Alamku Tak Seramah Dulu: Cerita tentang 5 Anak yang Bertahan di Tengah Lingkungan yang Berubah

Terkadang kita tidak menyadari perubahan di sekitar kita. Barangkali karena perubahan itu begitu halus mendekat, memanipulasi pikiran dan melenakan, lalu tiba-tiba kita telah kehilangan segalanya. Uang kemudian menjadi penting ketika manusia mengalihkan pemenuhan kebutuhannya dari alam kepada pasar. Uang dan pasar jugalah–didukung teknologi informasi dan transportasi–yang mempertemukan manusia di berbagai tempat dalam pengalaman yang sama. Konon, para pakar dan pemikir menamakan proses ini sebagai globalisasi.

Globalisasi adalah suatu sistem budaya yang global, yang mendunia. Artinya, di belahan dunia manapun kita berada, pasti akan terkait dalam satu jaringan besar. Kita semua adalah bagian dari mata rantai, saling mempengaruhi. Tentu ada dua sisi yang didapat dari proses ini: positif dan negatif. Kebetulan Penguwar, Sipar, Qodir, Haposan, Fakri, dan Bu Sukenti termasuk yang tidak beruntung karena alam di sekitar mereka tak lagi ramah dan bersahabat. Buku ini menceritakan bagaimana tokoh-tokoh tersebut coba bertahan di tengah perubahan lingkungan tempat hidup mereka.

Daftar isi:
Sekapur Sirih
Profil Tokoh Cerita
Pengantar: Kita Alam dan Dunia yang Saling Terkait
Sebungkus Jas Jus di Kelebatan Sebuah Hutan:
Kasus Orang Rimba di hutan Makekal, Bukit Duabelas, jambi
Penjaga Gunung Merapi
Qodir, Anak Tambang dari Halimun
Jangan Ada Haposan lagi
Tempat Bermainku yang Hilang
Epilog: Pusaka Generasi Sebelum dan Sesudah Kita
Lampiran
Pesan Tokoh Cerita
Sekilas tentang WGB
Profil Lembaga Penulis