemegang Izin juga dilarang memindahtangankan izin kepada pihak lain tanpa persetujuan pemberi izin. Serta dilarang menjual izin kepada pihak lain kecuali ditentukan dalam surat izin.
Pelaksanaan pengawasan terhadap peraturan ini dilakukan oleh Kepala Kanwil Departemen PU sepanjang menyangkut penggunaan air dan/atau sumber air yang menjadi wewenang Menteri dan Kepala Dinas PU Daerah Tingkat I Bidang Pengairan/Kepala Sub Dinas Pengairan Daerah Tingkat I sepanjang menyangkut izin penggunaan air dan/atau sumber air yang menjadi wewenang Gubernur.
Daftar Isi :
Bab I Pengertian; Bab II Izin Penggunaan Air Dan/Atau Sumber Air; Bab III Penggunaan Air Dan/Atau Sumber Air Yang Dikenakan Izin; Bab IV Tata Cara Dan Persyaratan Permohonan Dan Pemberian Izin; Bab V Hak, Kewajiban Dan Larangan Bagi Pemegang Izin; Bab VI Perubahan, Pembekuan Sementara, Pencabutan Dan Batalnya Izin; Bab VII Pengawasan; Bab VIII Ketentuan Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup.
Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I
1993
1.055
Pada setiap Propinsi Daerah Tingkat I dibentuk Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I yang ditetapkan oleh Gubernur. Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I merupakan forum musyawarah dalam rangka melaksanakan koordinasi tata aturan air di Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
Susunan keanggotaan Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I terdiri dari Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk olehnya sebagai Ketua merangkap anggota, Kepala Dinas PU Propinsi/Kepala Dinas PU Pengairan Propinsi sebagai Sekretaris merangkap anggota dan Kepala Kantor Instansi Vertikal Propinsi dan Dinas Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I dapat mengundang pihak pemanfaat air dan/atau pihak lain yang berkepentingan maupun perorangan untuk hadir rapat/sidang panitia.
Dalam hal pembiayaan, sumber biaya untuk melaksanakan tugas Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I dapat berasal dari dana bantuan dari Pemerintah Pusat, dalam hal tersedia dan dana yang tersisihkan dari penerimaan iuran penggunaan air dan/atau sumber air yang akan ditetapkan oleh Gubernur.
Hubungan kerja Panitia Irigasi dengan Panitia Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I bersifat koordinatif dengan ketentuan masalah penyediaan air untuk irigasi didasarkan pada penetapan kebijaksanaan. Dalam hal terdapat masalah koordinatif tata pengaturan air pada satuan wilayah sungai yang berada pada lebih dan satu Propinsi Daerah Tingkat I dapat dilakukan rapat gabungan Panitia-panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan dengan dipimpin oleh Menteri Pekerjaan Umum atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pembentukan, Kedudukan, Fungsi dan Tugas; Bab III Susunan Organisasi; Bab IV Tata Cara Kerja; Bab V Pembiayaan; Bab VI Lain-lain; Bab VII Ketentuan Penutup.
Susunan keanggotaan Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I terdiri dari Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk olehnya sebagai Ketua merangkap anggota, Kepala Dinas PU Propinsi/Kepala Dinas PU Pengairan Propinsi sebagai Sekretaris merangkap anggota dan Kepala Kantor Instansi Vertikal Propinsi dan Dinas Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I dapat mengundang pihak pemanfaat air dan/atau pihak lain yang berkepentingan maupun perorangan untuk hadir rapat/sidang panitia.
Dalam hal pembiayaan, sumber biaya untuk melaksanakan tugas Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I dapat berasal dari dana bantuan dari Pemerintah Pusat, dalam hal tersedia dan dana yang tersisihkan dari penerimaan iuran penggunaan air dan/atau sumber air yang akan ditetapkan oleh Gubernur.
Hubungan kerja Panitia Irigasi dengan Panitia Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I bersifat koordinatif dengan ketentuan masalah penyediaan air untuk irigasi didasarkan pada penetapan kebijaksanaan. Dalam hal terdapat masalah koordinatif tata pengaturan air pada satuan wilayah sungai yang berada pada lebih dan satu Propinsi Daerah Tingkat I dapat dilakukan rapat gabungan Panitia-panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan dengan dipimpin oleh Menteri Pekerjaan Umum atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pembentukan, Kedudukan, Fungsi dan Tugas; Bab III Susunan Organisasi; Bab IV Tata Cara Kerja; Bab V Pembiayaan; Bab VI Lain-lain; Bab VII Ketentuan Penutup.