Peraturan Menteri

Pedoman Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

2001 956

Wadah Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan himpunan bagi petani pemakai air yang bersifat sosial-ekonomi, budaya, dan berwawasan lingkungan. P3A dibentuk dari, oleh, dan untuk petani pemakai air secara demokratis, yang pengurus dan anggotanya terdiri dari unsur petani pemakai air. P3A dalam satu daerah pelayanan sekunder tertentu dapat bergabung sampai terbentuk GP3A. GP3A dalam satu daerah irigasi tertentu dapat bergabung sampai terbentuk IP3A.

Pemberdayaan P3A, GP3A, dan IP3A dilaksanakan melalui kegiatan motivasi, pelatihan, penyerahan kewenangan, fasilitasi, bimbingan teknis, pendampingan, kerjasama pengelolaan dan audit pengelolaan irigasi. Hubungan kerja antara P3A, GP3A, dan IP3A bersifat kerjasama, koordinatif, dan konsultatif yang selanjutnya diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga masing-masing menurut wilayah kerjanya.

Dana P3A, GP3A, dan IP3A dapat bersumber dari iuran pengelolaan irigasi, sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, usaha-usaha lain yang sah menurut hukum, bantuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta bantuan dari yayasan/lembaga luar negeri. Biaya pemberdayaan P3A, GP3A, dan IP3A dapat bersumber dari APBN, APBD, dan sumber dana lain yang sah. Sedangkan kegiatan yang dilakukan oleh P3A, GP3A, dan IP3A pada prinsipnya dibiayai sendiri oleh P3A, GP3A, dan IP3A.

Mengenai lembaga tradisional kepengurusan air yang sudah ada dan P3A yang sudah dibentuk pada saat berlakunya Keputusan Menteri ini tetap diakui keberadaannya dan diarahkan untuk senantiasa mendapat dukungan anggota secara demokratis.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas dan Sifat; Bab III Pembentukan; Bab IV Tata Cara Pembentukan; Bab V Susunan Organisasi; Bab VI Wewenang, Hak, dan Kewajiban; Bab VII Pemberdayaan; Bab VIII Wilayah Kerja; Bab IX Hubungan Kerja; Bab X Sumber dana; Bab XI Ketentuan Peralihan; Bab XII Ketentuan Penutup.

Pedoman Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Penyelenggaraan Dan Atau Pengelolaan Air Minum Dan Sanitasi

2002 973

Merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur dan Pasal 13 Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor KEP.319/PET/10/1998 tentang Pelaksanaan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, maka dipandang perlu untuk menerbitkan Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Air Minum dan/atau Sanitasi.

Pedoman Kerjasama Pemerintah dan Swasta (selanjutnya disingkat KPS) dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi dimaksudkan sebagai acuan dalam mewujudkan penyelenggaraan fasilitas air minum atau sanitasi melalui KPS. Penanggung jawab kegiatan investasi KPS adalah Bupati/Walikota/Gubernur untuk kerjasama yang berada atau merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota/Propinsi dan Pimpinan BUMN/BUMD atau badan lain yang telah mendapatkan pelimpahan wewenang dari Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur, Walikota/Bupati.

Kerjasama pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi meliputi tahapan persiapan, pengadaan, pengikatan, monitoring dan pengakhiran investasi. Menteri bertanggungjawab atas pembinaan teknis dalam rangka pelaksanaan pedoman KPS dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Penyelenggaraan KPS; Bab III Pembinaan Teknis; Bab IV Ketentuan Lain; Bab V Ketentuan Penutup.

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri

2002 954

Persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri meliputi : persyaratan air, udara, limbah, pencahayaan, kebisingan, getaran, radiasi, vektor penyakit, persyaratan kesehatan lokasi, ruang dan bangunan, toilet dan instalasi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Keputusan ini.

Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 261/Menkes/SK/II/1998 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja dinyatakan tidak berlaku.

Didalam lampiran Keputusan ini juga disebutkan bahwa Pimpinan satuan kerja/unit perkantoran bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan penyehatan lingkungan kerja perkantoran. Untuk melaksanakan tugas tersebut Pimpinan perkantoran dapat menunjuk seorang petugas atau membentuk satuan kerja/unit organisasi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang kesehatan lingkungan kerja.

Pimpinan satuan kerja/unit perkantoran dapat memanfaatkan pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan kesehatan lingkungan kerja. Pihak ketiga harus berbentuk Badan Hukum Usaha penyehatan lingkungan kerja perkantoran yang diakui. Adapun untuk biaya penyelenggaraan penyehatan lingkungan kerja perkantoran menjadi tanggung jawab perkantoran.

Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air

2003 1.007

Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 23 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Bupati/Walikota menetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air. Daya tampung beban pencemaran air pada sumber air ditetapkan berdasarkan debit minimal pada tahun yang bersangkutan atau tahun sebelumnya. Dalam menetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air digunakan metode perhitungan yang telah teruji secara ilmiah, yaitu Metoda Neraca Massa dan Metoda Streeter-Phelps.

Apabila timbul kebutuhan untuk menggunakan metoda lain yang juga berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kapasitas daerah, maka dapat digunakan metode diluar metoda tersebut diatas.

Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kesiapan Pertambangan Batu Bara

2003 1.280

Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan batu bara ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan ketentuan sama atau lebih dari ketentuan sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini. Apabila hasil kajian AMDAL atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan pertambangan batu bara mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat, maka diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDL atau UKL dan UPL.

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan wajib melakukan pengolahan air limbah yang berasal dari kegiatan penambangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan pengolahan/pencucian, sehingga mutu air limbah yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan.

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan batu bara wajib mengelola air yang terkena dampak dari kegiatan penambangan melalui kolam pengendapan (pond). Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan batu bara wajib melakukan kajian lokasi titik penataan (point of compliance) air limbah dari kegiatan pertambangan.

Dalam hal terjadi perubahan lokasi usaha dan/atau kegiatan pertambangan dan/atau karena pertimbangan kondisi lingkungan tertentu, maka penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengkajian ulang dan mengajukan permohonan kembali kepada Bupati/Walikota untuk memperoleh persetujuan lokasi titik penataan (point of compliance) yang baru.

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan wajib mentaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan dalam izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan yang diterbitkan. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Keputusan ini, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan yang telah ditetapkan sebelumnya yang lebih longgar, wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Keputusan ini.

Penggunaan Air dan/atau Sumber Air Untuk Kegiatan Usaha Pertambangan Termasuk Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Dan Pengusahaan Sumberdaya Panas Bumi

1991 2.761

Sebagai pelaksanaan lebih lanjut Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air, maka dianggap perlu menetapkan landasan kebijaksanaan pengaturan mengenai segi teknis dan segi administratif penggunaan air dan/atau sumber air untuk kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi dan pengusaha sumber daya panas bumi dalam Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Pertambangan dan Energi.

Pelaksanaan penggunaan air dan/atau sumber air untuk kegiatan usaha pertambangan harus tetap memperhatikan urutan prioritas penggunaan air dan/atau sumber air sesuai keperluan masyarakat pada setiap tempat dan keadaan.

Izin penggunaan air permukaan dan/atau sumber air diatas permukaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan diberikan oleh Menteri Pekerjaan Umum. Sedangkan izin penggunaan air permukaan dan/atau sumber air bawah tanah untuk kegiatan usaha pertambangan diberikan oleh Menteri Pertambangan dan Energi.

Penggunaan air permukaan dan/atau sumber air diatas permukaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan dikenakan iuran jasa pemanfaatan air yang besarannya dihitung atas dasar pembebanan 4 (empat) unsur pokok yaitu biaya pemanfaatan air, biaya pengembalian investasi, biaya eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan, serta biaya pemeliharaan dan pelestarian sumber air. Terhadap penggunaan air permukaan dan/atau sumber air di atas permukaan tanah, termasuk air laut yang digunakan di darat untuk kegiatan usaha pertambangan maka Menteri Pekerjaan Umum dapat membebaskan pembayaran iuran jasa pemanfaatan air.

Pengawasan terhadap penggunaan air dan/atau sumber air yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan dilakukan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Pertambangan dan Energi sesuai bidang tugas dan wewenangnya masing-masing.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup Penggunaan Air dan/atau Sumber Air; Bab III Izin Penggunaan Air Permukaan dan/atau Sumber Air di Atas Permukaan Tanah; Bab IV Izin Penggunaan Air dan/atau Sumber Air Bawah Tanah; Bab V Persyaratan Teknis Penggunaan Air dan/atau Sumber Air Untuk Kegiatan Usaha Pertambangan; Bab VI Iuran Jasa Pemanfaatan Air; Bab VII Pengawasan; Bab VIII Ketentuan Penutup.

Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum

2002 991

Peraturan ini merupakan revisi dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air. Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Persyaratan kualitas air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik. Menteri Kesehatan melakukan pembinaan teknis terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan persyaratan kualitas air minum.

Dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air minum, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menentukan parameter kualitas air yang akan diperiksa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah tangkapan air, instalasi pengolahan air dan jaringan perpipaan. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan pengawasan dapat mengikutsertakan instansi terkait, asosiasi pengelolaan air minum, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi yang terkait.

Pembiayaan pemeriksanaan sampel air minum dibebankan kepada pihak pengelola air minum, pemerintah maupun swasta dan masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap pengelola penyediaan air minum yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat dan merugikan kepentingan umum dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana berdasarkan peraturan yang berlaku.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup Dan Persyaratan; Bab III Pembinaan Dan Pengawasan; Bab IV Pembiayaan; Bab V Sanksi; Bab VI Ketentuan Peralihan; Bab VII Ketentuan Penutup.

Program Kali Bersih

1995 1.946

Pelaksanaan Prokasih berasaskan pelestarian fungsi lingkungan perairan sungai untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan manusia.

Pelaksanaan Prokasih bertujuan untuk tercapainya kualitas air sungai yang baik, terciptanya sistem kelembagaan yang mampu melaksanakan pengendalian pencemaran air secara efektif dan efisien serta terwujudnya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam pengendalian pencemaran air.

Sungai dan ruas sungai Prokasih ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan pedoman pemilihan sungai dan ruas sungai Prokasih yang ditetapkan Bapedal dengan mempertimbangkan fungsi sungai bagi masyarakat dan pembangunan serta memperhitungkan tingkat kemampuan lembaga pelaksana di daerah yang bersangkutan.

Menteri bertanggung jawab dalam koordinasi kebijaksanaan Prokasih secara nasional.Sedangkan Kepala Bapedal bertanggung jawab dalam koordinasi pelaksanaan pengendalian kegiatan Prokasih secara nasional.

Gubernur menyampaikan laporan Prokasih secara berkala kepada Menteri, Menteri Dalam Negeri dan Kepala Bapedal. Menteri juga memberikan penghargaan kepada Pemerintah Daerah yang melaksanakan Prokasih dan perusahaan/kegiatan usaha yang melaksanakan pengendalian pencemaran dengan kinerja yang sangat baik.

Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan Prokasih di tingkat Pusat dibebankan kepada APBN dan/atau sumber dana lainnya. Sedangkan di tingkat Daerah dibebankan kepada APBD dan/atau sumber dana lainnya.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Azas, Tujuan dan Sasaran Prokasih; Bab III Pelaksanaan Prokasih; Bab IV Organisasi Pelaksanaan Prokasih; Bab V Pelaporan; Bab VI Pemberian Penghargaan; Bab VII Pembiayaan; Bab VIII Penutup.

Pedoman Pembentukan Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota

2000 4.336

Sebagai pelaksanaan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka ditetapkan Pedoman Pembentukan Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup juga belum diatur mengenai Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota.

Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) Kabupaten/Kota berkedudukan di Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten/Kota atau di instansi lain yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota.

Susunan keanggotaan terdiri dari Ketua merangkap sebagai anggota, Sekretaris merangkap sebagai anggota, dan anggota-anggota lainnya. Tim Teknis terdiri atas para ahli dari instansi teknis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten/Kota atau instansi lain yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota, serta ahli lain dengan bidang ilmu yang terkait.

Komisi Penilai Amdal Kabupaten/Kota bertugas menilai kerangka acuan, Amdal, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai dibantu oleh Tim teknis Komisi Penilai dan Sekretariat Komisi Penilai.

Biaya atas pelaksanaan kegiatan Komisi Penilai, Tim Teknis, dan Sekretariat Komisi Amdal dibebankan pada anggaran Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten/Kota atau pada anggaran instansi yang ditugasi menangani pengendalian dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota.

Daftar Isi :
Bab I Pembentukan Komisi Penilai; Bab II Susunan Keanggotaan; Bab III Tugas dan Fungsi; Bab IV Pembiayaan; Bab V Penutup.

Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Sub Sektor Air Minum dan/atau Sanitasi

2003 2.257

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, Pemerintah mengikutsertakan Badan Usaha Swasta untuk membangun dan/atau mengelola infrastruktur, antara lain meliputi bidang air, air limbah dan sampah. Sedangkan dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 409/KPTS/Tahun 2002 tentang Pedoman Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi, yang dilengkapi dengan petunjuk teknis yang mengatur tahapan persiapan, pengadaan, pelaksanaan perjanjian, monitoring, dan alih milik. Sehubungan dengan itu diterbitkan Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Sub Sektor Air Minum dan/atau Sanitasi.

Prosedur dan tata cara Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi dimaksudkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan fasilitas air minum atau sanitasi melalui KPS. Prosedur dan tata cara ini mencakup bentuk-bentuk Kerjasama Pemerintah – Swasta (Kontrak Pelayanan, Kontrak Pengelolaan, Kontrak Sewa, Kontrak Bangun Kelola Alih Milik dan Kontrak Konsesi) dan Kerjasama Pemerintah – Swasta Skala Kecil dengan taksiran biaya investasi kurang dari 50 miliar rupiah. Untuk pelaksanaan Prosedur dan Tata Cara KPS dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan sub sektor air minum dan/atau sanitasi dapat dibuat penyesuaian berdasarkan kebijakan Pemerintah Daerah.

Kepala Badan Pembinaan Konstruksi dan Investasi mempunyai bidang tugas atas pembinaan teknis dalam rangka pelaksanaan prosedur dan tata cara KPS sub sektor air minum dan/atau sanitasi.

Daftar Isi :
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Prosedur dan Tata Cara Kerjasama Pemerintah dan Swasta; Bab III Pembinaan Teknis; Bab IV Ketentuan Lain; Bab V Ketentuan Penutup.